“Engh...”
Masih dalam keadaan tertidur Ival menarik kuat tubuh Aeri hingga merapat tanpa jarak. Telapak tangannya menyelusup di bawah ketiak Aeri, lantas berhenti di bagian dada cowok itu— cowok yang sedang tidur miring memunggungi dirinya. Bersamaan dengan itu satu kakinya terangkat kemudian ia jatuhkan tepat di pinggang Aeri.
“Engh...” Ival menggeliat, hawa dingin dari AC membuat laki-laki itu semakin mengeratkan dekapannya di tubuh cowok yang kini sedang ia peluk erat— dalam keadaan tidak sadar.
Biasanya seorang laki-laki akan mudah mengalami ereksi jika di pagi hari, walaupun masih dalam keadaan tertidur lelap. Hal itu yang kini sedang dialami oleh Ival. Di dalam celana miliknya sudah menggeliat bahkan menegang keras.
“Engh, engh.” Masih dalam keadaan tidak sadar Ival kembali menggeliat sambil menekan-nekan bokong, menggesek-gesek benda lonjong miliknya di bagian pinggang milik Aeri.
Pelukan yang begitu erat, ditambah dengan tubuh Ival yang usil bergerak-gerak, membuat tidur Aeri terusik.
“Emh...”
Aeri menggeliat namun tertahan karena beban berat yang seperti sedang menindihnya. Masih dalam keadaan tidak sadar— menggunakan telapak tangan cowok itu mengangkat benda yang menopang di pinggangnya. Tidak hanya itu, tangan kekar yang sedang memeluk erat dadanya juga membuat ia kesulitan bergerak.
Dalam keadaan terpejam kelopak mata Aeri mengerjap. Pelan-pelan cowok itu mulai tersadar dari tidur akibat sesuatu yang usil di belakang tubuhnya. Perlahan tapi pasti sedikit demi sedikit akhirnya Aeri membuka matanya. Dengan nyawa yang belum semuanya terkumpul, cowok itu terdiam menatap bingung pada pergelangan tangan yang sedang nemplok nyaman di dadanya. Detik berikutnya kening Aeri berkerut. Cowok itu tiba-tiba merasakan benda lonjong terasa mengganjal— sedang menekan-nekan dan menggesek-gesek pinggulnya.Dalam diam pikiran Aeri melayang, mengingat-ingat kejadian pada saat ia belum tidur. Wajahnya mendadak tegang saat ia tersadar kalau malam ini; Ival laki-laki yang ia benci tidur di dalam kamarnya. Jadi as artinya orang yang kini sedang mendekapnya erat sambil bergoyang pinggul— menggesek-gesekan benda lonjong di pinggulnya, itu ada Ival?
Tapi bagaimana bisa? Bukanya tadi malam Ival memilih tidur di sofa, dan ia juga menolak keras laki-laki itu tidur satu ranjang?
Ingin memastikan apa yang menjadi tanda tanya di kepala, dengan susah payah Aeri memutar tubuh, hingga berhadapan dengan seseorang yang masih memeluk dirinya erat. Seketika bola mata Aeri melebar, rahangnya mengeras saat menemukan wajah Ival— tepat di depan wajahnya— dengan jarak yang dekat, sedang tertidur pulas, terlihat begitu nyaman seperti tidak mempunyai beban.
“Babi!”
Dengan gerakan tergesa Aeri menyingkirkan tangan Ival yang masih memeluk dirinya, dan kaki yang menopang di atas pinggang.
“Anjing, anjing, babi.... Minggir lu, bangsat.”
Sambil terus mengumpat, menggunakan tangan dan kaki Aeri mendorong tubuh Ival sekuat tenaga hingga membuatnya bergeser jauh sampai ke tepi dipan. Tidak puas hanya sampai di situ— menggunakan telapak kaki Aeri kembali mendorong laki-laki yang masih tertidur itu hingga terjatuh ke lantai.
Brugh!
“Aduuh...!”
Kepala Aeri mendongak, mengintip Ival sedang susah payah bangkit dari jatuhnya. “Mampus,” umpat Aeri sambil beranjak dari duduknya.
“Aduh... Bangsat!” Ival meringis, wajahnya berkerut menahan sakit di bagian pinggangnya. Rasa terkejut yang datang tiba-tiba sukses menghilangkan rasa kantuknya.
Sambil memegangi pinggulnya Ival berdiri, menatap kesal pada Aeri yang masih duduk anteng di atas kasur. “Apa-apaan si lu?”
“Lu yang apa-apaan?” sahut Aeri, tenang namun tegas. “Ngapain lu tidur di kasur gue, ngapain lu peluk-peluk gue, anjing.”