Part 10

1.6K 223 1
                                    

Esok harinya, Bima menjemputku dengan mood sedikit buruk. Mungkin akumulatif dari kejadian kemarin atau memang hanya karena ini hari Senin. Hari yang umumnya memang paling tidak disukai didunia.

Untungnya aku nggak punya hari kerja yang buruk. Selama bekerja di rumah Bima, aku hampir tidak punya hari menyebalkan atau membosankan. Semuanya menyenangkan. Aku menikmati membuat perabotan kayu ini itu, berkebun Anggrek, menyusun tanaman hidroponik, atau walau cuma sekedar mengobrol dengan ayah Bima.

Seperti biasa, Bima mengantarku masuk kedalam rumahnya, mencium ku sebelum ia pergi ke kantor. Yang tidak biasa, Bima bilang kalau hari ini ia akan pulang lebih awal untuk mengantar ayahnya check up ke rumah sakit.

"Bapak sakit?" Aku segera mengedarkan pandangan  khawatir ke sepenjuru rumah Bima mencari keberadaan ayahnya.

"Ya." Jawab Bima singkat, "Beliau sekarang di kamar. Kalau nanti siang bapak maksa untuk ngelakukan sesuatu, kamu harus larang. Paksa beliau istirahat."

"Iya Bima." Aku mengangguk patuh dan bibir Bima menciumku sekali lagi.

Begitu Bima pergi, aku segera mencari Bu Yani. Ingin tau lebih detail tentang keadaan ayah Bima. Aku menemukan Bu Yani di dapur. Beliau sedang sibuk membereskan piring disana.

"Mbak Nana?" Gumam Bu Yani sambil tersenyum geli.

Mau tidak mau aku balas tersenyum salah tingkah. Sebetulnya, akhir-akhir ini aku agak menghindari Bu Yani. Karena Bu Yani sudah beberapa kali memergoki Bima mencium atau memelukku. Sampai detik ini aku masih malu setengah mati sampai ke ubun-ubun kalau ingat soal itu, tapi menyebalkannya, Bima malah sama sekali nggak peduli tuh.

"Mbak Nana sudah makan belum? Mau saya masakan apa? Atau saya buatkan minum?" Tawar Bu Yani.

Ini bagian yang lebih memalukan lagi. Sejak pertama kalinya beliau memergokiku, perlakuan Bu Yani langsung berubah. Bu Yani mulai memperlakukanku bukan sebagai pengasuh ayah Bima, tapi lebih ke seperti istri Bima. Seperti bosnya. Membuatku nggak nyaman karena dulu aku biasa mengobrol dengan beliau seperti seorang teman.

"Bapak sakit apa Bu Yani? Bu Yani tau?"

"Kata mas Bima, tadi malam bapak badannya panas. Mas Bima kayaknya nggak tidur semalam suntuk, mbak. Jagain bapak."

Aku menggigit bibir cemas, "Tapi bapak sudah sarapan dan minum obat kan?"

"Sudah. Sekarang bapak lagi tidur di kamar." Jawab Bu Yani sebelum menambahkan, "Oh ya. Mas Bima titip pesan ke saya tadi. Kata beliau mbak Nana istirahat di kamar mas Bima saja. Ndak usah ngapa-ngapain. Nunggu bapak sampai bangun tidur saja."

"A..apa?" Bibirku terbuka canggung.

"Mbak Nana belum pernah ke kamar mas Bima ya? Kamar mas Bima ada di lantai dua mbak."

"Saya disini saja, bantu Bu Yani." Potongku cepat.

"Aduuuh jangan mbak Nana. Nanti kalau mas Bima tau, mas Bima bisa cemberut seharian sama saya. Saya kan takut."

"Mas Bima nggak bakal tau kok Bu Yani." 

Bu Yani tertawa geli, lebih tepatnya menertawakan ku, sambil menunjuk CCTV-CCTV yang tersebar di segala penjuru rumah, "Mas Bima mah pasti tau."

Angin Pujaan Hujan (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang