Atmosfer di sekitar terasa sangat dingin dan kaku. Kontras dengan orang-orang yang berkelakar. Aura kebahagiaannya menguap ke angkasa, meninggalkan perasaan hangat yang sama sekali tidak terasa olehmu.
Kamu mengulum bibirmu, menahan perasaan pahit yang menghantam telak perasaanmu. Kamu sangat tidak menyukai keterlambatan, dan dia harusnya tau itu. Apa justru karena dia tau kamu tidak suka keterlambatan dia sengaja terlambat?
Kamu sama sekali tidak tau mengapa laki-laki itu senang sekali mencari masalah dengannya. Padahal dulu mereka bersahabat baik, tapi sekarang hampir selalu berakhir dengan air mata dan saling melempar luka.
Kamu sama sekali tidak tau sejak kapan dia berubah. Dia yang dulunya ramah, baik hati, peduli, jahil namun penuh kejutan berubah menjadi sinis, cuek, dan gampang marah. Dia yang dulunya bermulut manis menjadi mulut berbisa. Dia yang dulunya menganggapmu prioritas... Sekarang menganggapmu sampah.
Kamu menghela napas. Sudah kesekian kalinya kamu menghela napas dan mengecek arlojimu, tapi hal itu tidak berguna apa-apa untuk segera memunculkan orang yang kau tunggu.
Kamu mengecek ponselmu. Nyaris tidak ada satupun notifikasi, bahkan dari laki-laki yang kamu tunggu. Sepertinya dia benar-benar mau mencari masalah lagi.
Sudah nyaris 30 menit kamu menunggu membuatmu merasa sangat kesal. Air mata mulai berkumpul di pelupuk matamu, bersiap untuk membuat air terjun. Kamu menunduk dalam, meremas lututmu sendiri, menahan segala rasa sakit yang mengalir bersamaan dengan air mata. Semakin lama semakin deras, tapi alih-alih terasa lega justru malah terasa semakin sakit.
Kamu mendengar suara langkah kaki beberapa saat sebelum langkah itu berhenti di hadapanmu. Kamu menghapus air matamu, berusaha untuk terlihat biasa saja dihadapan orang yang sejak tadi kamu tunggu.
"Lo telat 30 menit, Sunwoo."
Sunwoo diam. Irisnya yang berkelir kecoklatan itu menatapmu tanpa ekspresi yang terpancar dari sana. Sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah karena sudah membuatmu menunggu lama. Bahkan dia sama sekali tidak berniat duduk di kursi yang berada di hadapanmu.
"To the point aja. Nggak usah basa basi," katanya dingin.
"Duduk dulu--"
"Lo nggak denger?"
Kamu termangu. Mulutmu terkunci. Sekedar duduk saja dia tidak mau. Rasanya kamu ingin segera melenyapkan diri tapi itu tidak mungkin mengingat betapa pentingnya hal yang ingin kamu bicarakan, setidaknya buatmu.
Kamu menghirup napas sebanyak-banyaknya. Berharap ribuan partikel oksigen itu dapat membuatmu menjadi lebih rileks. "Kenapa sih lo berubah kayak gini? Bukannya dulu kita sahabat baik? Kemana-mana selalu bareng, susah seneng dirasain bareng. Kok sekarang lo begini? A-apa gue pernah buat salah sama lo? A-apa gue pernah nyakitin lo? A-apa gue..." Jeda sejenak. Jeda singkat, tapi penuh kecewa didalamnya. "Sebegitu nggak berharganya buat lo?"
Sunwoo tidak langsung menjawab. Dia mendengus lalu membuang muka. "Kalo nggak suka, ya gampang. Kita nggak usah sahabatan lagi. Gak usah ganggu gue lagi. Susah amat."
"Bukan itu, Sunwoo! Gue cuma mau hubungan kita balik lagi kayak dulu. Kalo lo emang ada masalah, cerita sama gue. Kalo gue pernah ngelakuin sesuatu yang nyakitin elu, bilang sama gue. Nanti gue perbaiki. Kalo gue punya sifat yang nggak lo sukai, bilang sama gue. Nanti gue coba hilangin sifat itu. Tapi lo harus ngomong dulu! Apa masalahnya, kenapa dan bagaimana cara gue memperbaikinya!"
"Satu, nggak ada masalah. Dua, nggak apa-apa. Tiga, nggak ada cara memperbaikinya. Puas lo?" Sunwoo menatapmu balik dengan tatapan tajamnya. Kamu sama sekali tidak merasa terintimidasi dan melawan tatapan tajamnya.
"Apa lo masih nggak mau cerita, Kim Sunwoo?" tanyamu sambil menekankan nama lengkap laki-laki itu.
Sunwoo berbalik. Meninggalkanmu yang merasa dicampakkan dan terluka. Kamu menghapus air matamu dengan tissu, lalu mengejar Sunwoo.
"KIM SUNWOO!"
Kamu memeluknya dari belakang. Dia memberontak berusaha melepaskan tanganmu yang bertaut diperutnya.
"Lepas!"
"Nggak! Gue gak akan pernah lepasin lo! Gue capek, Sun! Gue selalu tenggelam dalam pemikiran bahwa kita lebih dari sahabat! Kemudian lo berubah sehingga gue harus pura-pura bahagia di hadapan lo! Emangnya lo pikir gue nggak punya perasaan gitu?!"
Perkataanmu cukup menyentil hati Sunwoo. Membuatnya melemah, membiarkanmu memeluknya sesuka hatimu.
Sunyi. Nyaris tidak ada satu suarapun yang terdengar kecuali suara tangis pilumu. Sunwoo membisu. Bibirnya kelu. Perlahan-lahan perasaan sesak merangsek ke relung hatinya, meninggalkan kesan layaknya luka disiram asam. Dia terluka.
"Y/N...," panggilnya begitu tangisanmu mereda. Kamu melepaskan pelukanmu sehingga dia dapat berbalik untuk melihat wajahmu.
"Gue sebenernya juga ada perasaan lebih dari sahabat buat lo." Dia menjeda, "tapi gue harus nikah, Y/N. Gue harus nikah sama orang yang gak gue sayang sama sekali. Dan gue gak bisa nolak, karena ayah gue sedang sakit keras."
"Jadi maksud lo selama ini ngejahatin gue biar lo lupa sama perasaan lo gitu? Biar gue pergi dari lo?" Jari telunjuknya berhenti di depan mulutmu. Dia menghapus bulir-bulir air matamu dengan ibu jarinya.
"Iya. Dan gue tau gue salah. Gue minta maaf," jawabnya lirih.
"O-oke. Kalau lo mau gue pergi, gue akan pergi sekarang juga. Gue akan ngelupain segala perasaan gue ke lo dan semua yang pernah kita lakuin sebelumnya."
"Bukan gitu, Y/N..."
Kamu menepis tangannya dan berbalik. Meninggalkan Sunwoo yang hanya tak berkutik. Sunwoo lesu. Energinya terkuras habis oleh perasaan sakit di lubuk hatinya. Tak ada sedikit energipun yang tersisa untuk membuatnya menahanmu. Tapi dia tetap tidak ingin kamu pergi begitu saja. Ia ingin kamu mendengarkan, setidaknya satu kalimat saja.
"Y/N..."
Kamu menghentikan langkahmu. Kamu memejamkan matamu, memenjarakan air mata yang sebenarnya sudah mengalir. Siap memperdengarkan kalimat yang akan dituturkan laki-laki itu.
"Tanggal pernikahannya 19 April tahun ini, lo dateng ya."
🌹🌹🌹
Double update, yongs🤘
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shots [𝑻𝑯𝑬 𝑩𝑶𝒀𝒁]
Fanfictionjust some imaginations to make your heart warm. (DISCONTINUED) Most Impressive Ranking #2 Halu 16-10-2020 #7 theboyz 01-02-2021 #3 Tbz 08-04-2023