.
Jangan lupa vote oky?
Sama komen yaaaaaa.....
.
Sudah lewat dua hari dari kejadian di parkiran supermarket kemarin. Zas tidak bicara sama sekali pada Xavier meskipun lelaki itu mengemis memohon maaf dari Zas tapi wanita itu sulit sekali luluh.
Memar di leher Zas makin membiru bahkan warna birunya sudah berubah lebih pekat, ralatnya berwarna abu-abu tua, sepertinya sudah mau hilang tapi trauma Zas makin besar nyalanya.
Zas selalu mengurung dirinya di kamar selama dua hari ini, dia tidak keluar bahkan tidak makan jika tidak di paksa Xavier.
Wanita yang sudah hancur raga dan jiwanya tapi masih mau mencoba menerima orang yang menghancurkannya bukankah itu sebuah hal yang harus di syukuri? Tapi kenapa Xavier malah membuat Zas makin membencinya. Zas jadi menyesal pernah berfikir untuk membesarkan anak ini bersama sama.
"Zas, lo belum makan dari pagi?!" Bentak Xavier mencampakkan piring makan yang masih utuh di meja. Tadi pagi ia letakkan makanan itu di meja lengkap dengan hiasan sederhana agar Zas tertarik dan mau memakannya tapi malah tidak di sentuh sama sekali sampai ia kembali pulang.
"Ini makanan yang tadi pagi kenapa masi utuh? Lo gak mikirin anak lo hah!? Lo pikir lo hidup cuman sendiri? Emang gak ada otak lo sialan!" Belakang ini Xavier jadi sangat sering berbuat kasar pada Zas, wanita itu juga jadi susah sekali di atur.
Xavier bukan orang yang bisa menahan sabar, dia lelaki normal yang apa bila titik kesabarannya habis maka akan di wakilkan dengan pukulan dari tangannya atau bentakan dari mulutnya.
Menyesal sekali dirinya setelah berbuat kasar pada Zas tapi wanita itu suka sekali memancing amarahnya. Padahal tadi saat pulang bekerja Xavier menyempatkan membeli buah kesukaan Zas yaitu peach.
Ia berharap jika dia membeli buah kesukaan Zas maka wanita itu akan memaafkannya atau sekedar jadi sedikit lebih mudah di atur.
"Gua kerja setengah mati di luar buat lo anjing! Tapi lo gak makan! Lo lebih mikirin ego lo karna kita lagi berantem ?! Sialan lo ya, minta di pukul lagi lo?" Xavier memaksa Zas keluar dari kamar tapi Zas tidak mau, tangan Zas berpegang pada kosen pintu sedangkan tangan satunya di tarik kuat oleh Xavier.
Tidak sabar dengan kelakukan Zas, Xavier menjambak rambut Zas lalu mendorong wanita itu menuju dapur untuk makan sekarang juga.
"Gak mau!" tangis Zas pecah, dia sudah tak sanggup menghadapi Xavier versi kasar seperti ini, dia terus menerus memikirkan bunda Lev yang ia temui di supermarket kemarin. Pasti bunda Lev sudah memberitahukan kabar ini ke mamah Zas. Dia sudah pastikan itu terjadi. Dia tahu sendiri bagaimana dekatnya bunda Lev dengan mamahnya."Makannya kalo gak mau di giniin harus nurut!" Tangan Xavier pindah ke belakang leher Zas, dia mencengkram belakang leher Zas layaknya memaksa binatang agar binatang itu mau berjalan. "Tapi lo selalu mukulin gua! Gimana gua bisa nurut sama bajingan kaya lo!"
"Kalo lo nurut sama gua pasti gua gak akan kasar sama lo. Jangan pernah mikir buat kabur dari gua, mati lo gua buat" ancam Xavier, dia menarik wajah Zas agar bertatapan dengan wajahnya "cuih" Zas meludahi wajah Xavier "Lo. Siapa?" Senyum segaris di bibir Zas terukir, senyum yang beraura sadis, senyum yang tidak pernah Xavier lihat belakang ini.
"Lo pelacur gua. Seharusnya lo bersyukur karna gua gak maksa lo buat layanin gua di kondisi lo yang lagi hamil ini" tidak hanya hati Zas yang tercubit mendengar ungkapan lelaki di depannya, Xavier pun juga merasakan sesak di dadanya saat mengatakan itu, ia kelewat emosi.

KAMU SEDANG MEMBACA
XAVIER (END)
Teen FictionKecelakaan 7 bulan lalu membuat gadis cantik itu terbaring di kasur dengan mata tertutup sepanjang hari juga bunyi monitor sesekali menjadi alunan musik terfavorit Zaskya Tak lupa janin yang semakin hari semakin membesar didalam rahim 'putri tidur'...