17

5.3K 770 101
                                    

Damian yang mendengar hal itu sontak melotot tajam. Lelaki itu memang tidak tahu malu mengecup pipinya didepan pegawainya.

Ia mendorong tubuh Arzan dengan wajah memerah menahan malu. Apalagi para dokter dan perawat yang berada di kantin juga menatap dirinya.

"Kamu itu apaan, sih?!" geram Damian dengan menatap tajam.

Arzan bukannya pergi malah semakin mendekati dirinya. Lelaki itu bahkan mengacak rambutnya dengan tersenyum lebar.

"Memangnya salah jika aku melihat calon pacar," sahut Arzan dengan tertawa kecil.

Para penghuni kantin sontak mulai berbisik-bisik. Ia menduga akan terjadi berita hangat bagi pegawai rumah sakitnya.

"Ini Sena dimana lama sekali," batin Damian dengan mengetuk-ngetuk jarinya diatas meja.

Namun, tidak lama Sena datang dengan membawa makanan. Ia sontak berdiri ingin duduk disamping Sena.

Tiba-tiba saja Arzan menarik tangannya. Lalu tangan lelaki itu mulai merengkuh pinggangnya cukup erat.

"Duduk disini saja," bisik Arzan dengan suara dalam. Suara hembusan angin mengenai lehernya dan itu membuatnya menjadi geli sendiri.

"Jauh-jauh dari saya sebelum pisau ini melayang kepada kamu," desis Damian dengan mendorong tubuh Arzan.

Damian menatap lelaki itu dengan tajam. Lelaki itu memang selalu membuatnya kesal di situasi apapun. Jika lelaki itu tidak lebih muda darinya dan punya masalah mungkin nyawanya melayang dari awal.

Sena yang melihat itu tidak berkeinginan ikut campur. Namun, ada yang membuatnya cukup heran dan tidak bisa tanpa bertanya.

"Damian apa semenjak istri lo meninggal udah jadi belok haluan?" celetuk Sena dengan mengerutkan keningnya. Jika berurusan begini baru lelaki itu menggunakan bahasa gaul kepadanya.

"Cih, gue nggak pindah haluan. Dia aja yang kaya lintah nempel mulu," cibir Damian dengan melirik Arzan sekilas.

Sena yang mendengar itu sontak tertawa kecil. Lalu Damian mulai melanjutkan acara makannya dengan cukup kesal.

Arzan yang melihat itu sontak merasa gemas. Lelaki itu sudah umur kepala tiga, tetapi masih terlihat menggemaskan. Sekarang ditambah lelaki itu tampak menggembungkan pipinya saat menyantap makanan.

"Kamu sangat menggemaskan," celetuk Arzan dengan mencubit pelan pipi Damian.

Damian yang mendengar itu sontak tersedak. Ia memukul pelan dadanya sambil batuk.

Arzan yang melihat itu segera memberikan minum. Ia juga mengelus pundak Damian dengan lembut. Ia sangat khawatir melihat lelaki itu terluka.

"Sudah baikan?" tanya Arzan dengan raut wajah khawatir.

"Eum," sahut Damian dengan mengangguk pelan.

Arzan menatap mata merah lelaki itu. Ia mengelus pipi Damian dengan lembut. Ia merasa bersalah karena membuat lelaki itu tersedak.

"I'm sorry, sweetie," ucap Arzan dengan tersenyum sendu.

Damian yang mendengar itu sontak tertegun. Ia menatap kearah Arzan yang terlihat sangat menyedihkan. Kenapa rasanya dirinya terlihat seperti penjahat walaupun itu memang kenyataan.

Tatapan memohon dari lelaki itu mengingatkan dirinya kepada anjing lucu di video. Ia menghela napas panjang lalu memegang tangan Arzan yang berada di pipinya.

"Jangan memperlihatkan wajah menyedihkan dihadapan saya," ucap Damian dengan mendengus malas.

Arzan yang mendengar hal itu sontak tersenyum lebar. Ia segera memeluk erat tubuhnya.

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang