Arzan kembali dengan membawa kotak P3K. Lelaki itu kini mengambil tangan Damian dengan membuka kemejanya.
"Eh, kamu mau buat apa?!" seru Damian dengan menarik tangannya. Ia juga menutup tubuhnya.
Arzan yang melihat itu seketika tertawa kecil. Ia merasa gemas melihat tingkah malu lelaki didepannya.
"Kamu itu selalu saja bikin aku gemas. Aku tidak mau berbuat apapun sama kamu, lagipula aku cuman mau obatin luka kamu," ucap Arzan dengan tertawa kecil.
Damian yang mendengar itu wajahnya semakin memerah. Ia memukul kepala pria yang lebih muda darinya.
"Ya ... kalau mau obatin saya tidak perlu buka kemeja juga," ucap Damian ragu-ragu dengan menundukkan wajahnya.
Arzan mengangguk pelan. Lelaki itu mulai menyingsing lengan baju Damian dengan perlahan.
Damian meringis kecil. Kain bajunya itu mengenai lukanya sehingga darah merembas keluar. Sebenarnya ia tidak sadar jika dirinya sedang terluka karena perkelahian tadi.
"Aku sudah bilang cuman mau obatin luka kamu. Jadi buka beberapa kancing saja kalau diteruskan takutnya luka kamu terbuka lagi," ucap Arzan dengan mengelus pipi lelaki itu.
Damian mengangguk pelan. Ia membuka kancing kemejanya dengan perlahan. Setelah selesai ia hanya menundukkan kepalanya dengan menahan wajah merahnya.
Arzan yang melihat itu hanya tersenyum tipis. Lelaki itu memang seperti malaikat maut yang terlihat sangat indah. Apalagi sekarang lelaki itu tampak sangat seksi dengan lengan kemeja yang satu terulur hingga memperlihatkan bahunya.
Arzan mulai mengobati luka lelaki itu dengan perlahan. Di ruangan hanya ada keheningan dan tidak ada suara protes sama sekali.
Damian hanya duduk dengan tenang. Namun, tangannya terlihat mencengkeram selimut di atas kasur dengan menyembunyikan wajah yang memerah. Ia melakukan itu bukan karena kesakitan, tetapi karena rasa malu.
Damian mengangkat wajahnya. Ia menatap Arzan yang terlihat serius mengobati lukanya. Jika dilihat-lihat sifat lelaki itu cukup baik walaupun kadang-kadang juga menyebalkan.
"Aku tahu jika aku ini ganteng. Kamu juga boleh menatapnya disetiap saat," ucap Arzan dengan menatap matanya.
"Anak muda seperti kamu terlalu percaya diri," cibir Damian dengan memutar matanya.
Arzan tertawa kecil. Ia mulai mendekatkan wajahnya kepada Damian. "Untuk sekarang kamu memang tidak mencintaiku. Namun, aku pastikan kamu akan membalas cintaku bahkan lebih mungkin."
Damian menyeringai. "Itu tidak akan pernah terjadi."
Arzan terkekeh kecil. Ia mulai menarik tubuh Damian hingga tidak ada jarak diantara mereka.
Tok! Tok! Tok!
"Pak Damian apa anda ada didalam?"
Damian yang mendengar itu seketika menjadi kelabakan. Ia mendorong tubuh lelaki itu, tetapi tidak juga dilepaskan.
"Hey, jangan mulai," bisik Damian dengan menutup mulut Arzan.
Arzan hanya menatapnya dengan tenang. Tiba-tiba ia merasa tangannya di jilat oleh lelaki itu.
"Ah," lirih Damian yang terkejut lalu melepaskan tangannya.
Arzan yang mendengar itu hanya menyeringai. Ia mengarahkan kepalanya menuju leher Damian. Ia mulai menjilat leher lelaki itu.
"Arza ... jangan ..."
Damian mendorong tubuh Arzan. Ia juga terlihat menahan desahan yang keluar dari mulutnya.
Arzan yang melihat itu seketika menyeringai. Ia mulai meninggalkan salah tanda miliknya. Kemudian mulai memberhentikan aksinya.
"Sial!" umpat Damian dengan menggosok lehernya.
Damian segera bangkit dari kasurnya. Ia berjalan lalu membuka pintu. Di depan sudah ada Nika dengan muka terkejut. Gadis itu terlihat menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Astaga Pak Direktur! Anda sengaja bikin para jomblo iri, ya? Masa buka pintu pakai baju seksi begitu, Pak!" seru Nika dengan membuka mulutnya menatap ke arah leher Damian.
Arzan segera bangkit dari kasur. Kemudian membenarkan baju Damian dengan wajah serius.
Nika kembali terkejut. Tiba-tiba menyeringai dengan memfoto kegiatan kedua lelaki itu.
Namun, sangat berbeda dengan Damian yang terlihat sangat malu. Ia lupa jika pakaiannya terlihat berantakan ditambah ada tanda dilehernya. Pasti gadis itu sedang berpikir hal yang lain.
"Tidak ..."
"Iya, Pak. Sekarang bapak harus bantu kami mengoperasi korban yang tertusuk pisau itu," sela Nika dengan tersenyum lebar.
"Ayo Pak!" lanjut Nika dengan menarik tangan keduanya.
***
Damian menatap ke arah pria yang terlihat terbaring. Ia menatap tajam kepada para petugas medis.
"Bagaimana kalian bisa santai disaat ada pasien?!" geram Damian dengan muka masam. Beberapa hari disini seperti akan membuat wajahnya muncul keriput.
"Itu Pak ... yang datang ke sini hanya dokter umur dan spealis lain tapi ... dokter bedah yang ada disini hanya anda."
Damian yang mendengar itu hanya bisa banyak bersabar. Awalnya ingin tidur akhirnya malah membuang tenaga.
Namun, tanpa disadari para petugas medis dan yang lain menatap ke arah leher Damian. Para petugas medis sontak menyeringai.
"Ya, elah! Bilang aja bapak nggak kepengen diganggu karena mau penuhi hasrat."
"Kerja jangan bisa santai aja, Pak!"
Damian yang melihat dirinya terkena ledekan. Ia hanya bisa menahan sabar memiliki pegawai yang tidak punya akhlak sama sekali.
Arzan yang melihat itu seketika tertawa kecil. Damian sontak menatapnya dengan tajam.
"Semua ini karena kamu jadi diam! Jangan ketawa seperti yang lain!" geram Damian dengan melempar Arzan menggunakan sendal miliknya. Namun, sendal itu malah mengenai wajah Nika.
"Astaga, Pak! Saya itu punya salah apa?!" gerutu Nika dengan mengelus wajahnya.
Damian menatap tajam. "Salah kamu itu banyak!"
"Ehm ... Maaf Pak Dokter. Apakah sebaiknya operasi segera dilangsungkan?"
Damian yang mendengar seketika segera minta maaf. Ia segera memakai seragam ok, masker, kacamata dan penutup kepala.
Damian segera melakukan pemeriksaan awal kepada pasien. Ia juga melakukan pemeriksaan kesadaran pada pasien agar mengenai apakah ada kerusakan saraf atau tidak.
Damian hanya tersenyum tipis. Pasien tidak terlalu memerlukan operasi besar hanya saja perlu golongan darah. Namun, sayangnya mereka sedang berada ditengah hutan jadi sulit untuk meminta bantuan.
"Siapa disini memiliki golongan darah B rhesus negatif? Kami kekurangan stok darah!" seru Damian dengan menatap para orang-orang.
Namun, tidak ada yang yang menyahuti perkataannya. Ia hanya mendengus kesal karena tidak ada yang menjawab perkataannya paling tidak dijawab jika bukan termasuk golongan darah yang dibilang olehnya.
"Saya golongan darah itu tapi ... saya tidak berani donor darah untuk dia. Saya takut terkena sial."
"Oh, ayolah! Pemikiran kolot apa itu? Di dunia ini tidak ada manusia yang sial. Bukankah bagus karena bisa membantu sesama," ucap Damian dengan mendengus malas.
"Kata leluhur saya jika mendonor darah sama saja membuang keberuntungan."
Damian yang mendengar itu seketika tertawa geli. Ia baru kali ini mendengar pemikiran yang seperti itu.
Namun, ia teringat akan hal sesuatu. Ia menatap ke arah Arzan yang terlihat mengalihkan pandangannya.
"Arzan golongan darah kamu apa?" tanya Damian dengan mengangkat alisnya.
***
Jangan lupa vote dan komen :)
Di ejek pegawai sendiri itu Damian😱😂
Lanjut!
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Medicine (END)
RomanceCerita tentang orang tua Reza (Eternal Love Of Dream) Damian Bachtiar sosok yang dikenal sebagai mafia kejam. Namun, sifat kejam nya juga punya alasan tertentu baginya terutama untuk putranya. Pertemuan singkat dengan seorang jurnalis muda membuat...