BAB 59 : A Truth

55.3K 7.6K 2.3K
                                    

Ramaikan komentar, happy reading 💕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ramaikan komentar, happy reading 💕

***

Author Pov

"Gue nunggu di sini."

Itu kalimat terakhir yang Keyla ucapkan sebelum Rayyan mengangguk menyetujui, lalu melenggang masuk ke dalam ruangan rawat inap yang seluruhnya didominasi warna putih. Gadis itu memilih diam di ambang pintu, memperhatikan dari luar.

Dari posisi berdirinya Rayyan bisa melihat Regi yang tengah terbaring di atas bed bersama alat bantu pernapasan. Lelaki itu sudah sadar, dan kini netranya mengarah pada Rayyan. Sudut bibirnya tertarik ke atas ketika Rayyan sudah duduk tenang di kursi besi yang tersedia di sana.

"Makasih ... Rayyan."

Itu suara Regi. Masih terdengar parau nan lemah, napasnya pun putus-putus.

"Sembuh dulu. Baru bilang makasih," balas Rayyan sama pelan. Senyum kecil terpantri indah di bilah bibirnya.

Regi sudah siuman, Regi sudah menang melawan masa kritisnya, dan Rayyan merasa lega. Andai saja ia telat barang sedikit menemukan kondisi lelaki itu, mungkin ceritanya akan berbeda lagi.

Sepanjang perjalanannya ketika usai mengantar Keyla pulang ke rumah, Rayyan dibuat gagal fokus saat melihat kericuhan di satu jalanan renggang. Lelaki itu mengamati dari dalam mobil, menajamkan indra pelinghatannya upaya menembus gelapnya malam yang sangat sepi ini.

Seorang lelaki remaja, tengah dikeroyok oleh empat orang pemuda sepantarannya. Ia tidak melawan, bahkan keadaanya sudah sangat lemah dan tumbang di bawah aspal begitu mengenaskan. Rayyan terkesiap kala baru mengenali wajahnya, itu ... Regi.

"Regi?!" Rayyan tidak berpikir dua kali saat memutuskan turun dan langsung berjalan mendekat ke sana. Tidak peduli permasalahan apa yang sudah terjadi di antara mereka tadi di sekolah, bagi Rayyan, Regi tetaplah temannya. Dan akan selalu begitu.

"Fuck! Nggak usah keroyokan!"

Rayyan menarik bahaya dengan melawan empat orang bersenjata, dan lelaki itu tak mengenal rasa takut sekalipun dirinya menggunakan tangan kosong. Regi masih sanggup memperhatikan kala kesadarannya nyaris direnggut oleh rasa sakit. Meredup dan sangat menyesakkan.

Regi menyaksikan, bagaimana seseorang yang dirinya hina habis-habisan tadi siang malah menyelamatkannya malam ini. Membelanya dengan sungguh. Sudut mata lelaki itu basah, dadanya digerayang rasa bersalah luar biasa hebat. Ia menatap Rayyan yang terekam sangat sadis di sana.

Sampai perkelahian usai, orang-orang yang tidak dikenali Rayyan tadi melarikan diri dengan luka sebadan-badan, Rayyan baru berjalan mendekat, membiarkan dentingan tongkat besi penuh darah yang ia pegang bergesekan dengan aspal. Sekilas, Rayyan memang terlihat seperti pelaku penganiayaan Regi.

HEI, BODYGUARD! (A Secret) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang