14

5.2K 765 57
                                    

Damian keluar dari kamarnya dengan menatap layar ponselnya. Ia berjalan hingga tidak menyadari sudah sampai di depan ruang makan.

Bruk!

Ponselnya terjatuh cukup keras. Ia sepertinya harus banyak menyimpan banyak stok kesabaran.

Ia berpikir bahwa sudah cukup dua kali alat elektronik miliknya jatuh. Ia tersenyum masam jika memikirkan kejadian malam tadi.

Namun, ada yang di syukuri olehnya. Hari ini merupakan minggu juga dirinya mengambil cuti untuk menikmati hari libur bersama putranya.

"Kamu lagi! Bukankah sudah saya pinta pergi dari rumah ini," desis Damian dengan menatap tajam.

Arzan menatap Damian dengan tertawa kecil. Ia mengacak rambut Damian dengan menahan gemasnya lelaki itu.

"Aku sudah bilang bukan, jika aku akan tinggal disini selama satu bulan. Lalu anak kamu juga sudah bilang kalau masih memerlukan aku," sahut Arzan dengan tersenyum lebar.

Damian mendengus kesal. Lalu mengambil vas bunga yang ada disampingnya.

"Lempar, nih!" seru Damian dengan melotot tajam.

Arzan yang mendengar itu segera melangkah lebih dekat. Lalu mengangkat tangan Damian yang memegang vas bunga dengan meletakkannya di atas kepalanya.

"Pukul saja aku tahu pasti kamu tidak akan pernah melakukannya," ucap Arzan dengan menatap bola mata Damian.

Damian menatap tajam lalu meletakkan vas bunga kembali kepada tempatnya. Lalu ia mengambil ancang-ancang tanpa diketahui oleh lelaki itu.

Plak!

Arzan mengelus keningnya. Ia menatap Damian dengan tatapan tidak percaya.

"Kamu kira saya tidak berani? Hell, no! Ini belum seberapa," ucap Damian dengan menatap tajam.

Damian berjalan meninggalkan lelaki itu. Tiba-tiba saja tubuhnya melayang ke atas. Ia yang belum siap sontak memekik tertahan.

"Ya, dasar orang gila!" umpat Damian dengan mencekik leher Arzan cukup keras.

"Heh, jangan gerak-gerak nanti kita bisa jatuh!" seru Arzan dengan menahan rasa sakit dilehernya.

Saat melakukan aksi perdebatan tanpa sadar mereka ditatap oleh para bodyguard dan salah satu asisten rumah tangga. Jika dilihat-lihat dari sudut pandang, mereka tampak menyukai perubahan ini.

"Ketua manja."

"Seumur hidup saya tidak pernah melihat ketua mengumpat bahkan manja begitu."

Namun, yang mereka lihat itu adalah kesalahan besar. Mereka hanya melakukan perdebatan masalah menurunkan tubuh Damian.

"Drop me off here!" seru Damian dengan menarik rambut lelaki itu.

Arzan sontak berteriak saat rambutnya dijambak. Akhirnya Arzan menurunkan tubuh lelaki itu di ruang keluarga.

"Hey, apakah makanan sudah siap?" tanya Reza dengan mengucek matanya sepertinya lelaki itu baru saja bangun dari tidurnya.

Arzan yang mendengar itu hanya tersenyum. Ia segera berjalan menuju dapur lalu menyajikan makanan di meja.

"Come on, food's ready!" seru Arzan dengan tersenyum tipis.

"Ayolah kalian jangan pakai bahasa Inggris terus!" geram Reza yang cukup kesal harus berpikir di pagi hari. Lalu berjalan duduk di kursi.

Damian berjalan menuju sang anak. Lalu tertawa kecil melihat raut kesal dari anaknya. Melihat seseorang kesal seperti punya kebahagiaan tersendiri.

"Hey, Nak. Bukankah kamu bisa bahasa Inggris, kenapa terlihat seperti orang susah?" ledek Damian dengan mengambil beberapa lauk dan sayur.

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang