Chapter Special

8.4K 602 25
                                    

Setelah pernikahan terjadi semuanya terlihat seperti biasa. Damian hanya menatap wajah sang suami mudanya yang terlihat sibuk menatap laptop.

Damian berjalan pelan dengan tersenyum lebar. Ia memeluk tubuh Arzan dengan mengecup pipi lelaki itu.

"Arza ... nanti masakin aku makan. Hari ini ada operasi besar," ucap Damian dengan wajah cemberut.

Damian memang sengaja datang agak telat karena harus mengurus berkas di rumah. Ia menatap wajah Arzan yang tampak tegang.

"Ngapain tegang? Biasanya aja suka nyosor ... mulu," ucap Damian dengan melotot.

Ia memajukan wajahnya dengan memicingkan mata. Ia menjauh setelah sadar ternyata Arzan sedang melakukan rapat jarak jauh.

Jika di pikir berapa malunya karena di lihat oleh rekan sang suami. Apalagi ia tadi sempat manja kepada Arzan ternyata di lihat banyak orang.

"Haha, ternyata Pak Damian suka manja juga."

"Anggap kami makhluk gaib saja, Pak."

"Baik, mari kita lanjut rapat."

Damian menjauh dengan menutup wajahnya yang sudah memerah karena malu. Mau di taruh di mana wajahnya yang tampan ini. Apalagi di lihat para media bisa-bisa nanti di jadikan berita hot.

Pak Damian tokoh tegas, jadi manja?

Damian menggelengkan kepalanya. Ia harus berpikiran jernih sebelum melakukan operasi.

Ia mengganti pakaiannya tanpa mandi karena kemungkinan besar terkena darah. Alhasil ia hanya mengenakan baju sederhana.

"Arza aku pergi kerja dulu," pamit Damian dengan melihat isi tasnya.

Arzan tidak menjawab melainkan berjalan menuju sang suami, tidak lupa menutup layar laptopnya. Kemudian langsung mencium bibir Damian dengan lembut.

Barang yang di pegang Damian seketika terjatuh. Matanya menatap wajah Arzan lalu mendorong.

"Jangan macam-macam itu kamu masih rapat," bisik Damian dengan menyikut perut lelaki itu.

Arzan hanya tertawa kecil. Tangannya mulai mengacak rambut suaminya dengan tersenyum manis.

"Iya, nggak macam-macam. Hati-hati di jalan," ucap Arzan dengan mengecup kening lelaki itu.

Damian hanya mengangguk pelan. Kemudian berjalan pergi dengan membawa tasnya.

***

Saat di rumah sakit ia mendapatkan sambutan dari para dokter. Ia berjalan menuju ruangannya dengan bergegas mengganti pakaian bedah.

Mereka akan melakukan dengan cepat untuk mengangkat kanker yang sudah menyebar pada usus besar pasien. Damian bersama dokter yang lain berjalan dengan mengangkat ke dua tangan.

Saat di dalam mereka berdiri ditempat masing-masing dengan tugas yang sudah dibagi. Mereka menatap pasien lalu mulai menyalakan Celling Operation Lamp.

Damian mulai mengangkat tangannya. "Mess."

Damian menyambut pisau lalu mulai menyayat dengan perlahan. Ia melakukannya dengan tenang karena sudah sering menemui kasus seperti sekarang.

Pasien yang ditangani olehnya merupakan pasien penyakit kanker usus besar stadium 3. Ia berencana mengangkat bagian usus besar yang mengalami kanker beserta sedikit jaringan sehat di sekitarnya. Kemudian pangkal usus besar akan disambungkan ke sisa usus besar yang menuju anus.

Mereka melakukannya dengan serius hingga kanker sudah bisa di angkat. Kemudian mereka melanjutkan operasi sampai tuntas tanpa ada kesalahan.

Lampu indikator padam, pertanda tindakan di ruang bedah sudah selesai. Kemudian pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan.

"Usaha yang bagus," madah Damian dengan tersenyum tipis.

Damian keluar dari ruang bedah. Para keluarga pasien mengucapkan terima kasih bahkan memberikan uang kepadanya.

"Tidak perlu, Bu. Karena ini sudah tanggung jawab dokter," tolak Damian secara halus. "Kalau begitu mari, Bu."

Damian berjalan meninggalkan keluarga pasien menuju toilet. Ia membuang sarung tangan dan masker yang di gunakan. Baju operasi yang sekali pakai pun ia buang hingga menyisakan baju hijau.

"Hah, capek juga." Damian merenggangkan ototnya sembari menuju ruangannya.

Dari kejauhan ia melihat Sena berlari dengan mengangkat ponselnya. Ia yang melihat justru menertawai tingkah dari Sena.

"Kenapa kamu lari?" tanya Damian yang tidak berbobot sama sekali.

Sena mengangkat ponselnya lalu menyerahkan kepada Damian. Ia menghirup udara berkali-kali.

"Damian itu pihak sekolah Reza telpon. Katanya Reza berkelahi dengan teman angkatannya," ucap Sena dengan napas tersengal-sengal.

Damian lagi-lagi menghela napas panjang. Ia hanya bisa bersabar punya anak seperti Reza yang masih mencari jati dirinya.

"Mereka sudah masuk ruang BK?" tanya Damian dengan mengangkat alisnya.

"Belum, Pak! Mereka masih adu ..."

Damian yang mendengar mengambil jas dokternya. Kemudian berlari dengan secepat kilat.

Sena bahkan sampai terjatuh karena tidak sengaja di senggol oleh Damian. Ia hanya tersenyum masam dengan membenarkan pakaiannya.

***

Damian masih khawatir bahkan terus melakukan banting stir. Akhirnya ia sampai di SMA Nusa Bumi dengan selamat. Jika tidak selamat maka salahkan saja mobilnya yang jalan oleng.

Damian masuk ke dalam sekolah. Kemudian menemukan sang anak yang sedang bersama siswa lainnya.

"Reza sudah!"

Ia memijat pelipisnya bahkan Arzan juga di panggil oleh pihak sekolah. Damian berjalan di tengah-tengah perkelahian.

Seketika semuanya menjadi hening menatap Damian dengan ekspresi wajah suram. Apalagi anggota geng Black Devil yang segera menundukkan wajah melihat ketua Demon Master.

"Ini ada apa? Reza jika mau bertengkar pakai ini," desis Damian dengan melempar sebuah pisau bedah yang selalu menjadi senjata andalan.

Arzan yang melihat hanya meringis kecil. "Sudah kalian jangan bertengkar lagi."

"Saya tidak akan mulai jika dia tidak membully Sheren!" teriak Reza dengan menunjuk wajah Vanda.

Vanda justru diam dengan menatap wajah Sheren yang tersenyum. Ia menatap ke arah Reza dengan menyeringai.

"Kenapa emangnya lo suka sama dia? Kalau gue bully dia emangnya ada masalah?" ucap Vanda yang terlihat menantang lelaki itu.

Reza yang mendengar seketika menepis pegangan Rendra dan Anta. Ia segera mencengkeram kerah baju Vanda.

"Kalau gue suka sama dia kenapa emang?" bisik Reza dengan menatap tajam Vanda.

Vanda justru tertegun kemudian tertawa. "Baru suka, kan? Kalau gue juga suka sama Sheren gimana?"

Reza kembali memukul tubuh Vanda. Lelaki itu memang terlihat suka mencari masalah dengan Reza seperti membully Sheren dengan alasan menyukai gadis itu.

Arzan yang melihat hanya menghela napas panjang. Ia berjalan ke arah Damian lalu merangkul lelaki itu.

"Liat mereka berantem lagi. Dulu aja waktu di desa itu Reza peduli sama dia. Sekarang udah mulai lagi," ucap Arzan dengan menatap ke duanya.

"He is my son. Sebenarnya Reza baik sayangnya suka marah mulu," bisik Damian agar tidak ketahuan sang anak. "Sepertinya mereka bakalan love hate relationship."

Arzan hanya tertawa dengan mengacak pelan rambut Damian. "Kayak hubungan kita ini, kan?"

Damian menatap tajam Arzan dengan mencubit perut lelaki itu. "Kamu mau kayak gitu?"

"Enggak bercanda," rintih Arzan dengan tertawa kecil.

Damian akhirnya memeluk tubuh Arzan dengan tersenyum manis. Sedangkan para guru dan teman-teman Reza kesusahan memisahkan ke duanya.

***

TAMAT🥰
Lupa terus bikin chap spesial 😭
Terima kasih sudah dukung cerita ini terus🥰😍

He's My Medicine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang