4

7.1K 922 46
                                    

Sekarang Arzan bersama seniornya terlihat menatap gedung kepolisian dengan tenang. Lalu tidak lama kemudian beberapa petugas mulai keluar dari gedung dengan membawa peralatan.

Ia menatap ke arah senior yang memfoto kegiatan petugas kepolisian. Ia hanya bisa menghela nafas panjang melihat tingkah seniornya.

"Tim 1 lakukan penghapusan jalan. Lalu Tim 2 lakukan penjagaan dikeliling gedung yang dicurigai tempat mereka beraksi. Tim 3 lakukan penjagaan keamanan gedung dan jangan sampai masyarakat tahu. Laksanakan misi sekarang!"

Petugas kepolisian segera pergi ke dalam mobil Tim. Arzan menatap kepergian mereka dengan tatapan misterius.

"Ayo cepat nanti kita ketinggalan!"

Arzan hanya mengangguk pelan. Lalu berjalan masuk ke dalam mobil dengan memegang buku tulisnya.

Mission: uncover who the fox ghost is

Tulisan itu berada didalam bukunya. Ia selalu melakukan pekerjaan dengan penuh strategi tanpa menambahkan bumbu dalam berita.

Ia menatap jalanan dengan mengerutkan keningnya. Ia sedikit heran kenapa rasanya mereka semakin mendekati tengah kota. Apakah mungkin markas pembunuh dilakukan di tengah kota?

Pergerakan mobil mulai berhenti. Ia menatap sebuah gedung berwarna putih. Gedung itu terlihat sangat sepi akan pekerja yang selalu mengelilingi lingkup kerja.

"Kenapa disini?" gumam Arzan dengan menatap gedung itu.

***

Sekarang balik lagi dengan keadaan Damian. Lelaki itu tampak asyik memainkan pisau bedah nya. Ia menatap seorang pemilik hotel yang menjadi targetnya.

"Sena ... sepertinya dua hari berturut-turut kita selalu dapat job. Apakah ini pertanda baik atau buruk?" ucap Damian dengan menyeringai kecil.

Sena yang mendengar perkataan itu hanya diam. Keringat wajahnya mulai mengucur dengan menatap tingkah Damian yang sudah begini. Mungkin saja akan ada tragedi berdarah lagi.

Didalam ruangan aula sudah dipenuhi genangan darah para pekerja hotel. Ia hanya menatapnya tanpa penuh minat.

"Sepertinya kita akan dapat cukup banyak uang," ucap Damian dengan menatap setumpuk organ tubuh.

Suara lari langkah kaki mengganggu ketenangan nya dalam melihat hasil karyanya. Ia menatap kearah anak buahnya dengan muka datar.

"Ketua diluar banyak para polisi berjaga!"

Damian hanya mengangguk pelan. Dari raut wajahnya tidak ada rasa takut sedikitpun. Ia hanya duduk tenang dengan mengambil sebuah pistol disampingnya.

"Kalian bersihkan para tikus pengganggu, jangan ada yang sampai tersisa!" perintah Damian dengan muka dingin.

Para anggota Demon Master beserta Sena segera berpencar. Sekarang hanya menyisakan Damian dengan keheningan yang dialaminya.

Damian berjalan menuju jendela dengan menatap sekilas. Ia tidak akan menyerang sebelum diserang. Ia berpikir lagipula untuk apa menyerang jika diri sendiri masih mendapatkan ketenangan.

Suara langkah kaki mulai terdengar dari balik pintu. Ia mulai mengarahkan pistolnya menuju pintu. Matanya mulai menajam setelah mendengar suara langkah kaki semakin mendekat.

Ceklek

Dua orang berpakaian kemeja tampak terkejut dengan keberadaannya. Namun, tidak lelaki yang tampak muda. Lelaki itu tampak terkejut, tetapi secepatnya mengubah ekspresi wajah.

"Oh, apakah petugas kepolisian mulai menggunakan cara licik? Mereka menggunakan pemuda untuk mengecoh lawan," ucap Damian dengan terkekeh kecil.

Lelaki itu hanya diam dengan menatapnya. Ia sedikit heran karena lelaki itu tidak takut dengan keberadaannya. Biasanya jika melihat seorang penjahat dikeliling puluhan mayat akan lari terbirit-birit.

Cahaya kamera mulai mengenai wajahnya. Kali ini ekspresi wajahnya menjadi suram. Ia mengangkat pistolnya lalu menarik pelatuk dalam sekali tembakan orang itu langsung mati ditempat.

"Heh, baru kali ini saya membunuh tanpa mengambil organ target," ucap Damian dengan membersihkan pistolnya.

Suara langkah kaki menuju ke arahnya. Tiba-tiba saja orang itu ingin memukulnya. Namun, hal yang patut di syukuri ia memiliki naluri sebagai pembunuh. Ia dapat merasakan ada bahaya sehingga langsung menghindar.

Lelaki itu sekali lagi ingin menyerang dirinya. Damian segera menghindar lalu memukul perut lelaki itu dengan keras. Lelaki itu seketika tersungkur ke lantai dengan kondisi memegang perutnya.

"Makanya jadi anak yang baik dulu, jangan menyusahkan orang tua!" seru Damian dengan menatap datar lelaki itu.

Namun, dirinya terlalu meremehkan pemuda itu. Ia mendapatkan pukulan di kaki hingga membuatnya berlutut.

Damian segera berdiri lalu melakukan penyerangan dengan brutal. Namun, tidak ada yang saling mengalah hingga pada akhirnya lelaki itu tampak kelelahan.

Lelaki itu berhenti tapi tangannya segera melepaskan topeng rubahnya. Ia terkejut karena topengnya terlepas.

Ia segera mendorong tubuh lelaki itu ke bawah. Ia memegang kartu identitas yang menunjukkan nama Arzan Mahavir.

"Ternyata kamu itu jurnalis? Saya tidak menyangka jurnalis muda seperti kamu akan berani melanggar etika kerja," ucap Damian dengan menyeringai.

Arzan hanya menatap wajah Damian dengan diam. Dari atas ia melihat wajah Damian yang masih terlihat seperti seumuran dengannya.

"Lalu saya tidak menyangka seseorang yang mendapatkan gelar dokter muda di masanya. Damian Bachtiar ternyata kamu seorang pembunuh yang selalu menjadi buronan polisi," ucap Arzan dengan tersenyum tipis.

Arzan menatap wajah Damian cukup lama. Wajah dan sifatnya itu membuatnya sedikit terpana.

"Ketua semua tikus sudah dibasmi, apakah saya boleh masuk?" tanya Sena dari balik pintu.

Damian yang mendengar hal itu seketika menjadi panik sendiri. Ia melepaskan tangannya dari lengan Arzan. Kemudian mengambil darah yang mengalir di lantai dan mengelap ke wajah lelaki itu.

"Diam atau nyawa kamu tidak akan selamat!" desis Damian disaat Arzan ingin protes.

Arzan hanya diam bak batu dengan menutup matanya. Damian menatap ke arah pintu dengan muka datar.

"Masuk!" seru Damian dengan muka datar.

Damian sedikit was-was saat anak buahnya masuk. Ia menggelengkan kepalanya kenapa sekarang dirinya menjadi takut sama anak buah sendiri.

"Ketua anda kenapa?" tanya Sena dengan mengerutkan keningnya.

"Tidak ada apa-apa. Saya hanya teringat putra saya yang masih sekolah," dalih Damian dengan mengangkat bahunya.

Sena yang mendengar hal itu hanya bisa menghela napas panjang. Ia sebenarnya mengetahui jika Damian sangat menyayangi putranya, tetapi semenjak kejadian 4 tahun yang lalu membuat semuanya berubah.

Damian berjongkok di hadapan Arzan dengan mengambil pistolnya. Ia menatap wajah lelaki itu dengan muka datar.

"Kali ini kamu aman, tapi jika semua hal ini tersebar nyawa kamu akan melayang saat itu juga," bisik Damian dengan tatapan menusuk.

Damian berdiri dengan menatap ke arah kamera dua jurnalis itu. Ia mengambilnya lalu membawanya pergi diiringi oleh anggotanya yang lain.

Kini tersisa Arzan sendirian bersama tumpukan mayat. Ia membuka matanya dengan perlahan.

Ia berdiri dengan mengelap wajahnya yang terkena darah. Ia menghela nafas gusar dengan menatap para tumpukan mayat. Namun, hal yang di syukuri dia tidak terbentang didekat mayat.

"Apa yang dipikirin oleh lelaki itu?" gumam Arzan dengan menatap sekeliling ruangan.

***

Jangan lupa vote dan komen:)
Cuman Arzan yang hidup😬
Lanjut!

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang