Part 38

1K 170 8
                                    

Ini kali pertama dalam hidupku aku tidak tidur semalam suntuk. Sepanjang malam, sejak aku sampai kembali ke rumah Bima jam satu pagi. Aku terus bergelung di atas kasur Bima. Memeluk bantal yang selama ini Bima pakai. Membayangkan seandainya Bima ada di sampingku dan bukannya ada di lantai bawah; tidur di sofa ruang keluarganya. Sementara ayahku tidur di kamar tamu dan ayah Bima tidur di kamarnya.

Aku langsung turun dari di atas kasur begitu jam sudah menunjukan jam lima pagi. Langit masih semburat ungu gelap, tapi aku sudah menyerah. Aku tidak tahan lagi untuk tidak menuruni tangga, menemui Bima.

Aku menemukan Bima sudah bangun dan sedang memasak di dapur. Melakukan rutinitas biasanya setiap hari. Seakan kemarin tidak terjadi apa-apa. Bima memakai kaos hitam santai dan celana pendek walau rambutnya sudah tertata rapih.

Bima menoleh kebelakang ketika mendengar suara langkah kakiku dan langsung mengelus puncak kepalaku ketika aku sudah berdiri di sampingnya.

Sayangnya aku butuh lebih dari sekedar tepukan di puncak kepala untuk mengenyahkan perasaan gusarku. Tanpa kata, aku langsung membenamkan wajahku ke dalam dada Bima yang sekeras batu. Memeluk Bima seerat yang aku bisa.

"Anna?" Panggil Bima sambil balas memelukku lalu menggendongku seakan aku anak kecil dan mendudukkan ku di atas meja dapurnya,"Apa kamu nggak tidur?"

Aku meringis saat Bima mengusap pelan mataku dengan jemarinya. Rambutku mungkin berantakan dan mataku pasti berkantong panda. Seperti apa aku kelihatannya sekarang? Aku bahkan belum mandi dari sejak pagi kemarin dan aku masih memakai pakaianku saat bertemu Sarah. Terusan selutut berwarna merah.

"Apa aku kelihatan jelek?" Tanyaku malu.

"Justru kamu terlalu cantik." Gerutu Bima.

Pipiku merona. Perasaan bahagia yang selalu ada di setiap saat Bima ada di dekatku mulai membanjiri ku.  Candu yang tidak bisa kutemukan dari siapapun kecuali Bima, "Boleh aku minta dicium Bima?"

"Apa?" Mata Bima sontak terbuka lebar. Seperti kaget sekaligus menahan tawa mendengar permintaanku.

"Boleh?" Ulangku malu.

Bima perlahan bergerak mendekatiku sambil tersenyum. Saat mata kami  hanya tinggal berjarak beberapa senti, Bima berbisik di telingaku, "Ayahmu juga sudah bangun tidur, Nana."

Kesadaranku langsung tumpah ke Bumi. Aku nyaris lompat turun dari meja dapur dan untungnya tubuhku langsung di tangkap oleh Bima yang  tertawa terbahak-bahak.

Pipiku sekarang bukan lagi cuma merona tapi betul-betul yang merah membara sampai seujung kuping. Aku malu. Malu sekali. Sampai ingin sembunyi di bawah meja. Walaupun aku sendiri nggak yakin apa suara ku tadi di dengar ayahku yang sekarang entah ada dimana atau siapa saja yang ada di rumah. Tapi tetap saja, kalau kuingat lagi, nada suaraku dan kata-kataku barusan itu memalukan sekali.

Selesai tertawa, Bima menarikku kembali dalam pelukannya, mencium lengkukan leherku dan berkata, "Cukup ini dulu, untuk sekarang."

Aku menggigit bibirku dengan wajah seperti bayi mau nangis kemudian memberanikan diri untuk mendongak menatap mata Bima dengan sisa-sisa keberanian yang ku punya, "Iya, Bima." Aku mengangguk-anggukan kepalaku patuh.

Lagi-lagi Bima tertawa geli, "Tapi aku janji, nanti. Pasti."

Angin Pujaan Hujan (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang