Part 37

944 163 16
                                    

Aku sampai di rumah Bima sekitar pukul sembilan malam dan jantungku nyaris saja berhenti berdetak ketika melihat rumah Bima sedikit ramai oleh orang-orang yang kutau tinggal di sekitar rumah Bima.

Aku menutup pintu mobil ayahku dengan panik. Ketakutan menghadapi kemungkinan terburuk. Aku nggak akan pernah siap seandainya pak Ilyasa meninggalkanku dan Bima secepat itu. Untungnya, Bu Yani langsung menyambutku. Beliau membukakan pintu gerbang lebih lebar padaku supaya ayahku bisa memasukan mobilnya ke dalam rumah Bima.

"Kenapa rumah ramai Bu Yani? Pak Ilyasa nggak apa-apa kan? Kenapa Bu Yani juga belum pulang?" Tanyaku, karena memang biasanya Bu Yani selalu pulang sebelum magrib, "Bima dan Maharani kemana?"

"Mbak Maharani sedang ke rumah pak RT untuk ngecek CCTV komplek perumahan mbak. Kalau mas Bima saya nggak tau. Tadi beliau sudah sampai di rumah tapi langsung pergi lagi. Beliau pasti langsung cari bapak."

"Memang bapak dimana?"

"Bapak hilang daritadi sore mbak. Keluar begitu aja ngelewatin pintu gerbang rumah dan belum pulang sampai sekarang. Saya nggak tau bapak kemana. Saya takut mbak. Apalagi bapak kan sudah pasti nggak ingat jalan pulang." Ucap Bu Yani dengan suara bergetar menahan tangis.

Aku menggigit bibirku. Ikut menahan tangis ku. Lalu melemparkan pandangan putus asa ke sekeliling. Mengabaikan beberapa tatapan orang yang kini penasaran melihatku.

"Kamu mau cari ayah Bima juga?" Ucap ayahku pelan. Di telingaku. Menarik perhatianku kembali.

Aku mengangguk. Ayahku tau. Di situasi seperti ini. Hanya duduk diam tidak melakukan apapun hanya membuatku tambah menderita.

Jadi aku kembali memasuki mobil ayahku. Berkendara perlahan melewati setiap jengkal jalan yang kutau. Berpikir keras kemungkinan-kemungkinan yang ada dimana pak Ilyasa kira-kira berada.

Sepanjang jalan aku terus menyesal. Menyesal karena selama ini aku tidak terpikirkan untuk membiasakan ayah Bima membawa handphonenya kemana-mana. Menyesal karena aku membuat Bima pergi menyusulku dan bukannya tetap di rumah menjaga ayahnya. Menyesali semuanya.

Aku nyaris berputar-putar selama satu setengah jam. Hingga ayahku akhirnya berhenti di bawah pohon rindang disisi jalan. Aku termenung dengan perasaan kacau. Berkali-kali mengecek handphoneku. Berharap aku mendapatkan pesan atau telepon yang kutunggu. Tapi semua tetap kosong. Sunyi.

"Jangan panik. Tenangin pikiranmu." Ucap ayahku. Beliau menepuk pundakku.

Aku mengatupkan telapak tanganku di wajah. Berusaha sekuat tenaga menahan supaya aku tidak menangis putus asa, "Ayah. Gimana kalau ayah Bima nggak ketemu?"

"Beliau pasti ketemu." Potong ayahku cepat, "Ayah bakal bantu kamu cari sampai beliau ketemu."

"Tapi harus cari kemana lagi?"

Ayahku terdiam sesaat sebelum berkata, "Kamu tau tempat yang di sukai ayahnya Bima?"

Aku mengerutkan kening frustasi. Mencoba mengingat hal-hal kecil yang pernah Bima atau pak Ilyasa katakan padaku. Hingga sekelebat aku teringat, deretan kios-kios tanaman. Dengan bunga Petunia berderet-deret berwarna-warni.

"Ada." Jawabku ragu.

Ayahku mengangguk dan langsung mengarahkan mobilnya ke tempat yang ku tuju. Tempat yang Bima pernah katakan sewaktu dalam perjalanan ke rumah sakit, ayahnya suka di sana. Membeli tanaman, melihat bunga dan pohon.

Tak beberapa lama aku sampai di tempat itu. Bibirku bergetar ketika aku melihat mobil yang kukenal baik terparkir di pinggir jalan. Mobil Bima.

Satu-satunya mobil yang ada di samping deretan kios yang kosong. Di jalan yang sepi tengah malam. Tanpa orang satupun dan hanya di terangi cahaya lampu jalan yang temaram.

Saat itulah aku melihat Bima dari balik kaca mobil ayahku. Bima berdiri di pinggir jalan. Menggendong ayahnya di punggung menyusuri jalan setapak sunyi.

Seperti Bima yang selalu menemukanku dimanapun aku berada. Bima juga akan selalu menemukan ayahnya.

Pemandangan itu membuatku tak mampu lagi. Hingga air mata yang setengah mati kutahan tumpah. Dan untuk pertama kalinya setelah sekian waktu yang lama, Aku menangis.

Angin Pujaan Hujan (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang