25 - Younghoon

5K 499 136
                                    

Apa yang terbesit di pikiranmu saat kamu dijodohkan oleh seseorang yang tidak kamu cintai dan kamu tidak bisa menolaknya sama sekali? Apalagi sebenarnya hatimu telah terisi oleh seseorang.

Mungkin menurut beberapa orang itu menarik dan bahkan menyenangkan, tetapi bagimu tidak sama sekali. Kamu membencinya, bahkan saat kamu tahu ia adalah direktur dari perusahaan besar. Seandainya saja kamu bisa menolak, kamu tidak akan mau menikahi laki-laki yang dijodohkan denganmu itu.

Namun, anehnya orang itu malah kelihatan tidak keberatan menikahimu, atau malah justru menginginkannya? Karena selama hampir 3 bulan menikah dengannya, ia sama sekali tidak pernah marah bahkan bersikap manis. Justru sebaliknya, kamu yang selalu marah-marah kepadanya.

Laki-laki itu bahkan tidak pernah memintamu melakukan hubungan suami istri sampai kamu siap, entah kapan kamu akan siap. Laki-laki itu terlalu baik, kamu merasa bahwa sebuah kesalahan besar menikahi laki-laki sebaik itu.

Kamu berjanji dalam hatimu bahwa kamu akan melepaskan laki-laki itu agar mendapatkan perempuan yang lebih baik  darimu saat kamu menemukan alasannya.

“Saya pulang.”

Kamu menghampirinya dan mengambil tas beserta jasnya lalu bergegas berjalan menuju kamarmu dengannya tanpa mengucapkan sepatah katapun, seperti biasa. Sementara Younghoon mengikutimu dari belakang.

“Kamu masak apa hari ini?” tanyanya antusias, masih mencoba berkonversasi denganmu.

“Yang kamu minta tadi pagi.”

“O, ya? Saya mau langsung mandi deh, abis itu makan,” ujarnya masih dengan keantusiasan, sama sekali tidak terpengaruh nada dinginmu. Dibalas olehmu dengan anggukan perlahan.

Setelah meletakkan tas dan jasnya di tempat yang seharusnya, kamu berjalan menuju dapur untuk mempersiapkan makan malam Younghoon. Meskipun Younghoon tak pernah memintanya, tetapi kamu tetap melakukan ini sebagai tanda bahwa kamu istri yang berbakti meskipun kamu tak menyukai pernikahan kalian.

“Eh? Semuanya udah siap. Padahal aku bisa ambil sendiri.” Younghoon muncul dari arah tangga dan mengusap leher belakangnya.

“Nanti habis makan kamu taruh aja di wastafel. Aku yang cuci,” katamu singkat.

“Ng-nggak! Saya aja ya yang cuci, hehe,” tolak Younghoon buru-buru. Dengan cengiran yang terlukis di bibirnya ia melanjutkan, “kamu istirahat aja. Kamu pasti capek seharian masak dan beres-beres rumah.”

Kamu mengangguk singkat. “Ya udah.”

Younghoon melunturkan cengirannya dan tersenyum. Senyuman itu, senyuman yang sering Younghoon lontarkan ketika ia berbicara denganmu. Senyuman yang tidak kamu tahu apa artinya itu. Senyuman yang entah kenapa selalu menimbulkan rasa bersalah di hatimu.

“Aku ke kamar duluan.”

Younghoon menggangguk. “Iya.”

🌹🌹🌹

“Hari ini saya libur, lho. Kamu nggak mau jalan-jalan?” tanya Younghoon yang tiba-tiba muncul ketika kamu sedang memainkan pianomu dengan nada cerianya.

Sebuah kebiasaan Younghoon yang masih sering mengejutkanmu adalah cara berbicaranya yang formal. Younghoon bilang cara berbicaranya itu terbentuk saking seringnya ia berinteraksi dengan klien-klien kerjanya sehingga lama kelamaan Younghoon jadi terbiasa.

“Nggak.” Kamu kembali menekan tuts piano.

Younghoon mengangguk-angguk sambil melontarkan senyumannya. Senyuman yang selalu ia lontarkan hanya kepadamu. Perlahan langkahnya mendekat dan berhenti dihadapan piano yang sedang kamu mainkan.

One Shots [𝑻𝑯𝑬 𝑩𝑶𝒀𝒁]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang