21

5.3K 756 68
                                    

Damian mulai menyiapkan peralatannya dengan penuh berhati-hati. Ia menggaruk tengkuknya tatkala melihat pakaiannya yang tampak berantakan.

"Reza ... tolong ayah buat pakaian ini ke dalam koper!" teriak Damian dengan muka masam, tangannya masih saja mencoba membenarkan pakaiannya.

Lalu tidak lama muncul Reza dengan muka masam. Lelaki itu menggunakan seragam sekolah miliknya.

"Ketua saya di sini cukup heran. Diantara kita berdua siapa yang jadi ayah dan anak?" cibir Reza dengan berjalan menuju Damian.

Lelaki itu segera merapikan pakaian sang ayah ke dalam koper. Namun, mulut masih saja menggerutu seperti orang tidak ikhlas.

"Dih, wajar, dong! Ayah ini kan pria jadi kalau tidak bisa urusan rumah jelas kalah," sahut Damian dengan memutar matanya.

"Anda kira saya ini apa? Manusia tanpa jenis kelamin begitu?" desis Reza dengan menutup koper dengan mudah.

"Lagipula jadi pria itu juga harus bisa urusan rumah. Saat istri sibuk jadi suami bisa bantu beban," lanjut Reza dengan merapikan pakaiannya yang tampak kusut.

Damian hanya mengangguk pelan tanpa berkeinginan menjawab. Ia juga mengetahui sang anak dengan dengan mantan istrinya. Lelaki itu juga selalu membantu sang bunda mengurus rumah.

"Iya, lagipula ayah tidak ingin menikah. Jadi duda lebih enak dan bebas mau berbuat apapun," sahut Damian dengan mengangkat bahunya.

"Saya pegang janji ketua," ucap Reza dengan menyeringai.

"Lah, kapan ayah bikin janji sama kamu?" tanya Damian dengan mengangkat alisnya.

"Kapan-kapan," sahut Reza lalu berjalan pergi meninggalkan ruangan.

"Memang aneh anakku itu," gumam Damian dengan menggelengkan kepalanya.

***

Sekarang Damian membawa kopernya dengan bersiul kecil. Ia menggunakan kacamata hitam untuk melindungi matanya dari cahaya matahari.

Namun, yang mengejutkan ternyata para petugas medis lainnya sudah berhadir cukup lama. Ia hanya bisa meminta maaf secara formal.

"Pak Damian ke sini saja sama kami!"

Damian hanya tersenyum tipis. Ia segera berjalan menuju para dokter muda. Ia sangat menyukai sikap ramah para dokter ini.

Ia juga sedikit bersyukur karena para wanita yang berada di rumah sakit naungan dirinya kebanyakan sudah punya pasangan. Jadi ia tidak perlu takut risih dengan hal yang satu ini.

Ada satu orang yang sudah diusir dirinya dengan cara kasar. Namun, gadis itu seolah tidak peduli dan terus mengejar dirinya.

Namun, ada lagi yang lebih sial. Gadis itu sudah masuk kerja setelah melakukan bantuan medis ke luar kota.

"Pak Damian ... lebih baik kamu duduk sama aku saja."

Damian yang mendengar sontak menepis tangan gadis itu. Ia bisa saja mempecat gadis itu, tetapi ia masih melakukan profesional dalam bekerja. Lalu kerja gadis itu juga sangat bagus sehingga sayang untuk dipecat begitu saja.

"Nika bukankah Pak Damian sudah menolak kamu dengan tegas. Seharusnya kamu itu sadar diri."

"Anika Denallie tidak akan pernah menyerah begitu saja," desis Nika dengan menatap tajam.

"Cih, lo itu kayak cewek murahan tau nggak! Mending cari cowok yang seumuran sama lo!"

"Terserah gue, dong!" teriak Nika dengan menatap tajam.

"Nika pergi dari sini atau kamu akan saya usir secara kasar," tekan Damian dengan muka dingin.

Akhirnya Nika memilih pergi dari Damian dan para dokter muda itu. Gadis itu masih memiliki rasa takut dengan direktur utama mereka.

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang