SEPULUH

10.8K 959 20
                                    

Pagi itu jam 06.30. Halaman SMA Tunas Bangsa dibanjiri oleh murid-murid berseragam putih abu-abu. Para murid tumpah ruah di sana bukan karena sedang melakukan upacara bendera, bukan juga karena sedang melakukan kegiatan sekolah, melainkan sedang menyaksikan perkelahian yang terjadi antara Aeri dengan Ival. Tidak hanya di halaman, para murid juga ada yang berbaris di tepi teras, lantai atas— di depan kelasnya masing-masing.

Meski hanya dua siswa saja yang berkelahi, namun halaman sekolah terlihat seperti medan perang. Ada yang belari tunggang-langgang karena takut, ada yang bersorak memberi dukungan, ada juga yang berusaha untuk memisahkan dua siswa itu.

Teriakan para siswi yang ketakutan semakin membuat riuh halaman, terasa semakin mencekam.

Bugh!

Bugh!

Aeri melayangkan kepalan telapak tangannya ke perut Ival, hingga membuat tubuh laki-laki itu membungkuk.

Bugh!

Bugh!

Dengan brutal Ival membalasnya— memberi pukulan kuat di wajah Aeri. Sebenarnya laki-laki itu juga ingin memberi tinju di perut Aeri, namun ajaib, hantamannya tidak pernah tepat sasaran. Bahkan itu tidak hanya terjadi pada perkelahian kali ini saja, melainkan perkelahian-perkelahian sebelumnya juga seperti itu, selalu saja meleset. Oleh sebab itu wajah Aeri menjadi sasaran kepalan telapak tangan Ival.

“Anjing!” Murka Aeri sambil memberikan hantaman di wajah Ival hingga meninggalkan jejak memar tepat di bawah matanya.

“Lu yang anjing, bangsat!” balas Ival tidak kalah murka. Lagi-lagi ia hanya mendaratkan tinjauannya di wajah Aeri, membuat wajah cowok itu terlihat lebih babak belur dari wajahnya.

Semakin sakit hantaman yang diterima oleh dua siswa itu, semakin brutal juga aksi perkelahian mereka. Membuat beberapa siswa yang mencoba untuk melerai semakin kesulitan dibuatnya. Pergulatan itu semakin sengit pada saat dua siswa itu saling dorong, lantas terguling di tengah-tengah halaman. Keduanya saling tindih sambil memberikan pukulan yang bertubi-tubi.

Penampilan Aeri dan Ival kini terlihat sangat berantakan. Rambut keduanya acak-acakan, wajah yang penuh luka itu juga basah akibat keringat yang terus mengucur. Tidak hanya itu, seragam putih mereka sudah dipenuhi banyak noda, dan beberapa kancing terlepas dari tempat asalnya.

“Ri udah Ri!” Seru dua orang siswa sambil menarik kedua lengan Aeri agar beranjak dari tubuh Ival yang sedang diduduki oleh cowok itu.

“Jangan ikut campur! Lepas in gue bangsat!”

Aeri meronta, berusaha menyingkirkan dua siswa itu. Namun sayang, dua orang siswa lagi datang membantu, membuat Aeri kalah dalam tenaga.

Akhirnya meski dengan susah payah tubuh Aeri dapat terangkat dari tubuh Ival. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh Ival untuk buru-buru bangkit.

“Anjing!” Murka Ival menatap bengis pada Aeri yang sedang diseret menjauh darinya. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu mengambil ancang-ancang—  berjalan tergesa mendekati Aeri lantas menerjang dada cowok itu.

Bugh!

Hal itu tentu saja membuat Aeri dan empat siswa yang menjaganya terhubung mundur.

“Woi Val, udah!” Seru beberapa siswa.

Melihat Ival kembali melakukan ancang-ancang, beberapa siswa lainya berjalan menghampiri laki-laki itu. Tiga siswa berseragam sama langsung memeluk Ival dari belakang lantas menyeretnya menjauh dari Aeri.

“Lepas anjing!” Ival meronta, membuat baju seragamnya semakin terkoyak.

“Bangsat! Lu pikir gue takut sama lu!” Tidak jauh berbeda dengan Ival, Aeri juga meronta, berusaha membebaskan diri dari cekalan empat orang siswa.

Saingan {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang