TIGA LIMA

8.4K 784 46
                                    

Menggunakan punggung tangan Yura membersihkan air mata yang mengalir di wajahnya. Rasa malu dan sedih sedang ia rasakan secara bersamaan. Gadis itu juga terkejut setelah mendengar Aeri baru saja mengatakan; "gue ada di club Diva, dan gue juga liat lu." Artinya bukan cuma Ival saja yang mengetahui siapa ia sebenarnya. Hal itu tentu saja membuat Yura merasa takut, ketar-ketir kalau rahasia besar tentang dirinya akan terbongkar dan tersebar luas di SMA Tunas Bangsa.

Yura menelan ludah menatap dua cowok berseragam putih abu-abu duduk berdampingan di kursi kantin yang berbentuk memanjang. Sikap cuek yang ditunjukkan oleh Ival dan Aeri juga membuat Yura menjadi serba salah. "Maaf, gue udah bikin kalian kecewa," ucap Yura di tengah isak tangisnya. "Setelah tahu gue kayak gini, apa kalian masih mau ngelanjutin kencan kita."

Ival menghela napas menatap tak acuh kepada Yura. "Sori Ra, gue nggak minat lagi."

Lagi, Yura menelan ludah. Meski sudah menduga namun tetap saja, pernyataan Ival membuat dirinya merasa ternistakan. "Oke. Gu-gue paham."

Yura memutar kepala lantas menatap wajah Aeri yang tidak kalah cueknya dari wajah Ival. Dengan ragu-ragu gadis itu lantas bertanya. "K-kalau lu gimana, Ri? Gue janji gue mau berubah."

"Bagus kalau lu mau berubah," sahut Aeri ketus dan dingin. "Tapi maaf, gue udah nggak minat lagi."

Manik mata Aeri mencuri lirik kepada Ival. Ia sedang menunggu laki-laki itu mengatakan sesuatu yang mengejutkan, kepada Yura. Namun kejadian tadi pagi membuat Aeri menjadi ragu kalau Ival benar-benar akan mengatakan kalau ia dan Ival ternyata sedang berpacaran. Sikap cuek yang ditunjukkan oleh laki-laki itu sekarang juga memperkuat, membuat Aeri semakin yakin— Ival tidak akan mungkin mengatakan itu.

Aeri menelan ludah setelah tersadar kalau ia menunggu— bahkan sedikit berharap. "Huft, sial." Cowok itu menghela napas.

Yura menatap penuh harap satu persatu cowok tampan di depan matanya. "Apa kalian nggak mau kasih kesempatan lagi buat gue. Asal kalian tahu, gue juga nggak mau kayak gini. Tapi gue janji, kalau kalian kasih kesempatan, gue nggak akan seperti itu."

Lagi, Aeri mencuri lirik kepada Ival. Harusnya ini adalah momen yang tepat untuk mengatakannya kepada Yura. Tapi Ival masih terlihat cuek dan seakan lupa dengan apa yang pernah ia katakan. Pelan-pelan jemarinya mengepal, merasa gemas dengan sikap laki-laki itu.

"Itu hak lu mau berubah apa enggak," ucap Aeri kemudian. "Dan hak gue buat lupain lu."

"Gue ngerti," lirih Yura. "Tapi—"

"Gue udah punya pacar sekarang," potong Aeri dan sukses membuat manik mata Ival melirik padanya, meski dengan tatapan yang datar.

"Oh, cepet banget," sahut Yura. "Tapi beruntung cewek yang jadi pacar, lu. Apa cewek itu sekolah di sini juga."

"Iya," sahut Aeri.

Ival menelan ludah. Laki-laki terdiam menunggu apa yang akan dilakukan oleh Aeri.

"Siapa?" Yura bertanya.

Aeri menghela napas, ia semakin geram dengan Ival lantaran sama sekali tidak peka dan tidak memberikan tanggapan apapun. Padahal, ia sudah susah payah membuka obrolan supaya Ival melanjutkan. Hal itu membuat emosinya terpancing hingga dengan terpaksa akhirnya cowok itu berkata. "Tapi dia bukan cewek. Pacar G-gue—" Aeri menggantungkan kalimatnya, membuat Ival semakin fokus menatap dirinya. "Ival."

Lagi, Ival menelan ludah sambil menatap Aeri dengan tatapan yang sulit diartikan. Sulit di percaya, akhirnya Aeri mengatakan apa yang akan ia katakan, namun ia urungkan karena malas dengan sikap cowok itu tadi pagi. Kalau sudah seperti ini ia malah bingung bagaimana harus menanggapi.

Saingan {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang