7

6K 845 38
                                    

Damian menghela nafas lega. Akhirnya operasi terbuka yang dilakukannya berjalan dengan mulus.

Ia meminta para petugas medis lain membawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Ia menatap para korban yang sudah mulai berkurang. Ia kembali melanjutkan pertolongan kepada para korban.

"Dokter Damian, terima kasih atas kerja samanya."

Damian hanya mengangguk pelan lalu berjalan pergi. Para wartawan yang melihat hal itu segera ingin menuju dirinya, tetapi ditahan oleh pihak kepolisian.

Damian tidak peduli dan terus menjalankan tugasnya. Satu persatu ia lakukan pemeriksaan fisik hingga akhirnya selesai.

Ia mengelap keningnya yang terkena percikan darah saat melakukan operasi. Ia berjalan menempuh lautan manusia dengan perasaan dongkol. Pasalnya, ia sudah memberi peringatan tapi para warga dan wartawan terus saja mendekati tempat kejadian.

Tiba-tiba para wartawan menuju ke arahnya. Ia hampir saja terjengkang ke belakang jika tidak sanggup menahannya.

"Pak Damian menurut anda sebelum melakukan operasi berapa persen kemungkinan berhasil?"

"Apakah anda melakukan hal itu tidak peduli dengan popularitas yang telah dibangun selama ini?"

"Anda sejak muda diberi gelar dokter muda yang jenius. Apakah hal itu yang menyebabkan anda berani mengambil resiko yang bisa saja menghancurkan gelar anda?" tanya Arzan dengan mengarahkan sebuah mic kepada Damian.

Damian menghindar dari para wartawan. Ia tidak ingin berurusan dengan media massa yang bisa saja menambahkan bumbu didalam berita.

Namun, saat ingin pergi tubuhnya sedikit terdorong. Kali ini ia sudah sangat kesal. Ia mulai menatap tajam orang didepannya lalu mengubah ekspresi wajahnya menjadi tersenyum tipis.

"Saya mohon kalian sabar karena saat ini pekerja medis harus melanjutkan tugasnya," ucap Damian dengan tersenyum tipis. Lalu saat pergi ekspresi wajahnya berubah menjadi datar, bisa dibilang bermuka dua.

Arzan menatap kepergian Damian dengan tatapan misterius. Kemudian ia segera pergi meninggalkan kerumunan wartawan.

"Arzan! Hey, jangan pergi dulu pekerjaan kita belum selesai!"

Arzan tidak memperdulikannya dan mulai memicingkan matanya ke seluruh sudut jalan. Lalu sebuah tepukan di pundaknya membuat dirinya merasa terkejut.

"Ada hal apa kamu mengikuti saya? Bukannya urusan kita sudah selesai setelah hari itu," celetuk Damian dengan muka datar.

Arzan menatap Damian dengan cukup lama. Penampilan dari Damian yang terlihat penuh darah seperti pertemuan mereka pertama kali. Namun, kali ini gaya pakaian lelaki itu tampak berantakan.

"Kamu terlihat berbeda dari pertemuan pertama," ucap Arzan dengan tersenyum tipis.

Damian sedikit tertegun mendengar perkataan juga senyuman yang diberikan kepadanya. Ia tidak pernah melihat orang tersenyum tulus kepadanya selain Sena.

"Ah, iya. Mungkin itu hanya perasaan kamu saja. Saya hanya melalui tugas sebagai dokter untuk yang lain itu rahasia," sanggah Damian dengan membenarkan kemejanya.

Arzan melihat gaya pakaian lelaki itu yang tampak berantakan. Ia menjadi geram sendiri melihat orang yang berpakaian tidak rapi.

Arzan berjalan hingga jarak mereka menipis. Lalu membantu Damian dalam membenarkan kemeja juga dasinya.

"Kamu itu dokter jangan terlihat seperti anak tidak diurus," ucap Arzan yang masih memasangkan dasi lelaki itu.

Kemudian Arzan juga mengeluarkan selembar tisu. Lalu mengelap kening lelaki itu yang terlihat kotor.

Damian yang mendapatkan perlakuan seperti itu segera menepis tangan Arzan. Ia mengambil alih tisu yang berada ditangan lelaki itu.

Damian mengalihkan pandangannya dengan mengelap keningnya. Ia melirik ke arah Arzan yang terlihat menulis sesuatu di sebuah buku.

"Damian bolehkah saya ..."

Damian yang mendengar itu seketika melotot tajam. "Kamu ini tidak ada sopan kepada orang yang lebih tua! Saya ini 10 tahun lebih lebih tua dari kamu!"

Arzan yang mendengar hal itu seketika mengerutkan keningnya. "Bagaimana anda bisa tahu kalau saya 10 tahun lebih muda dari anda?"

Damian yang mendengar hal itu seketika menjadi kelabakan sendiri. Ia berdehem kecil dengan menatap lelaki didepannya.

"Saya hanya menebak saja," dalih Damian dengan mengalihkan pandangannya.

Arzan hanya mengangguk pelan. Damian yang melihat itu seketika menghela napas lega. Hal yang sebenarnya terjadi adalah ia membuka kamera Arzan dan menemukan foto saat lelaki itu merayakan ulang tahunnya.

Ada seseorang berlari menghambat mereka dengan nafas tersengal-sengal. Ia menatap dirinya dengan melotot membuatnya sedikit risih.

"Astaga anda Dokter Damian! Arzan cepat lakukan wawancara kepada Pak Dokter!"

Damian hanya tersenyum palsu sebenarnya ia sungguh malas. Ia menatap kearah kamera dengan tersenyum untuk formalitas.

"Kalian tidak akan menambah bumbu berita yang aneh bukan seperti ... masalah kematian istri saya," ucap Damian dengan menatap kearah Arzan.

Lelaki itu sontak terkejut dengan pernyataan dari Damian. Namun, secepat mungkin mengubah ekspresi wajah untuk bersikap profesional.

"Pertanyaan saya sama seperti yang terakhir. Anda sejak muda diberi gelar dokter muda yang jenius. Apakah hal itu yang menyebabkan anda berani mengambil resiko yang bisa saja menghancurkan gelar anda?" tanya Arzan dengan memegang pulpen miliknya.

"Saya akan menolong siapapun yang membutuhkan pertolongan dan hal itu adalah tugas saya untuk menyelamatkan pasien dalam kondisi apapun," jawab Damian dengan muka datar.

"Lalu bagaimana jika pasien itu mengalami hal yang tidak terduga? Apakah anda akan bertanggung jawab?" ucap Arzan yang memberikan beberapa pertanyaan.

Damian tertawa kecil membuat tatapan semua orang tertuju kepadanya. "Saya sudah bilang jika hal ini adalah tanggung jawab saya. Jelas saja saya akan bertanggung jawab kepada pasien dalam kondisi apapun."

"Lalu untuk berapa persen keberhasilan operasi saya sudah menghitung cukup matang. Saya tidak akan melakukan hal ceroboh yang menyebabkan pasien mengalami masalah. Lalu untuk popularitas yang selama ini diraih saya tidak terlalu memperdulikannya," jawab Damian dengan mengangkat bahunya.

Arzan menulis beberapa kata inti yang disebutkan oleh Damian. Setelah itu ia meminta seniornya untuk memberhentikan rekaman.

Damian tersenyum puas. Ia tidak menyangka akan berkata seperti sekarang ini bukan dirinya sama sekali.

Lalu Arzan terlihat ragu karena orang yang dilihatnya dulu dengan sekarang cukup berbeda. Jika yang dilihatnya dulu malaikat mautsekarang seorang malaikat penolong.

Damian meminta senior lelaki itu untuk pergi. Lalu menatap ke arah Arzan dengan tersenyum mengejek.

"Sepertinya kamu sudah terlalu banyak berhutang kepada saya. Jadi apa yang akan kamu berikan untuk berterima kasih?" cibir Damian dengan mengangkat alisnya.

Arzan terdiam dengan menatap kepadanya. Ia terkekeh geli sudah diduga lelaki itu pasti akan ragu.

"Saya akan membantu membereskan rumah anda selama sebulan," ucap Arzan dengan tenang.

Damian mengangkat alisnya. Kemudian tertawa mengejek kepada lelaki itu.

"Hey, Nak. Apakah kamu mempunyai tujuan lain?" tanya Damian dengan menyeringai.

"Tidak," jawab Arzan dengan muka datar.

Damian mengangguk pelan. Kemudian melangkah pergi meninggalkan lelaki itu yang menatapnya dengan tatapan misterius.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Tujuan apa ya🤔🤧
Lanjut!

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang