EMPAT

12.6K 1.2K 78
                                    

Memasuki area parkir Aeri menghentikan langkah, secara tidak sengaja cowok itu melihat Yura sedang berbicara dengan seorang wanita di dekat mobilnya. Ia merasa heran kerena wanita yang berdiri di hadapan Yura sedang menunjuk-nunjuk gadis itu seperti sedang memarahinya. Ia berdiri mematung, memperhatikan dua wanita itu, seperti sedang melakukan perdebatan. Kening Aeri berkerut melihat Yura sedang memberikan kunci mobil pada wanita yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Tidak lama wanita itu merampas paksa kunci mobil, wanita itu masuk ke dalam mobil BMW dengan nomor polis B 1 ALD, lantas berlalu begitu saja meninggalkan Yura begitu saja di tempat parkir.

Rasa penasaran mendorong Aeri akhirnya berjalan tergesa mendekati Yura yang terlihat seperti sedang kebingungan. Meski ia cowok yang cuek, tapi untuk seperti Yura ia tidak bisa diam begitu saja.

"Yura," tegur Aeri, membuat gadis itu tersentak kaget lantas menolah ke arahnya dengan wajah yang terlihat gugup.

"Eh, Aeri," sahut Yura.

"Siapa dia?" Tanya Aeri tanpa basa-basi.

Kening Yura berkerut, "dia? Dia siapa?"

Membenarkan tas gendong di sebelah pundak, Aeri menghela napas. "Perempuan tadi, yang bawa mobil mu."

"Ah," Yura yang terdiam, mulut dan bola matanya terbuka. Lantas dengan suara yang terdengar gelagapan gadis itu menjawab. "O, oh, itu. Eum, itu tante gue."

Yura menggigit bawah, berharap cowok di depannya ini percaya dengan kebohongannya.

"Oh." Aeri mengangguk-anggukan kepala. "Terus sekarang lu pulangnya gimana?" Tanya cowok itu tanpa memperhatikan wajah tegang gadis itu. Ia

Yura menghela napas, dalam diam gadis itu bersyukur karena sepertinya Aeri percaya jika wanita yang membawa mobilnya itu adalah tantenya. "Gue bisa naik taksi."

Aeri mengulas senyum. Sikap cuek yang dimiliki cowok itu membuat ia tidak ingin mengetahui—  kenapa wanita yang dimaksud tante oleh Yura bisa membawa mobilnya dan meninggalkan Yura begitu saja. Malah Aeri menganggap itu adalah kesempatan bagus untuknya.

"Gue anter pulang, gimana?" Tawar Aeri.

Yura menelan ludah, "eh, nggak usah deh, gue naik taksi aja."

"Kenapa? Lu takut sama gue," sahut Aeri. "Lu tenang aja, gue jamin, lu aman sampai rumah."

"Bukan gitu Ri, gue mau langsung ke studio, soalnya hari ini gue ada pemotretan—"

"Nggak masalah," potong Aeri. "Gue antar ke mana aja lu mau."

"Sori, gue nggak bisa," tolak Yura.

Aeri menghela napas. "Kenapa si, lu nggak pernah mau terima ajakan gue?"

"Karena orang yang bakal dia terima buat antar jemput, itu gue."

Suara seorang laki-laki yang datang tiba-tiba, membuat Aeri memutar tubuh, lantas menemukan Ival sudah berdiri di belakangnya, entah sejak kapan. Melihat senyum Ival yang menyebalkan, Aeri mendengkus menatap sini laki-laki itu.

Mengabaikan muka masam Aeri, kemudian Ival berjalan beberapa, berdiri di samping Aeri. Seperti biasa laki-laki selalu tersenyum manis jika berhadapan dengan Yura.

"Lu pulang bareng gue aja," kata Ival mengabaikan rahang Aeri yang sudah mulai mengeras. "Gue bawa mobil, lu lebih aman. Cewek secantik lu, nggak pantes naik motor. Lu nggak mau kan, kulit elu yang perawatannya mahal, kebakar kena matahari. Gue juga enggak rela kalau ada setitik pun debu, nempel di kulit uli."

Meraih pundak Ival, kemudian Aeri memutarnya kasar, membuat laki-laki itu kini berhadapan dengannya. "Maksud lu apa?"

"Maksud gue, lu nggak pantes sama dia," tegas Ival. "Gue lebih pantes."

Saingan {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang