Di tempat parkir Ival berdiri mematung sambil berkacak pinggang. Keningnya berkerut melihat mobil Biro yang ia belikan untuk Yura ternyata benar berada di tempat itu, club.diva.
Kalau Yura lagi ada di Paris, terus siapa yang bawa mobil ini ke sini?— Ival bermonolog. Menghela napas panjang sebelum akhirnya laki-laki itu bergegas meninggalkan mobil itu. Ia akan masuk ke sebuah tempat yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya.
Dengan menutup mulut dua orang penjaga dengan segepok uang, akhirnya Ival bisa lolos masuk ke dalam club.Diva. Laki-laki itu kini sudah berada di dalam club, berdiri di ambang pintu terbuat dari besi dan tertutup rapat.
Ival mengedarkan pandangan melihat-lihat ruangan— dengan pencahayaan sedikit remang, yang terasa asing baginya. Ruangan itu terlihat lebih luas, lebih mewah dari diskotik-diskotik yang biasa ia datangi. Di tempat itu setiap meja satu dengan meja lain berjarak luas sekitar dua sampai tiga meter. Tidak terdengar musik dj yang membuat bising telinga, melainkan musik jazz yang mengalun pelan dan menenangkan. Lampu putar aneka warna yang biasa ia lihat di diskotik juga tidak ada di sana. Pelayanan-pelayanan di tempat itu juga jauh lebih rapi dari pada pelayan diskotik pada umumnya.
Perlahan kaki Ival melangkah sambil melihat orang-orang— memakai setelan jas, berlalu lalang seperti tidak menghiraukan kehadirannya. Beberapa diantaranya terlihat seperti orang yang berasal dari luar negeri.
Ival merasa heran, di tempat itu ia tidak menemukan orang yang masih seumuran dengannya. Yang ia lihat rata-rata pria dewasa yang usianya sama seperti ayahnya, bahkan ada yang lebih tua. Kecuali untuk wanita, ia melihat banyak yang masih terlihat sangat muda. Hanya saja riasan dan pakaian yang dikenakan membuat perempuan-perempuan itu terlihat lebih dewasa dari usianya.
"Selamat malam tuan. Ada yang bisa saya bantu?"
Seorang pelayan pria memakai setelan jas berdasi kupu-kupu menghentikan langkah Ival.
"Apa sudah reservasi meja sebelum?" tanya pelayan itu.
Ival mengulas senyum membalas sapaan pelayan itu. "Belum, saya baru pertama kali ke sini."
"Oh, kalau gitu mari saya antar ke meja yang belum di pesan."
Lagi, Ival tersenyum simpul. Pelayanan di tempat ini sangat berbeda dengan diskotik yang sering ia datangi. Laki-laki itu kemudian mengangguk mengekor di belakang pelayan itu.
Sebenarnya Ival tidak ada rencana untuk memesan meja. Laki-laki itu cuma ingin langsung mencari apakah Yura benar-benar ada di sana atau tidak. Tapi karena ia tidak ingin mendapat masalah, Ival terpaksa mengikuti peraturan yang berlaku di tempat itu.
"Silakan duduk tuan."
Pelayanan itu membawa Ival ke sebuah meja yang berada di paling pojok, menghadap ke panggung— dimana ada beberapa pemain musik yang setia memainkan nada-nada indah, meski orang di sekitar tidak memperhatikannya.
Ival menjatuhkan pantatnya di sudut sofa. Pandangannya mengedar melihat-lihat ke setiap meja lantas menemukan pria-pria sedang duduk berkumpul dan ditemani gadis-gadis cantik. Namun dari sekian banyak wanita di tempat itu ia tidak menemukan sosok Yura.
Melihat suasana di sana Ival mengambil kesimpulan kalau tempat yang sedang ia kunjungi sebenarnya adalah rumah bordil yang berkedok sebuah culb. Ia baru tahu, ternyata di kotanya tinggal ada tempat semacam itu.
Pandangan Ival beralih pada sosok pelayan yang ternyata masih berdiri di sampingnya. Menatap pelayan itu kening Ival berkerut. "Ada apa?"
"Adek sendirian, apa masih nunggu temen?"
Melihat wajah Ival yang masih sangat muda membuat pelayan itu meruba sebutan panggilannya— dari 'tuan' menjadi 'dek'. Gaya bicara pelayan itu juga terkesan lebih santai dari pada saat menyapa Ival tadi.