BAB 44 : Dilema (2)

59.4K 7.9K 762
                                    

❝Seribu kebaikan tidak akan menjadikan kamu malaikat, tapi dengan satu kesalahan cukup membuat orang lain menilaimu layaknya iblis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seribu kebaikan tidak akan menjadikan kamu malaikat, tapi dengan satu kesalahan cukup membuat orang lain menilaimu layaknya iblis.❞ —Hei, Bodyguard!

***

Author Pov

Insiden yang terjadi satu jam lalu berhasil menarik perhatian juga perbincangan dari semua kalangan murid. Melihat bagaimana kondisi Yasa yang nampak mengenaskan, membuat teman-temannya meringis ngilu. Lelaki itu tak jauh seperti orang sekarat yang tak bisa berjalan tegak.

Area luar ruangan Kepala Sekolah sedang ramai-ramainya. Banyak murid yang berbondong-bodong mengintip karena penasaran. Rayyan, Regi, Yasa dan ketiga temannya yang lain sudah berada di dalam—ditemani orang tua masing-masing. Guru BK dan Kepsek hanya tinggal menunggu kedatangan wali Rayyan saja seorang.

"Pak Valerian sudah dikabari?" tanya sang Kepsek dengan nada pelan.

"Sudah Pak. Beliau sudah sampai di sini," balas guru BK itu, ia mengalihkan pandangannya pada Rayyan. Lelaki itu ditempatkan di kursi paling ujung—sengaja dipisahkan, mengingat tadi Rayyan hendak menyerang lagi Yasa ketika dibiarkan duduk bersampingan.

"Asalamualaikum. Maaf Pak, saya telat," salam seorang pria yang baru saja tiba. Atensi semua pasang mata tertuju ke arah Arsyil yang mulai melenggang masuk.

Azka ikut memperhatikan di luar, ia menyikut lengan Kaivan. "Kok jadi bokap lo yang dateng? Bokapnya Rayyan kemana emang?"

"Kurang tau," balas Kaivan singkat. "Katanya sih lagi di luar kota."

Azka memutar kepala ke samping saat melihat lelaki yang berdiri di sampingnya melangkah pergi. "Kai, lo mau kemana, njir? Nggak mau nungguin Rayyan sampe beres?"

"Nggak lah. Ngapain juga. Bukan urusan gue," balas Kaivan cuek.

"KAIII!!!!" Azka menyusul.

"Anak Bapak itu kurang ajar, ya! Anak saya dianiaya sampe segini parahnya," ucap Ibu Yasa memulai lebih dulu pada Arsyil. "Ini tindakan kekerasan! Putra Bapak harusnya dituntut!"

"Keputusan bisa diambil ketika kita sudah mendengar kronologisnya Bu," balas Arsyil menoleh pada wanita itu, cara duduknya masih tegap penuh wibawa. "Jangan menghakimi jika belum tau apa yang terjadi."

"Tapi apapun alasannya anak bapak tetap salah! Nggak seharusnya main tangan kayak gini!"

"Mau menyalahkan tanpa mendengar cerita dulu? Dangkal sekali pemikiran anda, Bu." Arsyil berkata sarkas namun tetap menjaga etika. "Kita orang tua, datang untuk menjadi penegah. Bukan memperkeruh keadaan. Tolong bertindak sebagaimana orang dewasa."

HEI, BODYGUARD! (A Secret) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang