Damian mulai mengambil pisau dari sepatu dengan perlahan-lahan. Kemudian ia membalik tubuhnya dengan melempar pisaunya. Namun, pisau itu hanya menancap pada lemari.
"Intuisi kamu sangat luar biasa," ucap Arzan dengan bertepuk tangannya.
"Cih, rupanya kamu!" geram Damian dengan berjalan mengambil pisaunya. Lalu ia menyimpan pisaunya di dalam sepatu dirinya.
Damian menatap hasilnya yang lumayan bagus. Namun, emosinya menjadi naik saat melihat wajah lelaki itu lagi-lagi dirinya ketahuan.
"Hey! you warna die?" celetuk Damian dengan menyeringai.
"Boleh saja tapi kita akan mati bersama," sahut Arzan lalu segera berjalan mendekat Damian.
Cup
Bibirnya dikecup lelaki itu. Namun, tidak hanya kecupan melainkan sebuah ciuman penuh lumatan.
Damian memberontak. Ia sudah mengambil pisau dan ingin membunuh lelaki itu. Namun, Arzan dengan cepat membuang pisaunya.
Arzan mendorong tubuhnya lalu mengangkat hingga dirinya terduduk di atas meja. Lelaki itu bahkan menggigit bibirnya cukup kasar membuatnya mendesis kesakitan.
Lidah mereka saling bertautan. Suara lumatan bibir mulai bergema didalam ruangan.
Tangan Arzan mulai menyingkap bajunya. Tubuhnya seketika merinding tatkala sebuah jari mulai memainkan putingnya.
"Ughh..."
"Arza ... apa kamu yakin ingin melakukan itu di depan mayat?" tanya Damian dengan nafas tersengal-sengal saat ciuman mereka lepas.
Arzan sontak menyeringai. Ia tidak menyangka lelaki itu akan menerima perlakuan darinya dengan begitu mudah.
"Kamu sepertinya sangat menyukai sentuhan dariku," bisik Arzan dengan mengecup pipinya.
Damian yang mendengar itu seketika menjadi malu. Ia juga tidak tahu tubuhnya selalu berkata lain saat lelaki itu memberikannya sentuhan. Ia dapat merasa wajahnya mulai memanas.
"Jangan bilang wajah gue udah merah," batin Damian dengan memegang pipinya.
Arzan yang melihat itu seketika menjadi gemas. Sekarang Damian sangat lucu jika malu-malu. Mungkin sekarang ia sangat suka melihat ekspresi malu lelaki itu.
"Aku suka kamu seperti ini. Itu terlihat menggemaskan," ucap Arzan dengan mengelus pipi Damian.
Saat Damian ingin protes. Tiba-tiba tubuhnya di gendong oleh lelaki itu. Ia memekik tertahan karena cukup terkejut dengan sikap lelaki itu.
Namun, kali ini ia tidak protes lain karena tubuhnya sedikit lemas. Ia hanya meletakkan dagunya diatas pundak Arzan dengan wajah cemberut.
"Eh, tunggu! Pisau aku ketinggalan," ucap Damian dengan mata melotot.
Arzan yang mendengar perkataan Damian seketika menjadi bahagia sepertinya lelaki itu masih tidak sadar dengan gaya bicaranya. Ia segera berjalan menuju tempat pisau Damian berada.
"Jangan ambil kalau kamu tidak pakai sarung tangan!" seru Damian dengan turun dari tubuh Arzan.
Damian segera mengambil pisaunya. Ia juga mulai membersihkan bukti sepertinya bubuk putih dan jejak mereka.
Damian berjalan menuju Arzan dengan melebarkan tangannya. Arzan hanya tertawa kecil lalu kembali menggendong tubuhnya lelakinya. Arzan hanya berharap jika Damian menjadi lelakinya.
"Aku suka sifat kamu yang begini," ucap Arzan dengan menatap mata Damian.
"Diam aku malas bicara," tekan Damian dengan menutup matanya perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Medicine (END)
RomansCerita tentang orang tua Reza (Eternal Love Of Dream) Damian Bachtiar sosok yang dikenal sebagai mafia kejam. Namun, sifat kejam nya juga punya alasan tertentu baginya terutama untuk putranya. Pertemuan singkat dengan seorang jurnalis muda membuat...