"Bego, anjing, tolol!"Makian dan umpatan itu ditujukan oleh Udil untuk dirinya sendiri. Cowok itu merasa paling nista, paling bodoh karena sudah nekat menyatakan perasaan sukanya kepada Danu— laki-laki yang sering menginap di rumahnya dan sering melakukan hubungan intim dengannya. Tapi sialnya pernyataan suka itu malah mendapat respons yang tidak mengenakan dari Danu. Laki-laki itu jadi terkesan menghindar bahkan mengembalikan jam tangan yang ia berikan beberapa hari lalu.
Sambil merasakan malu kepada diri sendiri Udil berjalan tergesa melewati koridor menuju ke belakang Sekolah— tempat yang sepi dan paling jarang dikunjungi para siswa. Di tengah perjalanannya cowok itu mengingat bagaimana Danu mengembalikan jam itu tangan padanya.
"Sori Dil, gue balik in lagi jam tangannya," itu kata-kata Danu beberapa menit lalu, tepatnya sebelum bel tanda masuk Sekolah berbunyi. "Apa yang kita laku in itu just fun, suka sama suka..." Secara tidak langsung kalimat itu adalah penolakan atas pernyataan Udil yang disampaikan padanya lewat pesan, tadi malam.
Dengan wajah yang salah tingkah Udil menelan ludah sambil menatap datar pada jam tangan yang terulur padanya. Cowok itu benar-benar seperti kehilangan muka dan kehilangan harga diri di hadapan lelaki itu.
Danu melanjutkan. "Bisa-bisanya lu baper sama gue cuma gara-gara itu. Gue masih waras... dan lu inget kita itu temen, cowok sama cowok. Whatsapp lu tadi malem bikin gue merinding, mual. Najis tau nggak?" Tangan Danu kemudian meraih pergelangan Udil lantas meletakkan jam tangan di atas telapak tangan cowok itu. "Ambil, gue nggak bisa terima. Jangan pernah deketin gue kalau lu masih suka sama gue." Setelah mengatakan itu Danu berlalu begitu saja meninggal Udil— tanpa kata, tanpa ingin mendengar tanggapan dari cowok itu.
Meski tidak ada yang melihat tapi Udil merasa seluruh alam seakan sedang menertawakan dirinya. Hatinya hancur berkeping-keping. Meremas kuat jam tangan di telapak tangan, cowok itu kemudian berlari sekuat tenaga dengan membawa rasa sakit di hatinya.
Sesampainya di belakang sekolah Udil terdiam sambil menatap jam tangan dalam genggamannya. Kalimat Danu yang kembali terngiang di kepala membuat napas Udil seketika memburu. Cowok itu marah, namun bukan dengan Danu, melainkan dengan dirinya sendiri yang sudah terlalu bodoh. Tanpa berpikir panjang Udil membanting arloji di tangannya lantas menginjaknya berkali-kali seraya mengumpat. "Bangsat, tolol, anjing...."
Meski sudah mengerahkan seluruh tenaga untuk menginjaknya, namun tidak mampu membuat jam tangan itu lecet, apalagi hancur. Jemari Udil mengepal, lantas ia gunakan untuk memukul tembok sekolah berkali-berkali— sambil terus mengeluarkan kata-kata umpatan. Rasa malu, marah, kecewa, dan sakit hati, berkumpul menjadi satu, membuat cowok itu terus membabi buta— memukul tembok hingga tanpa ia sadari punggung tangannya sudah mengeluarkan darah.
Udil baru berhenti memukul tembok ketika ada seorang siswa yang kebetulan melihat lantas menghentikan aksinya.
"Woi, ngapain? lu tolol."
Itu Fadil— salah satu anggota geng King Dewa— teman Ival.
"Lu udah gila ya?" Ucap Fadil sambil memeluk dari belakang tubuh Udil untuk kemudian menjauhkannya dari tembok. Mengerahkan seluruh tenaganya laki-laki itu mengangkat tubuh Udil dan memutarnya hingga berhadapan dengannya. “Ada masalah apa lu, sampai nyelakain diri sendiri?”
Napas Udil terengah menatap marah kepada Fadil. "Bukan urusan lu anjing!"
"Tolol!" Balas Fadil.
Dari wajah tatapan mata Fadil turun ke tangan lantas menemukan jemari Udil dialiri darah segar. Tanpa berpikir panjang laki-laki itu meraih pergelangan Udil lantas mengangkatnya sampai di depan wajahnya. "Tangan lu luka bego."