34

4.8K 711 33
                                    

Damian terlihat bernyanyi kecil. Ia tidak seperti orang lain yang terlihat masih syok karena baginya ini hal biasa.

"Aku teko kecil yang mungil," ucap Damian dengan menatap ke arah orang-orang.

Semua orang seketika mengalihkan pandangannya. Beberapa dari mereka ada yang tertawa mendengar suara cempreng dari lelaki itu.

"Ini gagangku dan ini corongku," sahut Nika dengan tertawa kecil.

"Bapak ada-ada saja, deh!" lanjut Nika dengan mengelus air matanya yang keluar.

Damian hanya tersenyum tipis. Selama ia tinggal disini entah mengapa merasakan jika orang yang dianggap buruk ternyata bisa dijadikan seorang teman.

Arzan yang melihat itu seketika mengepalkan tangannya. Namun, ia harus menahan rasa marah karena mereka tidak memiliki hubungan yang spesial.

"Pak ... sepertinya suami anda sedang cemburu," bisik Nika dengan melirik kearah Arzan.

Damian hanya melirik sekilas. Kemudian ia kembali bernyanyi tanpa memperdulikan keberadaan lelaki itu. Sekarang ia hanya ingin melihat tingkah cemburu lelaki itu seperti apa.

Namun, ternyata tidak menyenangkan sama sekali. Lelaki itu hanya diam dengan berjalan ke arahnya.

"Ian ..."

Pembicaraan Arzan terpotong saat mendengar suara beberapa kendaraan. Damian berjalan lalu melompat ke atas batu dengan mudah. Namun, beberapa orang terkejut histeris melihat aksi lelaki itu.

"Hey, Nak! Tolong jauhkan batu ini!" teriak Damian dengan duduk santai. Justru lelaki itu terlihat memakan roti yang telah dibawa olehnya.

Sang anak yang melihat itu hanya mendengus. Remaja itu mungkin sedikit bosan melihat tingkah aneh dari sang ayah.

"Black Devil bantu buang batu ini!" teriak Reza yang di sambut baik oleh para anggotanya.

Sena juga meminta para anggota Demon Master yang lain. Mereka segera menyingkirkan beberapa batu itu walaupun sedikit mengalami kesulitan. Namun, pada akhirnya mereka bisa membuka jalan.

Reza segera berjalan menuju Damian. Namun, tidak lama ia menatap tajam ke arah Arzan.

Remaja itu mulai berlari ke arah Arzan. Namun, ditahan oleh para anak buahnya. Damian yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.

"Lepasin gue! Dasar pria murahan! Udah gue bilang jangan dekati ayah!" teriak Reza dengan memberontak. Tatapan matanya tersirat kebencian yang mendalam.

Nika segera menerobos kerumunan. Ia melihat sosok remaja yang menjadi anak dari direktur rumah sakit dirinya bekerja.

"Shit! Kenapa juga ada wanita murahan disini?!" sergah Reza dengan maju ke depan. Para anak buahnya seketika juga ikut terseret maju.

Anta bahkan ikut terseret. "Anjay, Reza! Kalau mau berantem jangan disini! Mending di ring tinju!"

"Reza lo harus sabar," tegur Rendra yang mencoba menahan tubuh Reza. Namun, kenyataannya kekuatan Reza cukup besar ditambah lelaki itu sudah marah sehingga sangat susah dikendalikan.

"Gue nggak bisa sabar! Mereka berdua pasti penyebab kematian bunda gue!" desis Reza dengan muka dingin.

"Emang, ya. Orang murahan itu cocok bersama!" lanjut Reza dengan menggeram marah.

Damian hanya bisa menghela napas. Sang anak itu sangat susah di tenangkan jika sudah emosi. Setelah kejadian mantan istrinya meninggal bahkan sampai sekarang sang anak masih saja benci dengannya.

"Lho, Reza! Kamu jangan salah paham dulu! Saya tidak suka lagi sama Ayah kamu," sanggah Nika dengan meringis kecil.

Nika sebenarnya sudah mendapatkan kemarahan dari Reza dulu. Remaja itu jika sudah benci akan selalu dendam dengan perlahan alias membuat malu sang target. Dulu ia pernah di buat malu dihadapan rekan kerja dan para teman remaja itu.

"Sekarang ayah kamu sudah pacaran sama jurnalis itu. Siapa namanya, ya? Oh, iya! Arzan namanya!" seru Nika dengan cengengesan.

Reza yang mendengar itu sontak tertawa kecil. Ia mengepalkan tangannya hingga buku kukunya menutih.

Reza menipis tangan para sahabatnya. Kemudian memukul kaca bus hingga terdengar suara kaca pecah. Ia tidak peduli tangannya yang sedang berdarah.

Semua orang yang berada disana sontak berteriak histeris. Damian segera menghampiri sang anak. Lalu memegang tangan sang anak yang berdarah.

"Hey, Nak. Mulai sekarang sepertinya kamu harus bisa mengendalikan emosi," ucap Damian yang segera mengobati luka sang anak.

Reza hanya diam karena sedang menahan amarah. Ia bahkan tidak merasa kesakitan saat diobati.

Tiba-tiba ada beberapa mobil yang lewat. Mobil itu berhenti lalu keluar dengan berjalan menghampiri mereka.

"Ada apa ini?"

Reza tertegun dengan menatap sosok lelaki didepannya. Sekarang ia melihat sosok teman sekolahnya. Namun, lebih tepatnya murid yang selalu membuatnya susah.

"Tidak ada apa-apa hanya seorang penjahat. Bapak bisa pergi dengan tenang, tapi saya sarankan untuk lebih berhati-hati."

"Baiklah, kami pergi dulu. Vanda ayo cepat pergi! Lalu kamu Anta kalau sudah selesai jangan lupa pulang."

Vanda meringis kecil saat tangannya di cengkeram dengan erat oleh sang papah. Reza melihat dengan seksama. Ia menemukan sebuah luka lebam di wajah lelaki itu.

Semua orang juga mengetahui. Namun, tidak ada yang berani menegur pengusaha kaya dihadapannya.

"Apa bapak yakin membawa Vanda? Apalagi keadaan anak bapak sedikit memprihatinkan," celetuk Reza yang disambut senyuman oleh Damian.

"Ini bukan urusan kamu anak kecil."

"Justru ini urusan saya sebagai wakil ketua osis. Kekerasan terhadap anak itu tidak baik. Sekarang juga anda bisa ditangkap dengan kasus kekerasan terhadap anak," ucap Reza dengan mengangkat bahunya.

"Kamu ..."

"Sudah, Mas. Sebaiknya kita pergi dari sini. Mereka pasti sudah menunggu cukup lama."

Semua orang hanya bisa merasa kasihan. Mereka juga tidak bisa berbuat macam-macam dengan para pengusaha itu.

"Anta apa nggak bisa bantu kakak sepupu lo itu?" tanya Reza yang sedari dulu ingin ditanyakan olehnya. Ia juga tidak terlalu memperdulikan, tetapi ia mengkhawatirkan jabatannya di organisasi osis.

"Loh, kenapa lo bilang begitu? Bukannya lo benci sama sepupu gue," ucap Anta dengan mengangkat alisnya.

Reza hanya diam tanpa menyahuti perkataan dari Anta. Rendra yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Reza bisa dibilang seperti anak kecil yang labil.

"Kamu menyukai dia, Nak?" ledek Damian dengan tertawa mengejek.

"Tidak, saya tidak seperti anda yang suka kepada siapa saja," desis Reza dengan menatap tajam.

Damian mendengus. "Hey, Nak. Kamu itu ikut sifat siapa? Perasaan dulu ayah tidak seperti itu."

Sena yang mendengar itu seketika memutar matanya. Lelaki itu sepertinya tidak sadar jika kedua memiliki sifat dan wajah seperti pinang dibelah dua.

Damian waktu SMA itu sangat keras kepala dan suka bicara menusuk tidak peduli jenis kelamin apapun. Orang yang mendengar perkataan lelaki itu pasti akan sakit hati. Namun, untuk sekarang perkataan menusuk itu mulai berkurang.

Namun, yang membedakan Damian itu terlihat cukup ramah dan tenang. Reza sangat berbeda karena memiliki sifat yang cuek dan pemarah.

"Saya menuruni sifat ayah," ucap Reza dengan muka datar.

"Terserah, ayo pulang ke rumah!" ajak Damian dengan menarik tangan sang anak.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Langsung jinak liat pujaan hati Reza😂
Lanjut!!

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang