BAB 72 : Berduka

58.9K 7.3K 1.6K
                                    

❝Dari banyaknya cara meninggalkan, kenapa kamu memilih kematian? ❞ —Dhani Shakana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari banyaknya cara meninggalkan, kenapa kamu memilih kematian? ❞ —Dhani Shakana

***

Author Pov

"Dhani, nanti siang kita ke Dokter, ya."

Perkataan sang Ibu barusan hanya dibalas anggukan samar oleh Dhani. Dia tak protes. Dari semalam lelaki itu diserang demam, suhu tubuhnya naik drastis tanpa sebab yang jelas. Awal mula mengeluh sakit badan, semuanya terasa pegal, perih dan linu bercampur satu. Semakin lama malah semakin parah. Dhani bahkan merasa tulang-tulang tubuhnya merengat dari dalam.

"Ma ..." Dhani memanggil lirih, redup matanya semakin berair saja. "Dhanu kenapa nggak pulang-pulang, ya?"

Wanita dengan garis wajah ramah itu menoleh usai meletakkan segelas susu di atas nakas. Dengan lembutnya, sang ibu menjawab. "Shaka pasti pulang."

"Udah dilaporin ke polisi, kan?"

"Udah, Sayang. Papa kamu juga nggak berhenti nyari tau. Sabar sebentar ya." Dhani beruntung. Meskipun kedua orang tuanya telah bercerai sejak ia dan Dhanu kecil, tetapi tanggung jawab mereka sama sekali tidak terputus.

Dhani meringis.

Rasa sakit di tubuhnya sama sekali tak berkurang, dia sampai kesusahan untuk bangkit dari atas tempat tidur. Sebetulnya lelaki itu kebingungan, Dhani tak banyak beraktivitas dan hanya diam di rumah, tiba-tiba saja terkena demam—yang betul-betul menyiksa. Mata lelaki itu menyipit kala sinar matahari menerpa, tepat ketika sang Ibu menyibak gorden jendelanya.

"Dhan?"

"Iya?"

"Kamu tau nggak, koper yang di depan gerbang rumah kita itu punya siapa?" tanya wanita tersebut sedikit heran.

Dhani mengernyit. "Koper?"

"Ya ... itu." Wanita itu menunjuk keluar jendela, tepat pada koper berukuran besar yang didominasi warna hitam. "Sebenernya udah liat sih, dari subuh. Cuman Mama pikir itu punya orang yang ketinggalan. Makanya dibiarin. Sekarang udah mau jam delapan, nggak ada yang bawa. Isinya apa, ya?" 

"Biarin aja lah, Ma. Buang sampah palingan." Dhani membalas enteng. Dia memegangi pelipisnya sendiri, masih terasa berkedut-kedut pusing.

"Masa buang sampah pakek koper?"

"Ya mungkin aja nggak ada keresek besar, atau kopernya bekas makanya sekalian dibuang juga." Dhani dengan pemikirannya yang positifnya.

"Hm ... gitu, ya." Wanita itu menengok. "Dhani mau bubur buat sarapan? Mama beliin dulu ke depan kalau gitu."

Dhani mengangguk, ia sudah tak bisa berpikir apa-apa lagi. Rasanya berat. Lelaki itu mulai memakai sandal ketika Sang Ibu berlalu pergi keluar kamar. Baru ada empat menit berlalu, Dhani terpelonjak kaget saat mendengar teriakan histeris dari arah luar rumah. Dhani hapal, itu adalah suara Ibunya.

HEI, BODYGUARD! (A Secret) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang