25. Duka yang Kedua

66 11 0
                                    


°°°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°°

Adakah alasan lain untuk saya bertahan, Jika semua-Nya pergi dan saya sendiri?


~ Violin Arta Ghea ~

°°°°°


🍁🍁🍁

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan"

Tut..

"Hishh..." Kesal seseorang.

"Nomor yang anda tuju sedang...."

Tut..

Sudah berkali-kali pria itu menghubungi seseorang namun berkali-kali pula operator yang menjawab panggilannya. Sepertinya ponsel orang itu sedang tidak aktif.

"Dasar anak kurang ajar." Kesalnya.

Pria itu kembali mencari nomor seseorang. Kali ini nomor yang berbeda dari sebelumnya.

"Di mana kamu sembunyikan anak saya" Ucapnya saat sambungan sudah terhubung.

🍁🍁🍁

Di tempat lain, tiga orang pemuda ini sedang berkumpul untuk membahas masalah Vio. Siapa lagi kalau bukan Arkan, Teo dan Rey. Sudah dua hari berlalu namun sama sekali tidak ada kabar dari Vio. Entah kemana perginya gadis itu.

Rey dan Teo sudah berkali-kali pergi ke makam Devan, namun tak urung pula menemukan sosok Vio. Ponsel Vio juga tidak bisa di lacak, seakan Vio benar-benar pergi tanpa jejak.

"Kita harus cari kemana lagi Rey?" Arkan seperti ingin menyerah saja rasanya. "Gue khawatir sama Vio" Lanjutnya.

"Vio bener-bener Los contact" Sahut Teo.

Drrttt.... Drttt....

Suara dering ponsel membuat mereka mengalihkan pandangannya ke arah Teo. Penasaran siapa yang menelepon Teo.

"Om Angga" Ucap Teo.

"Angkat, los speaker" Teo mengangguki ucapan Rey.

"Dimana kamu sembunyikan anak saya?" Dari seberang sana Angga nampak marah, karena tidak dapat menghubungi anaknya.

Arkan, Rey dan Teo saling bertatapan. "Dasar anak kurang ajar, sudah saya peringatkan berkali-kali jauhi anak saya" Lanjut Angga.

"Maaf om, tapi Vio memang benar-benar hilang" Jawab Teo jujur.

"Saya tidak percaya. Cepat suruh Vio pulang, atau nggak kalian akan menanggung akibatnya." Sambungan terputus sepihak oleh Angga membuat Rey menggeram marah.

"Tua gila. Minta di gampar bara tuh orang" Geram Rey.

"Sabar Rey" Sahut Arkan. "Kita coba hubungi Vio lagi siapa tau ponselnya aktif" Rey dan Teo mengangguki usulan Arkan.

Still With Wounds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang