Mengapa

1.5K 91 0
                                    

.


Jangan lupa vote okay?
Sama komen part ini gmn

.


.




Seperti semalam, Zas sudah bersih-bersih dari subuh. Dia juga sudah mencuci pakaian dan menjemurnya di atap. Membersihkan kamar dan kamar mandi juga sudah dia lakukan.

Awalnya Xavier bilang untuk tidak perlu bersih-bersih tapi Zas tetap saja melakukan nya jadi Xavier tidak bisa mencegah lagi, terserah dia aja yang penting senang.

"Cape? Duduk sini" Zas hanya menurut ikut duduk di samping Xavier.

"Nanti di kontrakan, irit-irit megang duit ya, kita ga usah panggil art biar kerjaan rumah gua yang kerjain. Lo duduk anteng gak usah capek-capek" jari jemari Xavier mahir urusan pijat memijat, buktinya saat ini Zas duduk menikmati pijatan Xavier di betisnya.

"Udah gapapa ini"

"Oke"

"Barang-barangnya nanti siang di ambil, kita tinggal liat rumahnya aja" dari awal Zas tinggal di rumah memang Xavier sudah mencari kontrakan untuk mereka karena tidak mungkin terus-terusan menumpang mamahnya. Dia ingin hidup mandiri dengan Zas dan memulai segalanya dari nol.

Zas mengangguk, dia sudah siap dengan dress selutut berwarna abu tak lupa rambut yang di cepol asal asalan menambah kesan dewasa di dalam dirinya.

.

"Gimana?"

"Kecil" lontar Zas blak-blakan

Mereka sudah mensurvei rumah tersebut, rumah berdiameter 4×15 meter yang memiliki kamar berjumlah satu lumayan cukup luas tapi tanpa AC bahkan kipas angin, ruang tamu minimalis di hiasi sofa berwarna hitam, dapur kecil itupun harus di bagi lagi dengan kamar mandi tapi rumah itu punya taman belakang dan halaman luas. Itu istimewanya.

"Harganya berapa?"

"2 juta aja dek, cocok lah buat pasangan baru menikah kaya kalian gini"

"Gimana Zas? Mau gak?" Yang di panggil menatap, Zas kembali melihat lihat rumah itu. Meneliti setiap sudutnya "Ya udah"

"Oke, ini kuncinya. Bulan depan lagi saya balik lagi buat nagih uang sewa. Kalo gitu bye bye semoga betah" kata pak Bambang. Pemilik rumah kontrakan di tengah tengah hutan ini. Memang sih hutannya tidak luas tapi tetap namanya hutan soalnya pohon pohon pinus masih banyak dan kata pak Bambang disini masih banyak burung langka.

"Nyaman" Kata pertama Zas untuk mendeskripsikan rumah mungil itu.

"Iya, sesuai kata lo. Di tengah hutan pinus tapi ngontrak dulu ya, nanti kalo udah banyak duit baru deh beli sehutan-hutannya"

"Danaunya mana?"

"Taon depan, masih di isi aernya tapi nanti kalo aernya udah penuh pasti gua kasi tau" Zas hanya mendengar tanpa menoleh, dia mulai berjalan membuka tiap laci yang ada di ruang tamu sekaligus ruang nonton.

"Ada bibit tomat, cabe sama kangkung disitu, siapa tau lo gabut sabi aja nanem nanem di belakang terus di depan bisa di tanemin bunga juga biar bagus" Zas memilih bungkusan bibit di dalam laci "ada labu juga ini, lah ada kacang juga?" Tanya Zas kaget

"Gak tau pokoknya gitu dah"

"Oh my God! Ada bibit timun, terong, paria?! Gila keren" excited Zas
Kalau boleh jujur Zas suka menanam, dulu dia sering menanam bersama Lev karena Lev suka menanam jadinya Zas juga suka.

.

Sibuk membereskan barang-barang sampai lupa jika malam sudah tiba dan jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Makan malem Zas" panggil Xavier baru datang sambil menenteng dua plastik berisi nasi padang.

XAVIER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang