"Serius? Masih marah?"
"Iya masih marah! Fino gak mau bicara sama Reka."
Reka menggeleng heran. Harusnya yang marah itu kan dia seorang. Kenapa malah Fino yang pundung?!
Dia sendiri yang keluyuran pergi entah kemana dan sama siapa, mengabaikan panggilan bahkan pesan pesan dari Reka, eh balik balik bawa barang barang mahal yang harganya melebihi uang jajannya sendiri.
Tapi waktu Reka disiplinkan anak itu, hanya dengan dikasih ceramah dan hukuman ringan, Fino malah balik pundung dan marah, uring uringan sampai bantal tak berdosa pun kena hajar.
Kesal, Reka pukul saja pantat anak itu. Mengabaikan teriakan maut Fino yang mulai nangis lagi.
"Kdrt! Fino bilangin ya ke Bunda!"
"Sana bilangin aja, Reka juga bisa aduin Fino keluyuran sama orang asing bawa barang barang mahal."
Plak
Plak
Plak
Kebetulan Fino cuman pake celana kolor, memudahkan Reka untuk menjamah pantat mulus yang sudah kemerahan itu.
Rasa kesalnya hilang, kini berganti dengan tatapan sayang lalu pantat itu dielus elus. Aneh nya Fino malah nangis makin kencang.
"Udah dong nangis nya. Iya maaf, maaf duh Reka emang salah." Ucapnya sambil memeluk Fino dengan erat.
Fino diam, membuat Reka bernafas lega karena kini suasana sudah menjadi lebih tenang.
Tapi kemudian dia mengerang, anak itu tidur tengkurap lalu menatap Reka dengan mata sembab nya. Tangannya menepuk nepuk pelan pantatnya sendiri, itu kode supaya Reka tak berhenti mengelus pantatnya.
"Cepet sembuh pantat." Ucap Reka sambil mengusap dan sesekali meniup pantat itu. Mau dicium sih, tapi gak jadi karena Fino baru saja kentut.
Malam belum terlalu larut, bahkan suara bising jalanan masih terdengar. Reka pun memutuskan untuk membeli camilan saja ke mini market terdekat, sengaja mau beli kinderjoy supaya Fino berhenti merajuk.
"Tungguin ya, Reka sebentar kok."
"Huum." Fino mengangguk dan kembali fokus kepada tuan dinosaurus yang sedang ia mainkan.
Reka bergegas, ia pakai jaket kemudian membawa dompet. Setelah itu langsung melesat pergi menuju mini market.
"Wih, dingin banget." Wajahnya langsung disuguhkan angin malam yang menusuk tulang.
Reka bahkan bergidik sampai mengeratkan cengkeraman pada jaketnya.
Dia berjalan pelan, sesekali menyapa para tetangga yang habis pulang lembur kerja.
Reka kemudian berhenti di persimpangan jalan, masih lampu hijau dan sedang menunggu waktu untuk menyeberang.
Tiba tiba dari arah samping terdengar seseorang sedang bersin, menggigil kedinginan. Reka menoleh dan cukup terkejut dengan kehadiran orang itu. Bajunya tipis, hanya memakai sandal dan wajahnya sembab. Sekali lihat saja semua orang pasti akan merasa kasihan, termasuk Reka saat ini.
"Hei, kamu gak papa?" Reka bertanya dan mendekatinya.
Anak itu mendongak, pandangan mereka saling bertemu. Mata jernih itu menatap lekat kearah Reka lalu tangannya memegang erat jaket yang sedang Reka kenakan. Dia menggeleng, bibirnya melengkung kebawah, mengingatkan Reka pada Fino jika sedang sedih.
"Kenapa?" Reka mensejajarkan tinggi mereka. Lalu menatap lembut pada anak itu. Tinggi nya hanya sedada Reka, sepertinya lebih pendek dari Fino.
Anak itu tak menjawab, tapi dia mencengkeram baju dibagian perutnya. Reka jadi tersadar, mungkin anak ini lapar tapi malu untuk diungkapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend has a Little Space 2
Conto"Fino, nampaknya disini aku yang akan paling sulit melepaskanmu. Bisakah selamanya kita hanya seperti ini saja?" "Dengan senang hati, Reka."