3

8.3K 948 29
                                    

Damian sekarang sedang berada di sebuah gedung kosong. Sekarang ia menutupi wajahnya menggunakan topeng rubah hitam campur biru setengah wajah. Topeng ini sudah menjadi ciri khas jika melakukan tugasnya. Lalu untuk pakaian ia menggunakan baju berjas hitam dengan celana hitam. Ia juga menggunakan sarung tangan latex berwarna hitam.

Ia juga mendapatkan nama julukan fox ghost. Gelar itu di dapatkannya karena saat melakukan pekerjaan dia selalu lolos dari kejaran polisi. Lalu sejak saat itu ia mendapatkan gelar fox ghost karena selalu lolos seperti makhluk tak kasat mata.

Disampingnya juga ada Sena yang menggunakan topeng perak setengah wajah. Lalu menggunakan pakaian jas hitam seperti Damian.

Gedung itu terlihat kosong tanpa berpenghuni. Damian tidak tanggung-tanggung melakukan tugasnya. Ia melakukan tugasnya didalam gedung sang target.

Damian memang sangat nekat melakukan pekerjaan sebelum jam tengah malam. Lalu melakukannya ditengah kota bahkan didalam gedung perusahaan targetnya. Ia melakukannya karena merasa tertantang akan hal itu.

"Bagaimana dengan cctv? Apa kelompok peretas sudah melakukan tugasnya? Lalu apa pekerja yang lain sudah di selesaikan?" cecar Damian dengan muka datar.

"Para peretas sudah melakukan tugasnya dengan baik. Lalu untuk pekerja yang lain sudah diurus. Para peretas juga mengirim pesan dari ponsel Bos mereka yang berisi perintah pulang kerja. Jadi tidak ada siapapun lagi," papar Sena dengan menatap jalanan.

Damian mengangguk pelan. Ia berjalan menuju ruangan ceo berada. Kali ini ia tidak sadar melakukan tugasnya dan memainkan isi perut targetnya.

Dari luar ruangan terdengar suara rintihan. Suara itu membuatnya semakin bersemangat melakukan tugasnya.

Ceklek

Ia menatap keadaan orang di depannya dengan menyeringai. Keadaan orang itu terlihat sangat menyedihkan dengan beberapa luka sayatan ditangan.

"Kalian sepertinya sudah tidak sabar bermain," ucap Damian dengan mengangkat alisnya.

"Maaf Ketua kami hanya senang bermain karena sudah lama tidak mendapatkan target."

Damian hanya mengangguk pelan. Ia menatap orang di depannya dengan menyeringai.

"Halo, Rudi Kurniawan sosok pengusaha tambang yang sangat disegani. Saya hanya ingin bilang tanpa basa-basi. Ada orang yang mempekerjakan saya. Menurut anda kenapa saya menerimanya?" tekan Damian dengan muka dingin.

"Tolong ampunilah saya! Saya tidak melakukan kesalahan apapun kepada anda!"

Damian hanya mengangguk pelan. Lalu ia mulai memainkan pisau bedah miliknya.

"Arghh! Ampun!"

Sebuah pisau mulai menancap telapak kanan pria itu. Damian yang melihatnya hanya tertawa puas lalu mencabut pisaunya.

"Apakah ini sangat menyenangkan?" tanya Damian dengan menyeringai kecil.

"Apa anda ingat seorang mahasiswi yang meninggal karena bunuh diri? Saya dengar dia meninggal karena stres tidak keterima di universitas negeri impian. Saya juga mendengar dia anak yang jenius dan pekerja keras. Menurut anda anak itu memiliki masalah apa?" lanjut Damian dengan muka dingin.

Pria itu terdiam mendengar perkataannya. Ia menyeringai kecil sepertinya pria itu sudah mengingat sesuatu.

"Saya dengar ada seorang mahasiswi yang hampir tidak naik kelas dan suka membully teman sebaya nya keterima di universitas itu. Menurut anda apakah ini masuk akal?" ucap Damian dengan mengerutkan keningnya.

"Tolong ampunilah saya! Saya ... saya melakukannya karena terpaksa!"

Damian mengangguk pelan lalu mengangkat tangannya. Seketika beberapa orang berpakaian hitam mulai menarik pria itu dan meletakkan diatas meja. Mereka tidak lupa mengikat tangan juga kedua kaki pria itu.

"Mari kita mulai," ucap Damian dengan menyeringai.

Damian mulai menggores pisaunya diatas perut pria itu. Namun, sebelum itu pakaiannya sudah dilepaskan.

Darah mulai mengucur mengenai wajahnya. Ia menyeringai kecil saat melihat organ tubuh pria itu.

"Dasar pembunuh! Lepaskan ... saya ..."

Damian menatap Sena yang diangguki pria itu. Ia mengambil kedua buah ginjal dalam sekali tarikan membuat pria itu berteriak histeris. Ia segera meletakkan kedua ginjal itu ditempat yang berisi es batu.

"Kalian silahkan bermain-main. Tapi jangan sampai hati, jantung dan matanya rusak," ucap Damian dengan menatap anak buahnya.

Beberapa anak buah itu segera mendekati target mereka. Setelah itu mulai terdengar suara teriakan keras dari ruangan targetnya.

***

Sekarang pagi hari ditempat yang berbeda. Sesosok menggunakan kemeja putih dengan celana hitam formal bahkan dasi hitam ditata sangat rapi. Di lehernya juga ada tanda pengenal.

Di tanda pengenal tertulis nama Arzan Mahavir. Lelaki itu terlihat berdiri didepan gedung kepolisian untuk mengulas kasus pembunuhan Rudi Kurniawan sang pengusaha tambang terkenal.

Beberapa orang lain juga ikut berkumpul disampingnya. Ia menyodorkan mic yang bertuliskan nama perusahaannya bekerja.

Arzan Mahavir atau biasa dipanggil Arzan. Ia bekerja sebagai jurnalis di umurnya yang ke 24 tahun. Lalu ini adalah tugas yang dia jalani selama 3 tahun ia bekerja.

"Bapak untuk pertanyaan pertama. Kapan Rudi Kurniawan terbunuh lalu sekarang sudah sampai tahap pemeriksaan apa?" tanya Arzan dengan menyodorkan mic kepada kepala kepolisian.

"Korban meninggal pada pukul 21.46 malam dan ditemukan oleh sekretaris pada pagi hari didalam ruangan korban. Untuk penyelidikan kami masih pada tahap motif yang dilakukan pelaku. Saya harap para warga agar tidak panik dan selalu waspada, terima kasih."

Saat ingin bertanya lagi beberapa polisi lainnya menahannya juga beberapa wartawan lainnya. Ia menghela nafas panjang, tetapi setidaknya bisa mendapatkan sedikit informasi.

"Arzan bagaimana ini? Kita hanya mendapatkan sedikit informasi jika begini Bos akan marah."

Arzan hanya menggelengkan kepalanya. Ia juga tidak bisa melakukan hal apapun terutama melanggar kode etik jurnalistik.

"Kita hanya bisa memberikan berita ini," ucap Arzan dengan tenang.

"Apa kita menambahkan sedikit bumbu didalam berita nanti?"

Perubahan raut wajah Arzan mulai terlihat. Ia terlihat tidak menyukai ide teman kerjanya.

"Jika melakukan hal itu sama saja melanggar kode etik pekerjaan kita," ucap Arzan dengan muka datar.

Saat sedang melamun memikirkan masalah pekerjaan. Ia tanpa sengaja menabrak seseorang. Ia segera membantu orang itu sesekali minta maaf.

Namun, ia hanya bisa merasa lega saat orang itu mengatakan baik-baik saja. Ia menatap dengan mengerutkan keningnya ternyata orang itu pekerja kepolisian.

"Eh, gue denger katanya malam ini kita melakukan penyelidikan."

"Iya, masalah kasus Pak Rudi bukan. Katanya kasusnya sedikit aneh."

"Gue denger katanya orang yang bunuh itu pembunuh bayaran fox ghost. Penjahat itu selalu menjadi buronan pihak kepolisian."

"Pak Rudi matinya nggak wajar pantas aja para senior menduga ada kaitan dengan fox ghost."

"Hust! Jangan keras-keras nanti didengar orang lain!"

Arzan yang mendengar hal itu sedikit heran. Ia tidak pernah mendengar pembunuh bayaran fox ghost. Apa mungkin selama ini pihak kepolisian menyembunyikan dari publik?

"Arzan ini kesempatan bagus! Kita bisa mengikuti penyelidikan mereka malam ini!"

"Maaf senior tapi saya tidak mau melanggar hukum terutama mengganggu penyelidikan polisi," tolak Arzan dengan tersenyum canggung.

"Arzan kamu tidak dengar mereka sudah menyembunyikan pembunuh fox ghost dari publik. Ini sudah bukan hal wajar! Lalu tugas kita membuat berita kebenaran. Jika kamu tidak ingin senior ini akan melaporkan ke pihak atasan!"

"Terserah," desis Arzan dengan tatapan lurus.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Wih, sadis juga Damian😬
Lanjut!

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang