Note: ada beberapa temen pembaca yang belum tahu judul cerita ini. Btw ini judulnya Saingan ya ges atau RiVal. Bukan kejar-kejaran, seperti aku mengejar mu, tapi malah aku yang tertangkap... 😌😌😌
***
Aeri menghela napas menatap gambar handphone pada layar laptop miliknya. Anak cerdas itu kemudian mengulas senyum membaca tulisan 'Aeri' melekat pada body handphone yang baru saja iseng-iseng ia rancang sendiri. Tidak hanya itu, Aeri juga menemukan sebuah ide manrik untuk menambahkan sebuah fitur yang tidak tersedia di smartphone manapun.
Saking berambisi agar namanya bisa menjadi merek handphone milik perusahaan, Aeri senagaja mencuri star dari Ival. Diam-diam ia sudah memikirkan membuat desain, bahkan memikirkan aplikasi bawaan yang ia yakini akan menarik minat pasar.
Aeri menggeliat, merenggangkan otot-otot yang terasa kaku. Manik matanya refleks melirik pada jam weker di atas meja— tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul jam sebelas malam. Tidak terasa cowok itu sudah tiga jam duduk di kursi belajarnya. Pantas pantatnya sudah terasa panas, dan pinggang terasa pegal.
Menutup kembali laptopnya Aeri berdiri dari duduk. Cowok itu kemudian mematung melihat beberapa buku pelajaran dan buku catatan milik Ival berantakan di atas meja. Aeri kemudian mengalihkan pandangannya pada sofa dan menemukan Ival sedang tertidur pulas disana. Melihat buku pelajaran di atas dada Ival, Aeri menduga— sepertinya laki-laki itu ketiduran saat sedang membaca buku cetak tersebut.
Menarik napas dalam-dalam kemudian Aeri hembusan secara perlahan. Setelah beberapa detik berpikir, cowok itu kemudian berjalan mendekati laki-laki yang sedang ia pandangi wajannya itu.
Di samping Ival, Aeri terdiam menatap wajah yang terlihat sangat lelap. Ia menelan ludah mengingat kejadian tadi sore— kejadian dimana Ival menyerangnya dengan ciuman hingga akhirnya ia membalas ciuman itu penuh agresif. Menatap bibir merah yang tidak pernah merokok itu, Aeri berpikir; bagaimana mungkin ia bisa merasakan nikmat saat bibir laki-laki itu bersentuhan dengan bibirnya. Ciuman kasar dan napas maskulin Ival juga sukses membuatnya terangsang tak berdaya.
Lagi, Aeri menelan ludah. Membayangkan ciuman tadi sore membuat napasnya terengah. Ia seperti ketagihan ingin merasakan ciuman kasar laki-laki itu, lagi. Bahkan Aeri juga ingin menyuruh Ival supaya tidak tidur lagi di sofa, melainkan di kasur bersama dirinya.
Sekedar informasi, meski dua anak SMA itu tidur bareng di dalam satu kamar, tapi Aeri tidak pernah mengizinkan Ival tidur di atas kasurnya. Pun dengan Ival, tidak ingin ribut hanya gara-gara masalah tidur, laki-laki itu mengalah tidur sofa— sampai kamar yang sedang disiapkan oleh ibu Ines untuknya, selesai.
Namun anehnya, sudah satu minggu lebih berjalan, kamar itu tidak ada kabar beritanya sampai sekarang.
Membuang napas gusar, pelan-pelan ia menjatuhkan tubuhnya, lantas berdiri menggunakan lutut. Telapak tangan Aeri terluar hendak menyentuh wajah Ival dan berniat membangunkannya. Namun tangannya menggantung di udara, cowok itu batal membangunkan Ival lantaran takut laki-laki yang terlalu percaya diri itu menuduh kalau ia ingin tidur di kasur bersamanya— walaupun sebenarnya itu yang ia harapkan.
Aeri mendengkus sambil menjatuhkan kembali tangannya. Ia terdiam, berpikir mencari cara supaya Ival terbangun tanpa curiga kalau sebenarnya ia yang membangunkannya. Manik mata Aeri kemudian melirik pada buku tebal yang menutupi dada bidang laki-laki itu. Aeri mengulas senyum setelah ia mendapatkan ide untuk membangun Ival.
Menghela napas kasar Aeri berdiri dari duduk sambil meraih buku cetak, lantas ia jatuhkan kembali buku itu ke dada Ival. Cowok itu mengulas senyum, akhirnya apa yang ia lakukan sukses membuat Ival tersentak dan terbangun dari tidurnya. Sebelum laki-laki itu tersadar ia harus buru-buru mengambil buku itu dari dada Ival dan segera merapikan buku-buku di atas meja.