13

5.2K 780 88
                                    

Damian menatap rencana pengoperasian yang akan dilaksanakannya besok, tetapi ia tampak tidak fokus. Pikirannya terus melayang pada kegiatan malam yang dilakukannya.

Ia menarik rambutnya dengan menggeram kesal. Akhirnya memilih menuju kantin rumah sakit untuk meringankan otaknya.

"Pak Damian."

"Pagi, Pak."

"Bapak mau kemana? Bareng kami saja, Pak."

Damian menghentikan langkahnya. Lalu menatap sekumpulan dokter yang masih pada tahan koas.

Ia mengangguk pelan tanpa banyak berpikir. Ia akan mau pergi dengan para koas daripada para senior. Ia tidak ingin dikelilingi oleh para penjilat.

Selama di perjalanan menuju kantin banyak penghuni rumah sakit yang menatapnya. Ia membuka ponselnya tidak memperdulikan tatapan yang diberikan kepadanya.

"Pak Damian ganteng banget."

"Emang duren Pak Damian, tuh!"

"Pak Damian itu umur 34 tahun, tapi kelihatan seumuran sama para koas."

"Pak Damian pakai skincare apa?"

Damian yang mendengar itu hanya menggelengkan kepalanya. Lalu duduk di kantin dengan menunggu penjual makanan.

"Kalian mau makan apa? Hari ini saya traktir," ucap Damian dengan menatap para calon dokter didepannya.

"Wah, beneran Pak!"

"Anjay, makan besar!"

"Makasih, Pak!"

Damian hanya terkekeh kecil mendengar para calon dokter itu menggunakan bahasa gaul dengannya. Ia mengangkat tangannya lalu memesan makanan yang akan dimakan mereka.

Ia tersenyum tipis setidaknya kali ini dia akan melupakan kejadian malam. Ia menyantap makanan dengan semangat.

***

Damian menatap laporan keuangan rumah sakit yang sudah di urus olehnya. Ia merenggangkan otot dengan tersenyum tipis. Akhirnya ia bisa pulang dan istirahat.

Damian membawa tas dengan tersenyum lebar. Namun, saat keluar dari ruangannya ia mendapatkan sebuah tamparan telak.

Ia memegang wajahnya dengan muka dingin. Ia ingin tahu orang yang berani menampar dirinya sepertinya orang itu ingin bermain-main dengannya.

Ia menatap kearah seorang wanita paruh baya dan pria yang tampak kepala tiga sepertinya. Ia melepaskan tangannya lalu memberikan senyuman terbaik darinya.

"Maaf sebelumnya ada apa? Apakah ada pihak kami yang telah melakukan kesalahan atau pelayanannya kurang baik?" tanya Damian dengan tersenyum tipis.

"Yang salah disini itu kamu! Dasar dokter tidak beradab! Bukankah kami sudah bilang tidak akan melakukan operasi."

Damian hanya bisa terus mempertahankan senyumannya. Ia tidak menyangka ada pihak keluarga yang sangat kekeh.

"Maaf, Bu. Sebelumnya seperti yang sudah dibilang wakil direktur kami. Jika tidak melakukan operasi akan membahayakan pasien atau mungkin saja muncul penyakit bahaya lainnya seperti kanker," papar Damian dengan mengeluarkan iPad miliknya.

Namun, wanita tua itu menepis tangannya. Ia menggeram kesal saat iPad miliknya terjatuh ke lantai.

"Saya tidak peduli! Hal yang lebih penting kami bisa punya keturunan!"

"Jika anda tetap bersikap seperti ini mungkin akan membahayakan pasien. Apa anda tega melihat menantu anda itu menahan rasa sakit?" tekan Damian dengan muka datar.

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang