.
Jangan lupa vote okay??
.
.
Di ruangan bercat krim semu, Zas sedang berjalan bolak-balik sambil memegangi perutnya di bantu oleh Xavier. Disana juga ada Eza yang dari tadi mengekori Zas.
Remaja lelaki itu langsung datang saat Xavier menelponnya, pagi itu juga saat Eza hendak menunaikan shalat subuh tiba-tiba Xavier menelpon jika Zas akan melahirkan. Jadi dia datang terburu buru kerumah sakit padahal Zas baru pembukaan 4.
Dokter bilang, Zas harus banyak bergerak saat ini agar pembukaannya semakin cepat. "Sarapan dulu Zas" suruh Xavier
Yang di suruh tak menjawab, ia masih terus mengatur nafasnya dari hidung di buang lewat mulut agar rasa sakit di perutnya tidak terlalu menyengat. "Kak sarapan dulu, lo mau lahiran gini masa gak ada tenaga sih" Eza mengambil piring bubur yang tadi pagi di berikan kepada Zas. Remaja lelaki itu menyuapi kakaknya yang sibuk berjalan sambil sesekali meringis kesakitan karena anaknya terus berputar mencari jalan keluar.
"Za, gua kangen banget sama mamah" Zas berhenti, dia memegangi lengan adiknya seolah berkata kalau hanya Eza lah orang terakhir yang bisa mengerti dia. "Terus gua harus apa kak?"
"Gak tau, gua kangen banget sama mamah, gua pengen dia disini nemenin gua lahiran. Gua takut Za" air matanya berlinang meluncur bebas di pipinya. Kali ini dia tak berbohong soal ketakutannya, dia benar benar takut untuk melahirkan. Belum melahirkan saja rasanya sudah sesakit ini apa lagi nanti saat melahirkan.
"Kan ada gua ada Eza juga, lo gak usah telfon mamah oke?"sahut Xavier tiba-tiba. Ini di lakukan Xavier agar tak ada yg mengambil miliknya, ia tak ingin orang lain tahu soal Zas dan Zas akan pergi meninggalkannya karena sudah bertemu dengan orang-orang di masa lalu Zas.
Di pelukannya tubuh jangkung milik Eza, anak lelaki ini sudah besar sekali pikir Zas padahal dulu Eza masih begitu kecil, anak kecil yang selalu mengikutinya kemana pun sampai sampai Zas marah karena risih selalu di ikuti.
Sekarang anak lelaki kecil itu sudah sebesar dan sedewasa ini? Oh ya tuhan Zas sudah menghilang berapa puluh tahun sampai tak sadar jika adik kecilnya sudah sebesar ini?
.
Waktu sudah menjelang malam tapi wanita itu masih belum menunjukkan pembukaan selanjutnya, bayangkan saja seberapa rasa sakit yang dia tanggung dari awal pagi sampai menjelang malam begini. Rasanya dia ingin merobek perutnya sendiri dengan tangannya karena anak itu hanya berputar-putar saja tapi tidak menemukan jalan keluar.
Saat ini Zas sedang duduk tertidur di kursi samping ranjangnya dan di lantai ada Xavier yang terduduk tanpa alas sambil mengusap perut buncit wanita hamil itu. Anaknya terus berputar dan itu mengakibatkan Zas menangis meraung raung sangking sakitnya, mengingat Zas tidak kuat menahan rasa sakit.
"Baby jangan sakitin mamah terus dong, kasian mamahnya" ucap Xavier kepada anaknya yang bergusar terlihat dari kulit perut Zas.
"Shsss" baru saja di bilang dan Zas sudah bangun karena anaknya kembali membuatnya kesakitan "sakit lagi ya??" Tanya Xavier penuh khawatir.
"Iya"
"Mau minum? Gua panggilin dokter ya??"
"Gak usah" jeda beberapa menit... "Mau keluar"
"Keluar apa?? Anaknya?? Tunggu bentar!"
"Keluar ruangan"
"Ohh.... Gapapa ini keluar?" Dengan hati-hati Xavier membawa Zas kelantai paling atas gedung rumah sakit menggunakan kursi roda. Kota Jakarta indah bukan? Sangat indah saat malam.

KAMU SEDANG MEMBACA
XAVIER (END)
Teen FictionKecelakaan 7 bulan lalu membuat gadis cantik itu terbaring di kasur dengan mata tertutup sepanjang hari juga bunyi monitor sesekali menjadi alunan musik terfavorit Zaskya Tak lupa janin yang semakin hari semakin membesar didalam rahim 'putri tidur'...