21. Meteo Devendra

79 15 2
                                    


°°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°

Kebohongan memang untuk persembunyian, karena gue juga perlu bersenang-senang. Meski gue tau suatu saat akan ada kehancuran.


~Mateo Devendra~



🍁🍁

"Eungghh" Lenguhan itu membuat ketiga laki-laki yang tengah berdiri di sebelah ranjang mengalihkan pandangannya ke perempuan yang tengah terbaring di ranjang.

"Hati-hati Vi" Arkan, laki-laki itu membantu gadisnya untuk duduk.

"Gimana keadaan lo Vi?"

"Gue gapapa Rey" Jawab Vio.

"Pulang aja ya Vi, acara juga udah selesai." Vio gadis itu mengangguki permintaan Rey.

"Ke sirkuit aja Rey"

Vio berjalan menuju parkiran di bantu Arkan. Kali ini Vio akan pulang ke sirkuit saja untuk memenangkan diri. Jika pulang ke rumah yang ada dia akan tertekan.

Tak lama akhirnya mereka sampai di sirkuit. Tiga laki-laki itu membawa gadisnya menuju kamar. "Vi, lo istirahat aja dulu" Ucap Rey.

"Thanks"

"Vi? Gue balik dulu ya, ada urusan" Pamit Teo.

Rey memicingkan matanya. "Tumben, urusan apa emang?" Benar tidak biasanya Teo seperti ini, biasanya dia akan menemani Vio dan Rey di sirkuit.

"Penting pokoknya" Langsung saja Teo pergi meninggalkan mereka tanpa memperdulikan Rey yang menatapnya curiga.

"Aneh gak sih si Teo?" Tanya Rey pada Arkan dan Vio.

"Udahlah Rey, mungkin Teo emang sibuk" Balas Vio.

Rey menghela nafas pasrah kemudian menatap Arkan meminta pendapat. Bukannya menjawab Arkan malah membalas dengan menggedikan bahunya.

🍁🍁🍁

Di tempat lain seorang laki-laki tengah berdiri menatap bangunan di depannya. Sudah lama rasanya dia tidak ke tempat ini. Tempat yang pernah membuatnya menyesal, karena tempat ini menjadi awal mula hancurnya sebuah persahabatan. Nampak banyak motor berbaris rapi di parkiran, membuat laki-laki itu menunduk dan menghela nafas kasar.

Sagara melangkahkan kakinya memasuki bangunan itu. Bangunan yang semula hanya gudang kemudian dia bangun menjadi sebuah markas yang dulu ia dan geng motornya tempati. Terdengar suara pintu terbuka membuat semua atensi di dalam sana teralihkan ke sumber suara.

"Saga?" Ucap salah seorang yang sangat hafal dengan Sagara.

Sagara tersenyum pada laki-laki itu. Dia Daniel Angkasa teman Sagara saat Sagara masih bergabung di gang motor yang dia pimpin dulu.

Still With Wounds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang