21. Bukti

338 23 0
                                    

Malam ini tepat di pukul  09,00 Leon dan Derix memutuskan untuk ke SMA Cakrawala.

"Di sekolah emang masih ada Pak Yanto?" Tanya Derix membuat Leon melirik sebentar lalu mengangguk.

"Masih, sebelumnya gue udah bilang dulu sama tuh Pak Yanto."

Setelah lamanya di perjalanan akhirnya mereka berdua sampai di sekolahan. Leon turun dari mobil lalu di ikuti oleh Derix.

"Assalamualaikum wahai bapak Yanto." Salam Leon sambil menyengir kuda.

"Waalaikumsalam, cepetan masuk!" Suruh Pak Yanto membuat Leon dan Derix masuk lalu mengikuti Pak Yanto dari belakang.

Setelah sampai di ruangan TU. Leon dan Derix masuk lalu Pak Yanto segera menyalakan komputer.

"Pak, coba liat di itu tangga yang dari arah taman belakang." Suruh Leon membuat Pak Yanto mencarinya dan akhirnya ketemu.

Leon dan Derix mengamati nya. Mereka sedikit terkejut dengan ulah Feli dan Amel cs membuat mereka menatap tak percaya.

"Bagi file pak," suruh Leon membuat pak Yanto mengangguk lalu mengirim ke no Handphone Leon.

Setelah selesai akhirnya mereka bertiga keluar dan kembali ke depan sekolah. Leon tak menyangka dengan sikap Feli ia harus simpen bukti tersebut agar semuanya terbukti.

"Kalau gitu, kami mengucapkan terima kasih ya Pak." Kata Derix.

"Iya sama-sama, bapak gak menyangka dengan Feli dan Amel. Kenapa bisa sejahat itu ya." Ujar Pak Yanto membuat mereka berdua mengangguk.

"Namanya juga manusia Pak, ada yang iri ada juga yang gak suka." Jawab Derix membuat Pak Yanto mengangguk mengerti.

"Kalau gitu. Kami pamit pulang ya Pak, makasih atas bantuan nya." Pamit Leon dengan sopan.

"Iya. Hati-hati kalian." Tutur Pak Yanto membuat mereka berdua mengangguk.

Leon dan Derix memasuki mobil lalu Derix menacap gas dengan kecepatan sedang.

"Gila. Gak nyangka gue sama mereka semua. Gara-gara di butakan oleh cinta, jadi nyalahin orang yang gak salah." Ungkap Leon membuat Derix mengangguk.

"Iya, ini mau kasih tau Davian gak? Apa nanti aja?" Tanya Derix membuat Leon berfikir sebentar.

"Nanti aja. Nunggu pas Ana di panggil BK. Baru kita tunjukan buktinya. Oh ya, yang sama Ana siapa sih. Gue baru liat," kata Leon sambil bertanya kepada Derix.

Derix bingung sendiri lalu mengangkat bahu acuh. "Mungkin abangnya kali."

Leon berfikir sebentar lalu berkata, "gak mungkin kata gue. Kayaknya bukan deh,"

"Gak tau ah."

Berbeda dengan Davian yang tengah duduk di balkon lalu menatap ke arah jalan dengan pandangan kosong. Davian akui hidupnya sangat hancur, gelap dan gak seperti dulu lagi. Bukan karena orang tuanya saja melainkan dengan cinta nya pun sama.

Ia cape. Sangat cape. Namun ia harus tetap bertahan karena ia harus menjaga adeknya. Akhirnya Davian memutuskan untuk masuk ke dalam dan tidur.

Pagi tiba Ana bangun dari tidurnya lalu menatap sekeliling dan ia lupa bahwa dirinya sudah di rumah. Ia segera membangunkan Aleta yang tengah tidur.

"Ta.. bangunn... Woy..." Teriak Ana tepat di sebelah Aleta membuat Aleta memukul Ana menggunakan handal.

"Diem lu! Pagi-pagi teriak-teriak!" Marah Aleta sambil matanya masih tertutup rapat.

"Gue tinggal kalau kamu gak bangun!" Ancam Ana lalu memasukki kamar mandi.

Setelah lamanya di kamar mandi ia keluar dan udah rapi dengan baju seragamnya. Lalu tak lupa menjadwal buku pelajarannya.

BERBEDA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang