7. Makam Devan dan Ayah Arkan

108 31 3
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


°°°°°

Ajak gue bersama lo bang, dan kita mulai hidup baru. Bukan di dunia, tapi di alam yang jauh dari kejamnya manusia.

~Violin Arta Ghea~



🍁🍁🍁

Jalanan ibu kota nampak ramai di siang ini, tapi tidak menghalangi jalan gadis pemilik motor hitam yang tengah menuju ke suatu tempat. Tidak butuh waktu lama untuk gadis itu sampai ke tujuannya. Gadis itu turun dari motornya dan berjalan mencari tempat yang menurutnya paling nyaman.

Di sinilah dia sekarang, dihadapan nisan bertuliskan nama sang kakak Devan Gilangga Radisya. Gadis itu adalah Vio. Makam Devan adalah tempat ternyaman bagi Vio untuk mencurahkan semua keluh kesahnya.

Vio duduk di samping makam sang kakak. Vio memberikan buket bunga di atas makam Devan. Senyum manis Vio tunjukkan di wajah cantiknya.

"Gue dateng buat lo Bang, lo apa kabar? Pasti lo bahagia kan ga ada yang ganggu lo lagi? Gue kangen lo bang" Senyuman yang Vio tunjukkan kini menjadi pudar tatapannya menjadi sendu. Vio mencoba menahan air matanya agar tidak jatuh dari pelupuk matanya.

"Lo tau nggak Bang? Jelas nggak tau lah kan gue belum cerita" Vio menjeda ucapannya. Vio mendongakkan wajahnya menatap langit namun sedetik kemudian kembali menatap ke makam Devan.

"Kok lo diem sih bang? Lawak gue nggak lucu ya?" Vio tersenyum getir.

"Gue kesini nggak mau ngelawak bang, lo tau kan  gue orangnya nggak bisa lawak?" Entah kenapa tiba-tiba air mata yang Vio tahan agar tidak jatuh kini dengan sendirinya mengalir membasahi pipinya.

"Gue harus apa Bang? Papa terus nyuruh gue buat nurutin kemauannya, tapi dia nggak pernah ngeliat perjuangan gue buat dia Bang. Gue capek Bang, sampai kapan gue harus kayak gini?"

Vio mengubah posisinya menjadi tidur dengan tangan kiri yang menjadi bantalan dan tangan kanannya yang masih setia mengusap nisan sang kakak. Matanya terus menatap nama Devan dengan air matanya yang masih mengalir di pipinya.

"Kenapa lo nggak ajak gue tinggal bareng sama lo di sana bang? Gue takut mengahadapi dunia ini sendiri bang. Tapi nggak apa Bang, mungkin cepat atau lambat gue bakal nyusul lo Bang kita bakal hidup bareng lagi nantinya."

Vio kembali mengubah posisinya menjadi duduk, dengan tangan kanan yang masih setia mengusap nisan Devan.

"Tunggu gue Bang, gue harap lo bisa bahagia sekarang. Gue pergi dulu bang, ntar gue kesini lagi"

Setelah mengucapkan kata pamit, Vio melangkah pergi untuk kembali ke parkiran. Tiba-tiba tubuh Vio terjatuh saat seseorang tidak sengaja menabraknya.

BRUKK

"Awss" Rintih Vio saat merasakan sakit karena terjatuh.

🍁🍁🍁

Bel pulang sekolah sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Semua murid sudah berlarian ingin segera kembali ke rumah mereka masing-masing. Sama hal nya dengan Arkan yang sekarang sedang menuju ke parkiran sekolah. Jika murid lain berlarian ingin segera pulang ke rumah, maka sangat berbeda dengan Arkan yang akan menuju ke tempat yang membuat dirinya merindukan seseorang.

Arkan mulai mengendarai motor merah miliknya menuju ke tempat yang akan dia tuju. Tidak butuh waktu lama kini Arkan sudah sampai di tempat tersebut. Arkan turun dari motornya dengan membawa buket bunga dan mulai menjelajahi tempat tersebut. Saat di pertengahan, karena terlalu asik memandangi bunga yang dia bawa Arkan tidak sengaja menabrak seseorang.

"Awss" Rintih gadis itu saat merasakan sakit karena terjatuh.

Arkan sempat tercengang dengan itu, tangannya mulai bergerak membantu gadis itu untuk berdiri.

"Sorry gue nggak sengaja" Ucap Arkan saat gadis itu sudah berdiri.

Gadis yang sibuk membersihkan celananya yang kotor akibat jatuh itu mendongak memandang siapa yang menabraknya tadi.

"Vio?" Arkan tercengang, ternyata yang dia tabrak adalah Vio. Arkan mengeryitkan dahinya bingung, kenapa Vio bisa disini? Bukankah Arkan menyuruh Vio untuk istirahat dirumah.

"Ngapain disini?" Tanya Vio yang juga bingung kenapa Arkan bisa disini. Bukannya menjawab Arkan malah kembali bertanya kepada Vio.

"Lo yang ngapain disini, kan gue udah bilang istirahat di rumah aja"

Deg

Ucapan Arkan barusan membuat tubuh Vio membeku, dia tidak mungkin memberitahu Arkan tentang Devan. Lama Vio bergeming dengan pikirannya, membuat Arkan kesal dengan sikap Vio.

"Vi?" Satu kali panggilan tidak ada respon dari Vio, membuat Arkan semakin geram.

Arkan mencoba menyadarkan Vio dari lamunannya dengan menggoyangkan tubuh Vio. "Violin Arta Ghea?" Vio yang merasa ada gerakan dari tubuhnya pun tersadar dari lamunannya.

"Ngapain disini? Kan gue tadi bilang istirahat di rumah aja!" Bukannya menjawab Vio malah membalas ucapan Arkan dengan menggelengkan kepalanya. Arkan hanya menghela nafas kasar kemudian dengan tiba-tiba Arkan menarik tangan Vio membawanya ke tempat yang dia rindukan. Vio yang tanpa persiapan pun hanya bisa pasrah.

Saat sudah sampai, hal yang pertama kali Vio lihat adalah nisan bertuliskan nama Mahardika Dewangga. Ya, mereka saat ini sedang berada di makan Dika ayah dari Arkan. Vio menoleh ke arah Arkan seolah meminta penjelasan. Arkan yang merasa di pandangi hanya tersenyum manis ke arah Vio. Arkan merubah posisinya menjadi duduk di sebelah nisan sang ayah membiarkan Vio yang masih tetap berdiri.

"Pa, Arkan datang buat papa." Senyum manis terlukis di wajah Arkan.

"Papa apa kabar? Semoga papa tenang ya disana." Atensi Arkan beralih ke arah Vio.

"Pa, Arkan juga bawa temen Arkan, kenalin pa Vio namanya" Vio hanya tersenyum canggung tanpa mengeluarkan sepatah kata.

"Arkan maunya bukan temen pa, tapi papa tenang aja cepat atau lambat Vio akan jadi gadis yang selalu bertempat di hati Arkan"

Tubuh Vio membeku setelah Arkan mengucapkan kata-kata itu barusan. Namun sedetik kemudian Vio tersadar saat dirasa kepalanya mulai pusing.

"Pa, Arkan pamit dulu ya, udah sore takutnya Arkan sama Vio kemalaman"

Arkan berdiri dan melangkah pergi diikuti Vio yang hanya diam menahan rasa sakit di kepalanya. Saat di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba Arkan memberhentikan langkahnya membuat Vio juga ikut berhenti.

"Biar gue anterin lo pulang" Setelah mengucapkan itu Arkan kembali melangkahkan kakinya, namun belum sempat Arkan melangkahkan tangannya di cekal oleh Vio. Arkan berbalik menghadap Vio dan sedetik kemudian pertahanan Vio runtuh. Vio terjatuh pingsan di pelukan Arkan. Jika saja Arkan tidak sigap mungkin saja tubuh Vio sudah terjatuh di tanah.

"Vi bangun vi? Ck. Vio bangun" Tanpa basa basi Arkan merogoh ponselnya yang ada di saku celana, mencoba menghubungi seseorang. Saat sambungan terhubung Arkan menyuruh orang itu untuk membawa mobil ke makam.

____________________________________________















Akhirnya bisa upload juga😊
Gimana part ini? Komen dulu dong 😁
Ikon bintang juga jangan lupa ⭐

27 Februari 2022
12 : 25

Still With Wounds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang