DELPAN

10.6K 1K 16
                                    

"Yaudah kalau lu maksa."

Fadil menghela napas. Cowok itu akhirnya menyerah setelah berjuang susah payah membujuk Ival agar mau diantar pulang olehnya. Sebagai seorang sahabat— terlebih Ival adalah ketua geng King Dewa, tentu saja ia tidak tega membiarkan laki-laki itu pulang sendiri menggunakan taksi. Lagi pula dari awal sudah direncanakan, malam ini ia harus menjemput dan mengantar Ival pulang. Namun karena alasan; kasihan, arah rumah yang berlawanan, sudah hampir pagi, takut besok terlambat, akhirnya Ival merubah rencananya begitu saja dan memilih pulang dengan menggunakan taksi.

Ival tersenyum nyengir. "Nah, gitu dong," kata laki-laki itu sambil menunjukkan tiga buku pelajaran yang ia pegang di tangan kirinya. "Gue nitip ini ya, jangan lupa besok harus lu bawa ke sekolah." Tangan kanannya kemudian terulur, meraih handel lantas membuka pintu mobil.

Meletakan tiga buku cetak di jok mobil, kemudian Ival menutup kembali pintunya. "Awas kalau sampai lupa," tegas laki-laki itu.

"Iya beras. Yaudah gue duluan sama Tian."

Melipat kedua tangannya diperut Ival menganggukkan kepala. "Oke, hati-hati."

"Lu yang hati-hati," balas Fadil.

Ival terkekeh singkat.

"Val, duluan," imbuh Tian.

Ival mengulas senyum, sambil menatap kedua sahabatnya masuk ke dalam mobil. Laki-laki itu baru berjalan mencari taksi, setelah mobil yang dikendarai oleh Fadil berlalu meninggalkan dirinya.

Tidak sampai lima menit berdiri di pinggir jalan, sebuah taksi sudah berhenti di hadapan Ival. Tanpa menunggu lama, laki-laki itu membuka pintu bagian belakang, lantas duduk menyandar di jok mobil.

"Jalan Samudra nomor lima kosong lima pak."

Sopir taksi itu langsung menjalankan mobil setelah penumpangnya memberi tahu arah tujuannya.

"Tahu kan pak, jalan Samudra?" Tanya Ival pada pria yang duduk di belakang kemudi.

"Tahu dek," sahut sopir taksi itu. "Jalan Samudra kan kawasan elit, rumahnya orang-orang kaya."

Ival mengulas senyum. Merasa tidak akan ditanya oleh sopir arah ke jalan Samudra, Ival kemudian memejamkan mata. "Bagus deh, gue tidur. Bangunin kalau uda sampai."

"Siap dek, tidur aja yang nyaman," sahut sopir itu. Kemudian pria setengah baya menyalakan musik jazz— memberikan service, supaya penumpangnya merasa lebih nyaman.

***

"Bagus deh, kalau dia pulang sendiri," ucap Aeri menatap Ival baru saja masuk ke dalam taksi. "Kita jadi lebih gampang ciduk dia."

Setelah mengatakan itu menginjak gas, membuat mobil miliknya bergerak maju mengikuti taksi di depannya.

"Awas Ri, kita ketahuan," ucap Udil. Cowok itu duduk di samping Aeri. Dengan perasaan ketar-ketir ia mengintai mobil taksi yang membawa calon korbannya.

"Tenang," sahut Aeri. "Kita sergap dia nanti kalau jalan uda sepi."

"Gue kok deg-degan, ya," celetuk Danu kemudian.

"Deg-degan kenapa?" Aeri bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari target. Cowok itu juga terlihat sangat tenang mengendarai mobilnya.

"Ya deg-degan aja, baru pertama kan kita ngelakuin kaya gini," jelas Udil.

"Sama gue juga takut sebenarnya," cetus seorang teman di samping Udil.

"Gue juga," teman yang lain menambahkan.

Untuk usia yang masih tergolong remaja, tentu saja mereka khawatir dengan apa yang akan mereka lakukan. Menculik orang adalah aksi yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Selama ini kenakalan mereka hanya sebatas membolos, mabuk, menggoda perempuan, dan berkelahi.

Saingan {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang