"Nana." Bisik Bima.
Aku tersentak bangun dari tidurku dan melihat Bima sudah berdiri di sampingku dengan jas hitam di tangan kirinya sementara tangan kanan Bima mengelus pelan puncak kepalaku.
"Kenapa tidur disini?" Gerutu Bima.
Aku mengusap mataku. Perlahan memposisikan diri untuk duduk tegak di kursi kerja milik Bima, "Maaf Bima, aku ketiduran."
Selama beberapa detik Bima menatapku dengan raut wajah tak puas. Sebelum perlahan jemari Bima bergerak turun ke pipiku. Bima mengelus pipiku pelan kemudian menundukkan kepalanya untuk mengecup bibirku singkat.
"Aku nggak nyangka, Bima pulang seawal ini." Ujarku ketika kesadaranku benar-benar sudah kembali dan tanpa sengaja aku melihat jam digital di meja kerja Bima masih menunjukan pukul sebelas siang.
"Aku ijin kantor setengah hari, khusus hari ini."
"Oh, bapak gimana keadaannya sekarang?"
"Masih tidur."
"Memangnya kira-kira beliau check up ke rumah sakit jam berapa?"
"Aku sudah buat janji temu dokter jam tiga nanti. Kamu ikut." Jawab Bima sambil duduk di tempat tidurnya dan mulai melepas kancing kemeja abu-abunya satu persatu.
Tanpa dikomando, nafasku langsung mecet begitu melihat sekilas tubuh Bima di balik kemejanya. Bergegas aku memalingkan wajah, terkejut, wajahku merah padam.
Melihat reaksiku, Bima hanya menyeringai singkat, "Duduk disebelahku. Sekarang."
Aku menelan ludah, "Nggak. Nggak Bima. Kita kan belum menikah."
Seringai Bima berubah menjadi senyum kecil, "Memang kenapa? Kamu kira kita mau ngelakuin apa setelah ini?"
Aku memberanikan diri menatap Bima sekarang. Niatnya untuk berpura-pura cemberut berat. Tapi rencanaku langsung gagal total karena aku malah melihat Bima sudah menanggalkan seluruh kemejanya sekarang.
Wajahku berubah makin merah semerah-merahnya. Bahkan kakiku juga ikut gemetaran. Tapi Bima malah dengan cueknya berjalan ke lemari pakaian. Mengambil kaos kemudian memakainya seakan-akan Bima sudah terbiasa bertelanjang dada didepanku.
Tentu aja aku pernah melihat laki-laki bertelanjang dada sebelum nya. Tapi sebagian besar yang pernah kulihat hanya kulihat di film. Dalam dunia nyata, aku pernah lihat ayahku. Anak kecil tetanggaku, anak cowok teman sekelasku dulu yang sering berganti kaos olahraga di dalam kelas. Tapi nggak ada satupun dari mereka yang tubuhnya seperti milik Bima dan kuinginkan seperti aku menginginkan Bima.
Aku buru-buru menepuk-nepuk keningku. Mengingatkan diriku sendiri untuk kembali ke jalur yang benar. Kembali berpikir jernih. Seperti aku yang biasanya.
Sayangnya, Bima jelas nggak berpikiran sama. Bukannya koperatif Bima malah tertawa terbahak. Lagi-lagi Bima mengangkat badanku dengan mudahnya dan menjatuhkanku di atas kasur.
Sontak aku memasang wajah horor. Menyebalkannya, ekspresiku malah dibalas Bima dengan tertawa makin keras. Bima hanya menciumku beberapa kali sebelum akhirnya bergumam, "Bukan hari ini. Tapi secepatnya."
"Maksud Bima apa?" Aku mendorong tubuh Bima menjauh dariku sekuat tenaga.
"Apapun yang kamu mau. Yang ada di pikiranmu, sekarang." Jawab Bima sambil menyeringai ngejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Pujaan Hujan (completed)
ChickLitWarning for mature content,- Sequel read Angin pujaan hujan before, otherwise many things will confuse you Just simple short love story This works dedicated for people who likes sweet, simple, adult love story Enjoy