23 Menyamaratakan Perasaan

5K 623 50
                                    

"Reka! Tunggu, wah kebetulan. Nih ada kue kering dari toko yang baru buka, siapa tau Fino bakalan suka.... eh?"

Aru berhenti memperlihatkan sebungkus kue kering rasa coklat yang baru saja ia dapatkan dari toko yang baru buka saat melihat situasi Reka.

"Kamu... habis nangis?"

Aru berusaha mendekat dan memperhatikan Reka dengan seksama. Reka jelas berbeda dari biasanya, bisa Aru lihat wajah kusut itu ditambah lagi dengan mata yang memerah dan sembab. Reka hanya menunduk sebentar kemudian berusaha tersenyum kepadanya, sekali lihat pun Aru tahu jika senyuman itu dipaksakan.

"Terima kasih, tapi simpan aja kue nya untuk Hagia."

Saat Reka hendak berbalik dan menuju rumahnya, Aru yang merasakan hal tak beres pun dengan tak tahu malu nya langsung menyeret Reka ke rumahnya. Kebetulan ada Hagia juga, dia pasti bisa membantu.














"Jadi... kalian pisah dulu?"

"Hah, begitulah."

Setelah dipaksa, Reka pada akhirnya menceritakan semuanya kepada Aru dan Hagia. Membuat kedua orang itu terdiam untuk sesaat, bahkan Aru pun bingung harus berkata seperti apa. Jadi ia hanya melirik Hagia saja, karena sepertinya hanya dia yang bisa memberikan solusi.

"Fino itu cukup ngambis, lo tenang aja. Dulu dia gak semudah itu kan ngelepasin lo. Mungkin sekarang lagi masa nya aja dia eum... insecure? Apalagi saat dia lihat banyak cewe yang lo tolak, mungkin secara gak sengaja malah jadi nambah beban buat dia." Hagia berucap, ia melirik Aru kemudian melanjutkan kata katanya.

"Urusan menikah, jujur gue dan Aru pun sempat terusik soal itu. Tapi lama kelamaan karena kita tak terlalu mementingkan itu, yah jadi dilupakan begitu saja. Menikah hanya sebatas motivasi buat gue dan Aru."

Reka hanya diam mendengarkan. Entah kenapa perasaannya sangat kesal. Padahal dirinya sendiri saja tak sampai kepikiran soal itu, kenapa Fino mesti repot repot memikirkan hal rumit sendirian.

"Keputusan lo nganterin Fino pulang udah bagus, orang tua nya lebih paham gimana cara ngatasin Fino. Lo cukup percaya aja sama mereka."

Aru mengangguk dan tersenyum memberi semangat untuk Reka, karena merasa kasihan tentu saja ia menyiapkan makanan untuk mereka. Aru tak bisa membiarkan Reka maupun Fino kesusahan sendirian.

"Setelah ini, tata lagi perasaan kalian. Karena sepertinya Fino udah mulai berpikir kritis."

Hagia memberi Reka beberapa saran dan lain hal. Membuat Reka sudah menjadi lebih tenang. Amarahnya sudah hilang dan kini kembali fokus memikirkan kedepannya harus seperti apa.

Percakapan terhenti sampai disitu, Reka yang sudah kelelahan pun memutuskan untuk pulang dan beristirahat total. Bahkan semalaman penuh ia hanya berbaring di kamar tanpa makan sedikitpun.

Besoknya Reka kembali pada kehidupan kuliahnya. Semangatnya hilang begitu saja akibat rumah yang terasa sepi sekali. Reka benar benar merindukan Fino.



















***

"Loh, kok duduk disini?" Om Theo cukup terkejut saat melihat Fino duduk didepan pintu. Anak itu terus terusan menatap kearah jalan dari balik jendela, membuat Om Theo hanya bisa menatap sendu dan segera menggendong Fino.

"Main yuk sama Ayah." Om Theo mulai memperlihatkan ponselnya pada Fino, kini mereka sedang duduk di sofa ruang tamu. Awalnya Fino bisa diam dan anteng melihat video kartun dari youtube, hingga lama kelamaan mungkin anak itu merasa bosan dan mulai menggeliat ingin lepas dari pangkuan Om Theo.

My Boyfriend has a Little Space 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang