Empat dua

7.6K 711 11
                                    

Danu menelan ludah, dengan tubuh yang gemetar ia melangkah, memangkas jarak hingga berdiri di tepat depan Udil dengan jarak yang sangat dekat. Rahang tegas laki-laki itu mengeras, bola mata yang sudah merah, membulat, menatap tajam wajah Udil yang terlihat kebingungan.

Mendekatkan wajahnya ke wajah Udil, kemudian Danu berteriak. “Lonte anjing...!” sambil mendorong dada cowok itu hingga terhuyung memepet ke tembok.

Mengabaikan Udil yang sedang mengatur keseimbangan untuk berdiri, Danu memutar kepala, lantas menatap marah ke arah Fadil. “Makan tuh cowok murahan, gue nggak butuh!” Setelah mengatakan itu Danu lantas berlalu meninggalkan Fadil dan Udil dengan membawa amarah yang masih tersisa.

Fadil hanya mengulas senyum. Ia kemudian memutar kepala mengikuti pergerakan Danu hingga cowok itu menghilang di balik tembok. Laki-laki itu mendesis sebelum akhirnya kembali menatap Udil dan menemukan cowok itu sedang terdiam dengan bola mata yang membulat. Tatapannya tajam, namun kosong. Terlihat bulir-bulir air yang tertahan mulai keluar hingga membuat bola mata Udil mulai berkaca-kaca.

“Dil,” panggil Fadil kemudian.

Udil tersentak dan langsung menatap gugup kepada Fadil. Bola matanya berkedip-kedip menghalau air mata supaya tidak merembes.

“Sori,” ucap Fadil. “Gue tadi denger semuanya,” aku Fadil membuat Udil harus menelan ludah susah payah dan wajahnya terlihat gugup ketakutan.

“Makanya gue sengaja nyium lu depan Danu. Cowok kayak dia emang pantes dikasih pelajaran, biar mampus. Bisa-bisanya dia perlakuin lu kayak gitu. Dia pikir  dia siapa...” Fadil menghela napas. “... tapi lu nggak usah khawatir, gue open minded dan gue bukan cowok ember,” lanjut laki-laki itu. “Oh iya, tolong lu jangan salah paham, ya.”

Rasa malu, kesal, sakit hati dan juga ketakutan bersatu di hati Udil—  membuat cowok itu tidak mampu berkata-kata. Cowok itu hanya bisa memalingkan wajah dari hadapan Fadil untuk menyembunyikan salah tingkahnya.

Lagi, Fadil menghela napas. Laki-laki itu kemudian merogoh kantung celana abu-abu  lantas mengeluarkan jam tangan dari dalam sana. Tanpa berkata-kata ia meraih pergelangan Udil dan meletakan jam tangan itu di telapak tangannya lalu memaksa jemari cowok itu supaya menggenggamnya.

Keadaan Udil yang sedang tidak baik membuat ia hanya diam dan pasrah. Cowok itu bingung ingin berkomentar apa.

Masih dalam keadaan menggenggam telapak tangan Udil, Fadil kemudian berkata; “lu simpen aja jam tangannya. Kasih ke Danu kalau dia udah sadar. Gue yakin, sebenarnya dia juga suka sama lu...”

Udil menelan ludah.

“...Cuma dia itu munafik. Kalau dia enggak suka sama lu, buat apa dia marah-marah nggak jelas. Dia itu cemburu sama gue.”

Menghela napas panjang Fadil melepaskan genggaman tangan Udil. Ia kemudian menepuk pundak cowok itu sambil mengusap-usap nya pelan. “Sekali lagi gue minta maaf udah nyium lu.” Setelah mengatakan itu Fadil memutar tubuh lantas berjalan meninggalkan Udil.

Udil hanya terdiam menatap punggung laki-laki itu. Cowok itu baru menyandarkan punggung setelah Fadil menghilang di balik tembok. Lagi, Udil menghela napas. Ia kemudian merunduk meringis sambil mengeluarkan air mata yang sejak tadi ia tahan dengan susah payah. Detik berikutnya suara sesenggukan terdengar dari mulut cowok itu bersama punggungnya yang bergerak naik turun.

Walaupun sikap Danu sudah membuatnya sakit, namun anehnya tidak mengurangi rasa sukanya pada laki-laki itu. Bahkan ia masih merindukan bagaimana Danu menggagahinya di atas kasur.

“Anjing.”

Udil mengumpat pada dirinya sendiri. Ia benci dengan hatinya yang terlalu lemah dan  semudah itu berubah jadi menyukai seorang laki-laki, hanya karena sudah merasakan sentuhannya.

Saingan {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang