Bima melihat Nana keluar dari kamar mandi . Rambutnya yang sedikit basah diikat asal-asalan dan pipinya kini sedikit merona. Nana memakai kaus dan celana Bima. Baju itu jelas kebesaran untuk Nana. Bima lihat, setiap tiga langkah menuju kearahnya, Nana selalu menarik bajunya yang terus melorot ke lengan. Ajaibnya, pemandangan itu justru membuat Bima tertawa dan perasaannya jadi lebih ringan.
"Baju Bima kebesaran." Gumam Nana begitu ia berdiri di hadapan Bima.
Bima tertawa geli, sebelum dengan cepat mengangkat Nana untuk duduk di pangkuannya.
Sontak pipi Nana semakin merah padam, "Bima, aku bisa duduk sendiri."
Bima diam tidak bergeming.
Nana berbisik panik, "Gimana kalau ayah Bima lihat?"
Bima mendengus cuek. Disaat yang sama ia bisa merasakan nafas Nana mulai memburu panik. Bima tertawa pelan, dan mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Nana. Menikmati Nana yang bergerak-gerak lucu berusaha sekuat tenaga menyembunyikan wajah salah tingkah nya dari pandangan Bima.
"Berhenti gerak." Kata Bima tanpa sadar mulai tersenyum, "Ada hal penting yang harus dibicarakan."
Nana meringis, "Uhhh..Tapi kalau posisinya kayak gini, aku nggak bakal bisa nangkep Bima bilang apa."
Kini senyum Bima berubah jadi tawa. Bibir Nana meringis makin lebar. Ekspresinya makin lucu. Bima tertawa terbahak. Di tengah tawanya, Bima mengambil berkas yang sudah ia siapkan sejak kemarin dan menyerahkan berkas-berkas itu pada Nana.
"Baca." Perintahnya.
"Apa ini?"
"Hukum perjanjian pranikah. Setelah kamu baca semua data di berkas ini, kamu harus tulis semua perjanjian yang kamu mau sebelum kita menikah nanti."
Nana mengerjapkan mata melongo, "Untuk apa buat perjanjian pranikah?"
"Itu penting buatmu."
"Apa itu penting buat Bima?"
"Ya."
Raut wajah Nana sontak berubah. Dari gugup menjadi was-was. Bima melihat perubahan itu tanpa berekspresi. Bima tau, mungkin bagi sebagian orang. Perjanjian pranikah itu tidak umum. Hampir kebanyakan orang menikah atas dasar hanya saling percaya. Walaupun Bima tidak berharap apa-apa, tapi bagi Bima ini penting, untuk masa depan Nana.
"Apa maksud Bima itu, soal harta gono gini seandainya kita cerai nanti?"
"Kita nggak akan pisah atau cerai." Jawab Bima dengan cepat, "Maksud perjanjian ini, kamu harus tulis semua yang kamu mau, hak, kewenangan dan peraturan yang harus kita taati."
"Nggak ada peraturan apapun yang aku mau." Jawab Nana singkat.
Bima memincingkan mata galak.
"Aku cuma mau, Bima banyak cerita. Tentang keseharian Bima. Tentang keluarga Bima. Apapun."
Bima menyentuh pipi Nana lembut dan dengan cepat mengangguk.
"Kalau Bima sendiri? Kenapa kita harus buat perjanjian pranikah di mata hukum? Kenapa nggak perjanjian pribadi di mata tuhan?"
"Karena Tuhan bisa kejam." Jawab Bima dingin, "Juga kita nggak akan pernah tau apa yang bakal terjadi kedepannya."
"Terus perjanjian yang Bima sendiri mau itu apa?"
Bima menghela nafas, "Aku mau kita, apapun yang terjadi, nggak akan pernah bercerai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Pujaan Hujan (completed)
ChickLitWarning for mature content,- Sequel read Angin pujaan hujan before, otherwise many things will confuse you Just simple short love story This works dedicated for people who likes sweet, simple, adult love story Enjoy