Setelah mengeluarkan tenaga ekstra semalam di ruang IGD, bukan buat hal yang macem-macem, tapi semacem aja, Jennie masih harus dihadapkan dengan tugas jaga poli dan memasang wajah sedemikian ramah dan cantiknya. Menyapa para pasien yang hendak check up maupun konsul dengan serangkaian kode etik yang harus dilakukannya. Mempersilahkan masuk dan berdiri di belakang sang konsulen ketika tangan dingin itu memeriksa keadaan pasiennya.
"Pasien atas nama Adik Mahendra Kusuma Widjaja!" seru Jennie memanggil nama salah seorang pasien di poli THT kali ini. Tak lama, presensi bocah cilik yang sedang berlari menghampirinya. Memamerkan gigi susu yang sedikit keropos akibat terlalu banyak konsumsi gula itupun sedikit mengangkat rasa letih Jennie.
Membalas senyuman sang bocah cilik dan mempersilahkannya masuk ke dalam ruangan dokter. Jennie berdiri di belakang sang dokter dengan apiknya. Mendengarkan keluhan dan informasi dari sang ibu dan sang dokter yang menimpali, memberi pertanyaan, dan menjelaskan perkembangan sang anak.
"Kalau begitu, Mahendra harus segera diberikan penanganan oleh tim ahli. Jika dibiarkan ataupun menunggu terlalu lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan komplikasi serius seperti kecacatan, kerusakan otak permanen bahkan, mohon maaf, kematian," jelas dokter Joel kepada sang ibu pasien yang sudah menatap anaknya sendu.
"Baik, dokter. Kalau begitu akan segera saya diskusikan dengan suami saya. Terima kasih banyak sebelumnya. Mari dokter, saya permisi dulu," pamit ibu Mahendra kemudian menggendong sang putra untuk keluar dari ruangan. Berbeda dengan sang ibu yang terlihat begitu sedih, Mahendra justru dengan riangnya melambaikan tangannya ke arah Jennie dan dokter Joel.
"Kadang saya merasa kasihan ketika anak sekecil itu harus merasakan sakit yang luar biasa. Tapi ya bagaimana pun, garis hidup sudah dilukiskan, kita sebagai manusia hanya bisa berdoa dan berusaha," ujar dokter Joel dan dalam diam Jennie mengangguk.
Mahendra adalah satu dari sekian pasien yang sedang berusaha menghadapi rasa sakitnya. Setelah hasil laboratorium dari pihak radiologi keluar,kabar duka datang bersamaan dari anak itu. Anak periang yang masih berusia 2 tahun itu harus menahan rasa sakit dan kehilangan fungsi pendengarannya dikarenakan Abses Otak yang dideritanya.
Awalnya ia masih bersikap seperti anak normal lainnya. Hingga sang ibu semakin lama, semakin menyadari jika sang anak lambat dalam merespon. Kemampuan berbahasa dan psikomotorik sang anak turut berubah hingga sang anak tidak mampu merespon panggilan dengan baik. Ketika dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ternyata terjadi penimbunan nanah dan pembengkakan di otak Mahendra atau yang biasa disebut dengan Abses Otak.
"Bisa panggil pasien selanjutnya, dek Jen."
"Baik, dok."
Hari ini pasien yang berkunjung tidak terlalu ramai. Meskipun begitu, rasa lelah tak dapat dihindari. Namun kali ini rasanya badan Jennie seakan ditimpa beban hutang negara saja. Masih ditambah dosa pula. Intinya satu, rasanya capek buanget.
Jennie harusnya pulang jam 16.00 WIB, tapi masih ada laporan yang harus ia urus. Mengenai pasien tabrakan beruntun semalam. Ditambah sang suami sekaligus driver pribadinya juga sedang ada kerjaan tambahan. Ngga tau part time dimana. Pokonya Jaehyun jemputnya telat. Jadilah saat ini, dimana adzan magrib sebentar lagi berkumandang, Jaehyun baru memarkirkan motornya di basement rumah sakit.
Niatnya mau nunggu di parkiran aja. Tapi sesuatu membuat dirinya melangkah masuk ke rumah sakit. Kaki jenjang itu dengan lihainya menyusuri setapak demi setapak ubin dingin yang berbau khas desinfektan. Hingga netra coklat itu menemukan sebuah objek.
Ruang Bayi.
Entah apa gerangan yang menyebabkan Jaehyun menghampiri ruangan itu dibandingkan sang istri yang mungkin telah menunggu kedatangannya. Namun disinilah dia. Duduk tegap di kursi tunggu di depan ruang bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PASUTRI JEJE
FanfictionHanya kisah tentang Jennie dan Jaehyun yang tidak saling mengenal namun harus menikah. Bukan karena perjodohan, melainkan digrebek pak pol. -Nikah Karena Fitnah-