39 - Hwall

1K 113 34
                                    

Baca sambil dengerin Masih Sama - Avolia yaaap!

🌹🌹🌹

1 Desember 2020

"Eh, maaf, Mbak!"

Kamu meringis ngilu saat merasakan tubuhmu berdenyut akibat ditabrak seseorang. Yang menabrak pun juga ikut meringis.

"Sakit banget, Mbak?"

"Ng-nggak, kok."

Gak salah lagi.

"Saya bener-bener minta maaf, Mbak. Saya gak lihat-lihat tadi." Laki-laki itu terus-terusan membungkuk sebagai permohonan maafnya. Kamu menggeleng. "Gak apa-apa."

"Mbak mau ke mana? Saya antar ya?"

Kamu menunjuk sebuah kedai kopi yang tidak terlalu jauh dengan dagumu. "Oh, café itu? Kebetulan saya sering ke sana. Mbak kerja di sana?" tanyanya sembari membantumu berdiri. "Kakinya sakit, Mbak?"

"Iya, saya kerja di sana. Kaki saya nggak sakit, kok. Saya bisa jalan sendiri."

"Yakin, Mbak?"

"Yakin, Mas."

Namun, pemuda itu menggeleng. "Nggak, Mbak. Jangan. Saya tahu tadi saya nabrak Mbak kuat sekali. Saya antar."

"Gak usah. Cuma jalan sebentar kok, lima menit juga sampai."

"Dalam lima menit itu gak ada yang bisa jamin kalau Mbak gak akan kenapa-napa, Mbak."

Duh iyain aja deh. Maksa banget orang ini.

Ternyata sulit juga berjalan akibat terkilir setelah kejadian tabrakan tadi. Kamu sendiri tidak mengerti bagaimana kakimu bisa terkilir dan mengapa tabrakannya terasa begitu menyakitkan. Orang tabrak orang, kok, bukan kendaraan tabrak orang, tetapi sakitnya tidak main-main. Sepertinya orang ini manusia besi.

Kamu memintanya untuk berhenti memapahmu ketika kalian sudah sampai di dalam. "Sudah, Mas. Makasih banyak, ya."

Belum sempat ia menjawab, kamu sudah lebih dulu melenggang masuk ke ruang khusus staff. Setelah meletakkan tasmu, kamu siap untuk bekerja seperti biasa sebagai kasir.

"Selamat pagi, mau pesan a-lho, mas yang tadi?" Senyumanmu meluntur melihat wajah familiar dalam pandanganmu.

Dia mengangguk, kini dengan mata yang menyipit akibat senyuman. Manis senyumannya. "Udah baik-baik aja, Mbak?"

"Iya, Mas. Mau pesan apa?"

"Mbak suka kopi apa?"

Kamu mengerjap. Iris cokelatmu menelusuri maniknya untuk mencari maksud dari pertanyaannya, tetapi nihil. Kamu tetap tidak paham maksudnya apa.

"Kenapa tanya saya?"

"Udah, jawab aja, Mbak. Saya buru-buru, nih."

"Uhm, affogatto."

"Saya pesan itu."

"Baik, minum di sini atau dibawa?"

"Buat Mbak."

Kamu mengerjap lagi. Kali ini dengan ekspresi melongo. "Hah?"

Dia tersenyum, kali ini senyumannya jauh lebih manis, entah kenapa. "Buat Mbak. Saya yang bayar. Anggap aja permintaan maaf saya udah nabrak Mbak. Ini uangnya, kembaliannya ambil aja. Saya buru-buru, dadah."

Lambaian lucu dari orang itu berhasil membuatmu mematung. Bahkan selepas kepergiannya, kamu masih memandangi dua lembar uang seratus ribu itu dengan senyuman manisnya terngiang-ngiang di kepala. Baru kali ini kamu menemukan seseorang yang cukup menarik seperti dia.

One Shots [𝑻𝑯𝑬 𝑩𝑶𝒀𝒁]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang