Part 29

1.2K 188 15
                                    

Bima melepaskan kemejanya untuk menyelimuti baju terusan pendek Nana yang tersingkap tanpa sengaja ketika Bima membaringkannya di atas sofa. Hingga tersisa Bima bertelanjang dada, tanpa senyum berlutut di atas Nana.

Lucunya, Nana seketika berhenti bergerak. Membuat Bima menyentuhkan ujung hidungnya pada hidung Nana dan mulai tersenyum.

"Bima?" Bisik Nana dan lagi-lagi hendak menggigit jari telunjuknya sendiri. Sepertinya itu kebiasaan baru Nana, setiap kali ia gugup setengah mati.

"Berhenti." Bima dengan cepat menyingkirkan jemari tangan Nana dan menggantinya dengan mengelus bibir Nana dengan ibu jarinya sendiri, "Jangan gigit jarimu lagi."

"Kalau jari Bima?" Tanya Nana dengan suara parau.

"Jangan uji batas kesabaran ku sekarang." Geram Bima, bergegas mengatur nafas. Memejamkan mata. Sekuat tenaga mengatur pikirannya. Membangun kembali pertahanan yang nyaris di robohkan Nana lewat sepotong kata.

"Sebentar lagi aku antar kamu pulang." Kata Bima tegas dan ia menundukan tubuhnya kembali untuk menatap mata Nana lekat-lekat, "Aku harus segera bertemu orangtuamu, Anna."

"Sekarang? Malam ini juga? Kenapa?"

"Aku harus minta ijin orangtuamu untuk menikah dan maaf, seharusnya aku lebih cepat datang memperkenalkan diri ke mereka daridulu."

"Tapi Bima kan sibuk kerja. Selalu pulang malam. Masih harus ngurus rumah dan bapak juga."

"Bukan alasan." Bima mengumpat lebih untuk dirinya sendiri. Menyesal terlalu sibuk dengan klien-kliennya dalam rentang waktu ini. Hingga keinginannya yang paling besar tersingkir oleh beban tanggung jawab pekerjaan yang berat. Seakan segalanya dalam beberapa minggu ini tidak mendukungnya. 

"Jadi malam ini juga, Bima bakal minta ijin?" Seru Nana gembira. Luapan kegembiraan Nana dengan mudah menular pada Bima hingga melunturkan kemarahannya.

"Malam ini aku bakal memperkenalkan diri dulu. Baru setelah itu, hari selanjutnya."

"Kenapa nggak malam ini?" Nana mengernyitkan bibir. Merajuk seperti anak kecil.

"Karena sekarang sudah agak malam." Bima mengelus rambut Nana, "Dan ada sesuatu yang harus kubicarakan dulu, sebelum kuantar kamu pulang."

"Apa?" Desah Nana, balik menatap Bima.

Sorot mata Nana menari-nari. Mata yang selalu berbinar setiap kali menatap Bima. Satu-satunya yang Bima yakin paling tulus bahagia dengan keberadaannya.

Bima menundukan dirinya semakin dalam. Mencium kening, hidung, pipi Nana yang sewarna apel, "Maaf, karena aku nggak pernah bicara soal ini dengan benar."

Nana mengerutkan kening bingung, "Hmm? Maksud Bima?"

"For not properly asking you to marry me."

Tanpa di duga Nana malah tertawa kecil geli, "Uhh.....Bima ngelamar aku lagi?"

Denting suara tawa Nana seketika mematik api dalam diri Bima. Memacu Bima untuk menggenggam erat rambut Nana. Menariknya untuk mencium Nana kasar dalam luapan emosi yang sulit dijelaskan, " I love you. I love you, Nana. I really love you. Please marry me."

Angin Pujaan Hujan (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang