Thx u ges...
Perjuangan Aeri untuk melepaskan diri dari ciuman Ival akhirnya membuahkan hasil. Seluruh tenaga yang ia kerahkan untuk mendorong tubuh laki-laki itu, tidak sia-sia. Ival kini mental dan terduduk di hadapan Aeri dengan senyum yang menyebalkan seperti tidak mempunyai dosa.
"Hah." Ival menghela napas sambil menatap Aeri— sedang sibuk mengusap mulutnya menggunakan telapak tangan. "Gimana, udah keliatan gila belum gue?"
Bersama dengan napas memburu Aeri menatap kesal kepada Ival. Malam ini harga dirinya seolah diinjak-injak oleh laki-laki di depannya itu. "Anjing! Najis! Cuh..." Aeri mengumpat sambil menggosok mulutnya kuat-kuat.
Cowok itu benar-benar terlihat sangat marah. Bagiamana tidak? ciuman pertama yang sudah ia jaga, ia pertahankan dengan susah payah, harus hilang begitu saja dan lenyap tak terduga tanpa aba-aba. Dan sialnya orang yang sudah merampas secara paksa ciuman pertamanya itu bukanlah seorang gadis, melainkan seorang laki-laki— sama seperti dirinya. Sialnya laki-laki itu adalah Ival, musuh bebuyutannya. Jadi jangan salahkan Aeri kalau ia tidak berhenti menggosok mulutnya, menghilangkan bekas bibir Ival yang sepertinya masih menempel di bibirnya.
"Gimana ciuman gue, enak kan?" kata Ival mengabaikan rasa kesal yang tengah dirasakan oleh Aeri. "Asal lu tahu, itu ciuman pertama gue. Daripada dikasih ke Yura, mending gue kasih buat lu yang udah nolongin muka gue."
Menggunakan ibu jari Ival mengusap pelan bibir seksinya— membersihkan liur Aeri yang terasa menempel disana. Meski ciumannya sudah lepas beberapa menit lalu, tapi bibir lembut Aeri masih terasa membekas di mulutnya. "Nggak nyangka, ternyata orang beruntung yang dapet ciuman pertama dari gue, itu elu. Laki-laki."
"Tolol! Goblok!" Aeri mengumpat dan menatap murka kepada Ival. "Beruntung apanya?! gue rugi anjing. Ciuman pertama gue jadi otomatis ilang gara-gara lu."
"Oh," Ival membuka mulut. "Berati adil dong, gue kasih ciuman pertama buat lu, dan lu ngasih ciuman pertama buat gue."
"Gue nggak minta ciuman lu," sahut Aeri. Cowok itu kemudian bangkit lantas berjalan ke arah kolam. Telapak tangan cowok itu tidak berhenti menggosok-gosok mulutnya. Entahlah, bibir Ival terasa masih menempel di bibirnya. Olah sebab itu ia akan mencuci mulutnya dengan air di kolam itu.
Ival tersenyum nyengir menatap punggung Aeri. Laki-laki itu kemudian berdiri dan berjalan mengekor di belakang cowok itu.
Berbeda dengan Aeri yang merasa kesal, marah menyesal, karena ciuman itu, lainnya halnya dengan Ival yang terlihat santai. Malah sikap marah yang ditunjukkan Aeri membuat Ival merasa puas. Entahlah, rasanya bahagia sekali melihat Aeri begitu marah padanya.
Aeri duduk berjongkok di tepi kolam. Telapak tangan kirinya menyiduk air lantas ia gunakan untuk membasuh mulutnya. "Cuh, najis."
"Lebai," cetus Ival. Laki-laki itu sudah berdiri di samping Aeri dan melihatnya tidak berhenti mencuci mulut.