22. Teman

54 14 0
                                    

Udah lama banget nggak update cerita SWW, ada yang kengen nggak? Kangen dong, maksa nih gue 😪

Yaudah deh nggak papa, yang penting Vote, Komen-Nya jangan lupa ❤

_________________________________________


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


°°°°°

Yang awalnya di hidup kita aneh, justru membuat hidup kita jauh lebih nyaman.

~Still With Wounds~


🍁🍁🍁

Pukul 04.30, sepagi ini Vio sudah terbangun dari tidurnya, mandi pun sudah Vio lakukan. Setelah kejadian tempo hari saat pensi, kesehatan Vio semakin memburuk. Vio juga sudah tidak memeriksakan kesehatannya lagi.

Vio merasakan, dengan ini dia akan lebih cepat untuk bertemu sang kakak. Ah sial, ingatan tentang Devan selalu saja hinggap di kepalanya. Vio menatap pantulan dirinya di kaca meja riasnya. Tatapan kebencian, tatapan amarah dan tatapan lelah. Vio mencoba untuk mengukir senyum di wajahnya. Ahh.. Tidak, Vio menggelengkan kepalanya. Untuk saat ini, rasanya sangat aneh saat Vio mengukir sebuah senyuman.

Sekilas bayangan tentang orang tuanya juga mengitari pikiran Vio. Rasanya nyeri sekali saat ingatan tentang perceraian orang tuanya. Bahkan setelah resmi berpisah, tak ada sedikitpun niat mereka untuk menghubungi Vio. Jika tidak untuk membujuk Vio, setidaknya untuk menanyakan kabar Vio. Tapi nyatanya nihil, tidak ada dari mereka yang melakukan itu.

BRAAKK...

Vio menggebrak meja riasnya, membalik badan dan langsung pergi dari markas. Vio akhir-akhir ini tinggal dan menginap di markas yang ada di sirkuit-nya,sama sekali Vio tidak pulang ke rumah. Sudah Vio bilang Vio tidak akan memilih antara papa dan namanya untuk tinggal bersama dirinya.

Sebelum keluar, dia menyempatkan untuk menengok kamar Rey. Vio masuk ke dalam kamar itu, mendapati Rey dan Arkan yang masih tertidur lelap.

"Arkan, Rey, Maafin gue. Gue cuma butuh ketenangan untuk saat ini" Ucap Vio lirih.

Di jam yang terbilang masih pagi ini, Vio mengendarai motornya membelah jalanan ibu kota yang mulai ramai karena jam kerja masyarakat akan segera di mulai. Tak butuh waktu lama, sampailah Vio ke tempat yang dia tuju.

Disini, ditempat ini, Vio berdiri. Tepatnya di hadapan batu nisan bertuliskan nama sang kakak. Vio tersenyum menatap makam Devan. "Assalamu'alaikum Bang."

"Sesuai janji, gue balik lagi."

Ya.. Untuk per-sekian detik tanpa aba-aba air mata Vio jatuh, dan untuk per-sekian detik pertahanan Vio runtuh. Kejadian di masa lalunya kembali hinggap saat berhadapan dengan makam Devan.

Still With Wounds (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang