.
Hai jangan lupa vote ya
Sama komen juga dong
Biar makin semangat nulisnya.
.
"Kondisi janinnya sehat, beberapa bulan lagi kita bisa mendengar detak jantungnya dan melihat jenis kelaminnya. Kondisi Zas juga semakin baik saja, beberapa alat medis sudah di cabut saat ini kita hanya tinggal menunggu Zas membuka matanya saja tapi entah kapan itu" perjelas dokter Sem begitu senang, Xavier tak kalah senang ia juga sangat senang bahkan rasanya ia ingin berteriak keras lalu loncat loncat karna mendengar kabar baik ini
"Mungkin Zas butuh beberapa kali terapi lagi setelah itu kita hanya tinggal menunggu ia bangun saja"
"Iya om, makasih banyak ya om" tidak bisa di pungkiri perasaan senang Vier sudah merambat ke wajah buktinya wajahnya senyum terus sejak tadi
"Iya, om juga senang denger kabar baik ini, kalo gitu om buat catatan medisnya dulu dan beberapa hari lagi kita bisa terapi kembali"
"Iya om, kalo gitu Vier pergi dulu. Makasih ya om" entah sudah berapa kali Vier mengatakan makasih tapi rasanya masih belum cukup untuk menjabarkan kebahagiaannya
.
"Hai anak bunda" lirih suara wanita paruh baya itu terdengar, suara menahan tangis dan jangan tanya lagi sesak di bagian terdalam hatinya setiap mengunjungi makam anak laki-laki satu-satunya itu
"Bunda kangen sama abang, bunda kesepian, buna kangen, bunda kangen, bunda kangen" tangisan wanita itu lebur dengan air hujan yg juga turun, pemakaman terasa sangat menyeramkan saat seperti ini tapi hal itu tak membuat Dian ketakutan sebab warnanya, pelanginya, mataharinya, tawanya, ada di salah satu makan ini
Di sampingnya, nisan yg ia peluk dan ia ciumin sejak sore tadi, adalah makan anak semata wayangnya. Hati ibu mana yg masih tegar saat mendapat kabar jika anaknya kecelakaan karna mobil yg di kendarai anaknya jatuh kejurang dan naasnya anaknya harus tewas di tempat
"Bunda kangen..."
"Sayang, ini udah hampir malam. Ayo kita pulang dan doain Lev dari rumah" tak hanya Dian yg terpukul dengan kenyataan ini, pasalnya sejak tadi Hendra kuat-kuat menahan tangisnya. Jika ia lemah dan menangis lalu siapa yg akan menguatkan istrinya itu pikir Hendra
Dian masih sama, hanya menggeleng dan menangis lagi "kita kerumah Eza yuk, Eza pasti sendirian dirumah apa lagi papah denger beberapa waktu lalu rumah orang tuanya baru di jual" Hendra mencoba mengalihkan perhatian dengan membahas Eza agar istrinya mau pergi dari pemakaman dan tidak berlarut-larut menangis
"Terus sekarang Eza tinggal sama siapa?" Tak di sangka ternyata Dian menanggapi ucapannya suaminya itu
"Papah mana tau makanya itu ayo kita liat"
"Ya udah ayo. Eza tinggal dirumah kita aja pah ajak biar rame dirumah"
"Eza tinggal di rumah Zas yg di kompleks itu. Lev juga dulu sering nginep disana"
"Beneran?!" Antusias Dian, beberapa bulan ini memang Dian sangat sensitif. Hal apapun yg menyangkut Lev pasti ia akan sangat semangat "iya" singkat suaminya itu
.
"Jadi kamu tinggal sendirian disini Za?" Singkat cerita malam ini pasangan suami istri itu akan menginap disini karena tidak di bolehkah pulang oleh Eza
"Iya om"
"Orang tua kamu?"
"Udah pisah dua bulan lalu om, rumah juga udah di jual"
"Semenjak jasad kakak gak di temuin mamah jadi depresi dan gak perduli sama lingkungannya. Kaya yg di alami tante Dian. Mamah juga sama hal nya bedanya--tante Dian punya om yg nyemangatin dan mamah gak punya siapa-siapa buat nyemangatin keterpurukannya. Termasuk Eza. Eza gak bisa nyemangatin mamah" Dian yg melihat itu langsung memeluk remaja di depannya, rasanya sesak sekali mendengar penuturan Eza. Ia tahu betul rasa sesaknya ditinggal seorang anak, belum lagi berdamai dengan duka mamah Eza di hadapkan dengan perceraian dari suaminya

KAMU SEDANG MEMBACA
XAVIER (END)
Teen FictionKecelakaan 7 bulan lalu membuat gadis cantik itu terbaring di kasur dengan mata tertutup sepanjang hari juga bunyi monitor sesekali menjadi alunan musik terfavorit Zaskya Tak lupa janin yang semakin hari semakin membesar didalam rahim 'putri tidur'...