8

6K 864 58
                                    

Damian mengucek matanya dengan perlahan. Ia menghela napas saat melihat setumpuk berkas yang berada diatas mejanya.

Ia bangkit dari tempat duduk nya. Ia menatap jam yang menunjukkan pukul 10 malam.

"Sepertinya ketiduran cukup lama," gumam Damian dengan menghela napas gusar.

Damian mengelap wajahnya. Ia mulai membereskan barangnya dengan segera karena sudah jam malam. Kemungkinan putranya sudah menunggu, jika tidak kita lihat apa uang saku masih berjalan.

Saat keluar dari ruangan beberapa dokter mulai menghampirinya. Sena juga berlari menuju dirinya dengan napas tersengal-sengal.

"Ketua dari tadi diluar banyak para wartawan ingin bertemu dengan anda," ucap Sena dengan mengelap keringat yang bercucuran.

Damian mengerutkan keningnya. "Apa kalian tidak bisa mengusir mereka?"

"Sudah dicoba tapi mereka terus kekeh ingin bertemu dengan anda," timpal Sena dengan muka serius.

Damian yang mendengar hal itu seketika menghela nafas gusar. Kali ini ia sungguh lelah dan ingin berbaring diatas kasurnya.

Saat dijalan tiba-tiba saja ada seseorang yang memegang tangannya. Ia sontak sangat terkejut dan ingin membanting orang yang membuatnya terkejut. Namun, ia menghentikan langkahnya saat mengetahui orang didepannya itu seorang wanita.

"Terima kasih Pak Dokter karena sudah membantu putri saya melakukan operasi."

Damian mengerutkan keningnya. Lalu teringat seorang gadis kecil yang di operasi hari ini.

"Itu sudah tanggung jawab saya. Lagipula saya tidak melakukan apapun," sanggah Damian dengan tersenyum tipis.

"Kalau begitu saya permisi dulu," lanjut Damian berjalan pergi meninggalkan bangunan. Ia berjalan dengan mengendap-endap bahkan melepaskan jas dokternya.

Damian akhirnya bisa bernapas lega saat bisa lolos dari kejaran para wartawan. Setelah itu dia segera menancap gas takutnya ada orang yang melihatnya.

***

Damian segera turun dari mobilnya. Ia hanya memarkirkan mobilnya di pekarangan rumahnya.

Ia menatap sebuah mobil hitam. Ia mengerutkan keningnya rasanya dirinya pernah melihat mobil itu tapi dimana.

Saat ingin membuka pintu rumah samar-samar ia mendengar suara ribut. Ia segera membuka pintu dengan berlari.

Lalu ia melihat putranya yang tampak mencekik seseorang dengan dasi di tangannya. Reza berdiri dibelakang lelaki itu dengan menarik dasinya.

"Hey, Nak! Itu tidak keren sama sekali. Dimana sifat psikopat kamu itu?" celetuk Damian dengan duduk disamping lelaki yang tampak memberontak ingin mengambil napas.

Damian melirik kecil. Lelaki itu ternyata Arzan lalu dibawah kakinya ada dua koper dengan kamera diatas kopernya. Ia juga tidak berminat menolong lelaki itu sama sekali.

"Ketua ... dia orang yang didalam foto itu bukan. Saya tidak ingin memiliki ibu lagi!" sergah Reza dengan memperkuat tarikannya.

Damian yang mendengar hal itu seketika tersedak. Ia menatap tajam ke arah putranya. Memang pada dasarnya Reza selalu membuatnya darah tinggi.

"Ayah tidak nikah lagi!" geram Damian dengan tersenyum dibuat-buat.

Reza masih mencekik leher Arzan. Namun, kali ini dia sedikit lengah. Arzan segera berdiri lalu mengecup pipi Damian.

Damian sontak tertegun. Ia memegang pipinya yang barusan dicium oleh lelaki itu. Jantungnya seketika berdetak dengan kencang bahkan wajah mulai memerah menahan malu.

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang