40. Selamat Tinggal Kelam

8 1 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Selamat tinggal kelam. Mohon jangan basuh luka mereka, biarkan mereka ikut merasakannya."

~Violin Arta Ghea~



🍁🍁🍁

"Kata papa tidak pantas anda sebut didepan saya!" Ucap Devan dengan angkuh.

Angga menggelengkan kepala tidak suka dengan ucapan Devan. "Nggak-nggak, Ini papa Dev.  kamu ingat kan saya ini Papa kamu." Ucap Angga.

"Halahh.... kalau adik saya tidak menganggap anda sebagai orang tua maka saya pun tidak akan menganggap anda sebagai orang tua." Devan menatap Angga dengan tajam. "Jika anda pikir saya tidak tahu apa yang anda perbuat kepada adik saya maka anda salah. Semua penderitaan yang adik saya alami bersumber dari anda bapak Angga yang terhormat."

Angga cukup terbungkam dengan pernyataan Devan. Ia tidak menyangka Devan sudah berubah, laki-laki yang dahulu menurut kepadanya sekarang sudah berani membantahnya.

"Bagaimana hidupmu selama ini nak. Jika kamu masih hidup sekarang, lalu siapa yang ada di dalam peti waktu itu?" Tanya Angga sembari menggoyangkan tubuh Devan untuk memastikan lagi jika yang ia lihat benar-benar anak kandungnya.

"Kenapa perduli, saya rasa anda hanya berbasa-basi agar saya bisa meneruskan perusahaan anda." Tidak pikir panjang lagi, Devan langsung menebak dengan benar tujuan Angga.

Selama ini ia cukup tahu jika Angga begitu terobsessi dengan hasil dari perusahaannya. Angga sama sekali tidak perduli dengan orang-orang yang bekerja untuknya. Devan memahami sifat egois ayahnya sudah dari kecil saat ia dan Vio di didik dengan keras dan mengorbankan masa kecil mereka.

"Jika anda pikir saya kembali untuk meneruskan perusahaan anda, kenapa tidak calon anak anda saja yang melanjutkan?" Ujar Devan sembari melirik Arkan yang juga berada di kursi tunggu. Mendengar itu Arkan sempat berdiri tetapi dihentikan oleh Rey.

"Jangan ikut campur. Lo cukup diam, ini bukan ranah lo." Peringat Rey untuk Arkan.

Devan menepuk pundak sang ayah seolah membersihkan debu yang bertengger di lengan baju Angga. "Saya peringatkan anda untuk tidak mengganggu adik saya lagi. Jika ada apa-apa dengan adik saya, maka saya pastikan perusahaan yang anda banggakan itu akan hancur."

Pintu ruang ICU terbuka, Kania keluar dari ruangan itu dan disambut oleh Arkan dan yang lainnya. Kania tersenyum dan menghembuskan nafas beratnya. Sekilas matanya menatap anak laki-laki dengan ayahnya di ujung sana. Ia sedikit penasaran dengan siapa Angga berbicara.

"Ma gimana keadaan Vio?" Pertanyaan Arkan berhasil memecahkan lamunan Kania. Ia menatap putranya dengan senyuman meyakinkan.

"Operasi pengangkatan tumor di kepala Vio berhasil, hanya saja..."

Still With Wounds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang