Kedua kelompok yang memiliki ego tinggi itu segera berjalan mengiringi penatua desa. Damian hanya diam sesekali berdecak kagum melihat kearifan lokal yang masih bertahan.
Ia melihat seorang gadis kecil yang naik ke atas pohon kelapa. Ia yang melihat itu seketika menjadi waspada.
"Ehem, maaf. Apakah anda yakin gadis kecil itu akan baik-baik saja?" tanya Damian dengan menujuk ke arah pohon kelapa.
"Astaga anak itu! Rara cepat turun! Kamu ini anak gadis kelakuan bikin orang heran!"
Gadis kecil itu hanya mendengus kesal. Ia menuruni pohon dengan cepat hingga tanpa sadar mengambil salah langkah.
Damian yang merasa tidak beres segera menghempaskan kopernya lalu berlari. Akhirnya ia bisa menyambut gadis kecil itu membuat semua orang menghela napas lega.
"Gadis kecil kamu sepertinya harus berhati-hati. Kalau Om tidak sempat menyambut kamu bagaimana?" tegur Damian dengan tersenyum tipis.
"Hehe, makasih Om ganteng!"
"Heh, cucu kurang ajar! Ke sini kamu dia itu tamu kakek!"
Damian melepaskan anak kecil itu. Ia membiarkan keluarga itu mengurus masalahnya.
"Maaf sekali lagi untuk para tamu. Kalau begitu mari saya antar ke penginapan."
Mereka kembali melanjutkan perjalanan hingga sampai di penginapan. Damian menatap tempat penginapan dengan tersenyum tipis.
Ia tidak peduli seberapa kaya keluarganya. Hal yang lebih penting ia bisa tidur dengan nyenyak.
"Kalian bisa-bisa sendiri membagi teman tidur karena dalam satu kamar bisa digunakan dua orang."
Penatua desa itu segera pergi dengan menyeret sang cucu. Sekarang meninggalkan suasana mencekam terutama keduanya menatap satu sama lain.
"Kalian semua yang merasa petugas medis segera pilih kamar. Jangan ada yang berebut karena semua kamar sama saja," perintah Damian dengan muka datar.
"Tunggu! Orang yang memilih kamar terlebih dahulu harus kami. Orang yang membiayai perjalanan kalian disini itu kami, jadi kami berhak dapat fasilitas lebih awal."
Damian yang mendengar itu hanya diam. Ia tidak ingin menyahuti atau memperkeruh keadaan.
"Cih, coba lihat mereka itu memang pengecut!"
"Bener, percuma dari rumah sakit terkenal tapi kelakuan tidak beradab."
Damian membalikkan tubuhnya. Ia mulai mengepalkan tangannya seperti wartawan wanita itu ingin bermain-main dengannya.
"Maaf tapi tanpa kalian memberikan dana pun kami bisa melakukannya. Tadi anda bilang ingin fasilitas? Silahkan kami tidak memperdulikan itu. Sebagai seorang dokter kami akan siap dalam kondisi apapun," ucap Damian dengan tersenyum tipis.
"Tapi saya tidak suka anda berkomentar tanpa bukti. Sifat seseorang tidak dapat dilihat dalam sekilas," lanjut Damian dengan muka dingin.
"Bener, banget Pak Damian! Seharusnya sebagai orang dewasa yang menyalurkan berita harus bisa menjaga pembicaraan dan berpikir kritis."
"Iya, juga tanpa diberi dana pun kami bisa melakukannya. Kalau boleh sombong gaji kami cukup tinggi."
"Heh, nggak boleh sombong!"
"Lagian tujuan para relawan itu apa, sih? Bisa bantuin kalau nggak cuman nyusahin doang."
"Ti ..."
"3 loly milkita setara dengan 120 kalory. Bikin sehat, cerdas dan ceria."
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Medicine (END)
RomanceCerita tentang orang tua Reza (Eternal Love Of Dream) Damian Bachtiar sosok yang dikenal sebagai mafia kejam. Namun, sifat kejam nya juga punya alasan tertentu baginya terutama untuk putranya. Pertemuan singkat dengan seorang jurnalis muda membuat...