14. Tidur Bareng?

89 24 0
                                    


°°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°

Sepertinya gue harus bersihin pikiran lo biar nggak mikirin hal kotor.

~Arkana Rivandi Alinskie~


🍁🍁🍁

Mata lentik milik gadis yang tengah terbaring kini mulai terbuka, menyesuaikan cahaya yang ada di ruangan ini. Aroma obat mulai menerobos di hidungnya. Pandangan yang pertama kali dia lihat adalah dua temannya yang tengah tertidur di sofa ruang rawatnya.

"R.Rey?" Panggil Vio saat matanya sudah terbuka sempurna.

Rey dan Teo yang sedang tertidur di sofa tidak berkutik, membuat Vio berdecak kesal. Vio mengubah posisinya duduk, lalu bantal yang dia gunakan untuk tidur itu dia lempar ke arah Rey dan Teo membuat mereka terbangun dari tidurnya.

"Eh.. Vi? Udah bangun?" Ujar Teo sembari mengucek matanya, menyesuaikan cahaya.

"Gue mau pulang" Teo dan Rey yang mendengar itu langsung berdiri mendekati Vio. Menahan Vio agar tetap berbaring di tempat.

"Nggak Vi, lo belum sehat" Ucap Rey, khawatir jika Vio akan memaksa keluar dari ruangan.

"Biar gue panggil dokter dulu" Teo segera berlari memanggil dokter. Vio menghela nafas pasrah, sebaiknya memang dia harus tinggal dulu di rumah sakit.

Tak lama pintu pun terbuka, menampilkan seseorang yang datang dengan setelan baju berwarna putih diikuti Teo di belakangnya. Mata Vio terbelalak lebar saat melihat siapa dokter itu, sedangkan dokter yang mengerti dengan tatapan Vio, meminta agar Rey dan Teo menunggu di luar.

"Pasien biar saya periksa, kalian boleh menunggu di luar terlebih dahulu" Rey dan Teo mengangguk dan melangkah meninggalkan ruangan yang sekarang hanya ada Vio dan dokter itu.

"Bagaimana kabarmu Vio?" Sapa dokter wanita itu pada Vio.

"Dokter Kania?" Congo Vio saat tau siapa yang memeriksanya. "Dokter Kania, saya mohon jangan beri tahu teman saya tentang penyakit saya." Lanjut Vio sembari memohon takut jika temanya tau tentang penyakitnya.

"Saya tidak bisa janji sekarang, kondisi kamu semakin parah. Kamu juga sering pingsan karena kelelahan" Ucap dokter Kania membuat Vio mengubah raut wajahnya menjadi sendu.

"Kamu harus jaga kesehatan Vio, kamu juga harus sering cekup, untuk memastikan sel tumor kamu tidak menyebar lebih luas"

Bukannya mendengarkan Vio malah membaringkan kembali tubuhnya, menutup mata, untuk menenangkan pikirannya. Sebenarnya Vio nyaman hidup seperti ini. Rasa sakit di kepalanya tidak sebanding dengan rasa sakit di hati dan batinnya. Luka lama dari Devan juga masih belum hilang dari ingatannya. Vio berharap sakit di kepalanya ini bisa membawanya lebih dekat lagi dengan Devan.

Still With Wounds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang