40

5.3K 709 55
                                    

Arzan menatap Damian dengan tersenyum tipis. Ia melirik kecil ke arah Damian dengan mengacak rambutnya.

"Kamu tenang saja Reza sudah tidak marah. Dia melakukan itu hanya khawatir sama kamu," ucap Arzan dengan tersenyum tipis.

Damian menghela nafas gusar. "Dia itu sangat membenci saya."

"Bukan ... dia hanya kecewa sama kamu. Kenapa kamu harus menanggung semua ini? Kamu bisa saja memberitahu anak itu tentang yang terjadi sebenarnya," ucap Arzan dengan mengelus pipi lelaki itu.

Damian merasa pipinya menjadi panas. Jantungnya berdetak dengan kencang seiring waktu. Ia bingung dengan perasaan dirinya. Ia tidak yakin dengan apa yang terjadi.

"Itu aku ... saya tidak ingin Reza sedih mendengar hal yang sebenarnya. Dia cukup tahu jika ayahnya seorang pembunuh bundanya," ucap Damian dengan tersenyum sendu.

Arzan tersenyum tipis. Ia membawa lelaki itu ke dalam pelukannya. Ia bangga dengan sifat tangguh lelaki itu.

"You're an incredible dad," puji Arzan dengan tersenyum lebar.

Damian tersenyum lebar. Ia tidak pernah mendapatkan pujian seperti itu.

"Thanks for everything," ucap Damian dengan tersenyum.

Arzan hanya mengangguk. "Nah, jika begini kamu kelihatan tambah cantik."

"Dih, sembarangan! Aku ini pria tahu!" geram Damian dengan menatap tajam.

"Cantik itu tidak hanya buat wanita. Pria juga bisa disebut cantik," ucap Arzan dengan tertawa kecil.

"Tapi ..."

"Aku suka," celetuk Arzan.

"Suka apa?" tanya Damian dengan mengerutkan keningnya.

"Suka kamu," goda Arzan dengan mencolek pipi Damian.

Damian menatap sinis. "Jangan bercanda."

"Dari sekarang kita pakai kata aku dan kamu. Aku suka dengar kamu pakai kata itu," ucap Arzan dengan tersenyum lebar.

Damian terdiam cukup lama. Akhirnya ia menyadari jika tadi menggunakan kata aku saat berbicara.

"Nggak mau ..."

"Loh, emangnya kenapa? Bukannya kita udah deket. Lalu mending pakai bahasa sehari-hari. Kamu itu ngomong terlalu kaku," ucap Arzan dengan tersenyum lebar.

"Ya, terserah kamu aja," sahut Damian dengan memutar matanya.

Arzan tersenyum manis. Damian yang melihat itu seketika menjadi terkejut. Namun, secepat mungkin mengubah ekspresi wajahnya.

"Kamu nunggu apa lagi?" tanya Damian dengan mengangkat alisnya.

"Nanti malam kamu pakai baju yang rapih. Aku mau jemput kamu jalan-jalan," ucap Arzan dengan tersenyum lebar.

Damian mengangkat alisnya. Ia terlihat agak ragu. Kemudian memilih mengangguk pelan.

Cup!

"Dandan yang cantik, ya!" seru Arzan dengan berlari kecil keluar rumahnya.

Damian terkesiap. Ia mengelus pipinya dengan tatapan kosong. Kemudian ia menggelengkan kepalanya.

"Dasar berondong!" gerutu Damian dengan muka masam.

***

Damian menatap cermin dengan merapikan rambutnya. Ia juga melihat penampilannya dengan tersenyum lebar. Ia menggunakan kaos putih dan celana hitam dilapisi kemeja kotak-kotak cokelat tua.

Damian menyadari sesuatu. Ia menggaruk tengkuknya.

"Kenapa aku keliatan kayak orang ingin kencan? Damian kamu nggak boleh mikirin macam-macam," ucap Damian dengan menepuk pelan pipinya.

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang